Rekanan Perhutani Didakwa Korupsi Rp 1,97 Miliar [29/07/04]

Kasus korupsi di PT Perhutani mulai diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kemarin. Dua orang dimajukan menjadi terdakwa yang perkaranya digelar terpisah. Direktur Avicom Promo Media, Deden Akbar Karsawijaya, didakwa telah memperkaya diri sendiri atau orang lain. Perbuatan terdakwa telah merugikan keuangan negara cq PT Perhutani sejumlah Rp 1,97 miliar, kata jaksa Haryono di persidangan.

Haryono menguraikan, tindak pidana korupsi ini dimulai ketika Perhutani berniat memperbaiki citra lembaganya yang menurun karena maraknya penjarahan hutan. Perbaikan citra itu dilakukan melalui pembuatan iklan layanan masyarakat.

Perusahaan pelat merah itu lalu melimpahkan pekerjaan pembuatan iklan itu ke dua perusahaan, yaitu PT Avicom Promo Media dan PT Cyber Quadra Aktif. Kepada Avicom, Perhutani memberi kontrak senilai Rp 1,363 miliar, sedangkan Cyber diberi kontrak senilai Rp 7,8 miliar.

Namun, menurut jaksa, proses penunjukan kedua perusahaan tersebut tidak dilakukan secara terbuka melalui tender meski nilainya di atas Rp 200 juta. Jaksa menganggap terdakwa Deden bersama Bambang Adji Sutjahyo selaku ketua tim kerja corporate image Perhutani, Djaka Winarso (Direktur Cyber Quadra Aktif), Fandi Utomo (komisaris PT Hamas Aeba Management), dan Sutrisno Catur Wibowo (Direktur PT Hamas Aeba Management) telah merekayasa proses pelelangan.

Rekayasa itu, menurut Haryono, dilakukan seolah-olah pelelangan dilakukan sebelum tanggal kontrak kerja dibuat. Padahal, kontrak itu telah dibuat sebelum pembukaan dan evaluasi proposal penawaran diputuskan. Menurut dia, penunjukan langsung lalu disetujui dengan alasan momen penayangan iklan sudah mendesak.

Pekerjaan pembuatan iklan layanan masyarakat itu, kata Haryono, juga tidak sesuai dengan kontrak kerja yang diteken. Menurut kontrak, Avicom diharuskan membuat iklan tentang pencurian kayu di stasiun televisi SCTV dan TVRI sebanyak 461 spot. Ternyata yang dikerjakan hanya 283 spot. Sehingga terdapat selisih harga pembayaran kontrak, katanya.

Hal serupa terjadi di PT Cyber Quadra Aktif. Menurut Haryono, dalam kontrak kerja pertama, jumlah penayangan iklan seharusnya 26 kali. Kenyataannya hanya 24 kali. Begitu pula untuk kontrak kedua. Iklan yang dikerjakan hanya 154 spot dari 182 spot yang ditetapkan. Sehingga terdapat selisih harga nilai pekerjaan yang tidak seharusnya diterima, paparnya.

Nilai kontrak kerja kepada Cyber Quadra Aktif juga dianggap tidak wajar meski disetujui Direktur Utama Perhutani. Antara kontrak kerja pertama dan kedua terdapat selisih harga Rp 212 juta. Haryono mengatakan, nilai kontrak kedua Cyber disetujui Rp 950 juta.

Setelah pembacaan dakwaan, kuasa hukum terdakwa Deden, Hery Subagyo, mengatakan, dasar tuduhan itu tidak beralasan. Banyak yang tidak betul, ujarnya. Ia mengatakan, harga iklan yang didapat kliennya merupakan harga paket dari stasiun televisi itu, sehingga harganya bisa saja lebih murah. Dia juga menyayangkan tidak ikut diseretnya Direktur Utama Perhutani dalam kasus ini sebagai terdakwa. Padahal, kata Hery, dia yang menyetujui anggaran tersebut. edy can-tnr

Sumber: Koran Tempo, 29 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan