Rekening 20 Cukong Kayu Teridentifikasi
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan telah menemukan dan mengidentifikasi transaksi mencurigakan dari rekening 20 cukong kayu yang diduga terlibat dalam kasus pembalakan liar (illegal logging).
Kami sudah telusuri rekening mereka yang namanya tercantum di koran, kata Wakil Ketua PPATK Susno Duadji seusai rapat kerja dengan Komisi Hukum DPR di Jakarta kemarin. Sebab, hingga kini Departemen Kehutanan belum secara resmi menyerahkan 32 nama cukong kayu yang sedang diusut. Nama-nama cukong kayu, khususnya yang 20 nama, justru banyak dilansir media massa.
PPATK memang tak dilibatkan dalam satuan tugas pemburu cukong kayu yang sudah dibentuk Presiden dua pekan silam. Tapi Susno memastikan 20 nama itu juga bagian dari 32 nama cukong kayu yang paling diburu saat ini.
Menurut Susno, PPATK mencurigai rekening-rekening itu karena tahun lalu ada sejumlah transaksi dana puluhan miliar melalui rekening pribadi 20 cukong kayu itu. Transaksinya memang mengarah ke bisnis kayu, kata Susno.
Kecurigaan bertambah karena transaksi itu menyalahi transaksi bisnis ekspor-impor yang normal. Seharusnya, kata Susno, transaksi bisnis ke luar negeri dilakukan antara bank atas nama perusahaan dengan membuka surat utang dagang (L/C). Karena itu, ia yakin, Ini pasti ilegal.
Jumlah 20 orang itu hanya cukong besarnya. Sebab, kata Susno, dari satu rekening utama dana transfer itu menyebar ke lebih 20 rekening lainnya atas nama orang yang berbeda.
Transaksi-transaksi itu tersebar di hampir semua bank di Indonesia. Namun, Susno menolak menyebut jumlah dan nama bank yang dijadikan transaksi karena membukanya ke publik menyalahi aturan.
Transaksi para cukong kayu itu, kata Susno, sudah berindikasi pencucian uang. Sebab, sumber dana dalam rekening itu berasal dari bisnis penebangan liar. Wong jual-beli kayu, kok melalui rekening pribadi, kata dia.
Analisis PPATK ini sudah dikirim ke polisi kemarin. Temuan ini akan menjadi dasar penyelidikan selanjutnya karena, kata Susno, Data kami valid dan pemilik rekening tak bisa memungkiri transaksinya.
Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Aryanto Budihardjo mengaku sudah menerima data cukong kayu dari Departemen Kehutanan. Namun, kata Aryanto, polisi tidak bisa menetapkan 32 nama itu sebagai target. Kami tak akan mengambil orang tanpa bukti cukup.
Aryanto mengungkapkan, satuan tugas akan segera menggelar operasi memburu cukong kayu di Papua. Menurut Aryanto, operasi itu akan mengerahkan 1.500 personel dari polisi, tentara, birokrat, Bea-Cukai, dan kejaksaan yang akan menelan biaya Rp 12 miliar.
Menurut Susno Duadji, rekening-rekening cukong kayu itu belum dibekukan, meski informasinya sudah terang-benderang. Kami tak bisa membekukan rekening, kami hanya bisa menganalisis, kata Susno. Kewenangan membekukan ada di tangan polisi atau jaksa saat penyidikan sudah dimulai.
Dalam rapat kerja itu, DPR juga meminta PPATK menyerahkan semua nama cukong, baik pembeli maupun penerima dana bisnis ini. Data PPATK ini, kata Wakil Ketua Komisi Akil Mukhtar yang memimpin rapat, akan dijadikan bahan dalam rapat gabungan antara Kepala Polri Jenderal Da'i Bachtiar dan Menteri Kehutanan M.S. Kaban pekan depan.
Dalam kesimpulan rapat yang dibacakan Akil, DPR juga meminta PPATK mendeteksi secara dini rekening-rekening cukong kayu lainnya. DPR minta para penyidik menjerat pembalak liar ini tidak hanya dengan Undang-Undang Korupsi, tapi juga Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Selama ini kejahatan pencucian uang baru dipakai sebagai dakwaan alternatif.
Akibat penebangan liar yang merajalela itu, seperti dilansir Telapak--sebuah LSM kehutanan--hutan Indonesia berkurang seluas 4,4 juta hektare setahun. Kerugian materiil yang ditimbulkan Rp 30-45 triliun per tahun.
Dalam laporan bertajuk The Last Frontier yang dirilis Agen Investigasi Lingkungan (IEA) dan Telapak, mulusnya bisnis penebangan liar itu karena melibatkan tentara, polisi, birokrat pusat dan daerah. Nilai suap dalam bisnis ini mencapai Rp 1,8 miliar. bagja hidayat/erwin daryanto
Sumber: Koran Tempo, 3 Maret 2005