Rekening Pribadi Pejabat

Kasihan nasib Permadi SH sebagai anggota DPR yang menolak pemberian amplop untuk kegiatan Pansus Aceh. Alih-alih dipuji malah dicemooh sok suci, pura-pura bersih, bahkan mengkhianati sesama wakil rakyat dengan menolak tradisi DPR.

Kasihan nasib para anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang sukses menunaikan tugas menyelenggarakan pemilu telanjur menerima dana khusus yang menyeret mereka ke meja hijau atas tuduhan korupsi.

Kasihan nasib Ketua Badan Pengawasan Keuangan (BPK) Anwar Nasution yang terkejut menemukan uang negara sebesar Rp 20,55 triliun, sekali lagi: triliun, tersimpan di 957 (sembilan ratus lima puluh tujuh) rekening pribadi pejabat pemerintah di sejumlah bank.

Masih banyak lagi kasus kasihan-kasihan lainnya lagi yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan wabah kemelut ketidakberesan keuangan (KKK).

Budaya amplop
Bagaimana bisa terjadi budaya amplop ternyata sudah mengakar sebagai tradisi DPR yang sudah telanjur kelumrahan, bahkan seolah keharusan, yang jika tidak dilaksanakan malah tidak lazim? Bagaimana bisa terjadi para anggota KPU yang terpilih melalui uji kelayakan dan dikenal sebagai pribadi-pribadi jujur dan tulus mengabdikan diri demi kepentingan negara dan bangsa bisa khilaf sampai tergelincir menerima pembagian dana berpredikat khusus dalam jumlah yang sebenarnya kurang memadai untuk sampai harus menghadapi risiko masuk penjara?

Bagaimana bisa terjadi nyaris seribu pejabat pemerintah bisa memiliki rekening pribadi disinggahi uang negara, yang jelas bukan milik pribadi mereka, dalam jumlah sangat potensial untuk mendirikan gedung sekolah, rumah sakit, menyelenggarakan pendidikan dan pelayanan kesehatan gratis, membantu kaum miskin demi kesejahteraan rakyat Indonesia tercinta ini! Bagaimana bisa terjadi BPK yang sudah begitu lama eksis bertugas mengawasi keuangan negara ternyata baru pada tahun 2006 mendadak mampu mendeteksi kekeliruan keuangan berkaliber dahsyat seperti itu hingga telanjur ada pejabat yang sudah meninggal dunia lebih dari 10 tahun yang lalu, tetapi di rekening pribadinya masih bertengger dana milik pemerintah?

Rp 20,55 triliun jelas bukan jumlah terlalu besar. Seperti gajah hamil sekaligus bengkak yang jika tidak tampak di mata pun bisa diraba bentuknya atau dicium baunya untuk tidak lolos dari pengindraan orang awam apalagi para pendekar profesional BPK dalam masa lebih dari sepuluh tahun! Dan masih terlalu banyak lagi sediaan pertanyaan tentang kasus-kasus indikasi kekeliruan keuangan yang bukan saja sulit dijawab, tetapi untuk dipertanyakan saja sudah sulit sebab sulit masuk akal sehat paling sederhana dan mendasar saja. Mau tanya saja sudah malu!

Manajemen keuangan
Jawaban klasik dan klise terhadap pertanyaan kenapa manusia melakukan tindakan korupsi adalah akibat kritis etika, moral, dan akhlak. Ada pula yang menganggap penyebab perilaku kriminal adalah kesempatan dan akibat tidak ada ancaman hukuman. Maka diyakini korupsi bisa dibasmi apabila hukum ditegakkan bahkan para koruptor dihukum mati saja sebagai contoh teladan untuk bikin kapok yang masih hidup.

Namun, dari peristiwa amplop DPR, dana khusus KPU, rekening pribadi pejabat, dan lain sebagainya itu sebenarnya bisa ditarik kesimpulan bahwa sumber wabah KKK terletak bukan hanya pada kesadaran atas etika, moral, akhlak, atau hukum yang belum berfungsi, tetapi lebih pada apa yang disebut sebagai sistem dan manajemen keuangan.

Apabila biaya penyelenggaraan kegiatan segenap pansus maupun komite DPR direncanakan, dianggarkan, dan disalurkan secara resmi sambil dicatat dengan standar akuntansi tepat dan benar, tidak ada alasan untuk menerima dukungan dana lewat amplop yang biasanya berisi bukan surat itu.

Andaikata tata laksana keuangan negara, termasuk pengawasannya, sejak Proklamasi Kemerdekaan RI sudah diatur dengan manajemen keuangan yang profesional, dapat diyakini tidak ada dana milik negara bertengger di rekening pribadi siapa pun.

Andaikata ada pun, pasti langsung terdeteksi oleh radar mana- jemen audit keuangan BPK yang peka dan jeli tanpa harus menunggu sampai puluhan tahun! Andaikata PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan dipatuhi dan dijabarkan secara benar-benar, baik dan benar, dijamin tidak ada lagi kejutan-kejutan berskala triliunan rupiah bagi Anwar Nasution! Dijamin wabah KKK terbasmi habis!

JAYA SUPRANA Budayawan dan Praktisi Manajemen

Tulisan ini disalin dari Kompas, 6 Mei 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan