Rekanan KPU Dituntut 10 Tahun 6 Bulan Penjara

Untung Sastra Wijaya, terdakwa perkara korupsi pengadaan segel surat suara Pemilihan Umum 2004, dituntut hukuman penjara 10 tahun enam bulan oleh jaksa penuntut umum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, kemarin.

Direktur PT Royal Standard, rekanan Komisi Pemilihan Umum, ini juga dituntut denda Rp 500 juta atau hukuman pengganti enam bulan penjara. Ia mesti mengganti kerugian negara Rp 3,5 miliar bersama bekas Ketua Panitia Pengadaan Segel Surat Suara Komisi Pemilihan Umum Daan Dimara, terdakwa pada perkara yang sama dalam berkas berbeda.

Menurut jaksa Tumpak Simanjuntak, Untung telah melakukan korupsi bersama-sama dengan Daan Dimara. Untung terbukti melawan hukum dan memperkaya diri sendiri, kata Tumpak membacakan tuntutannya.

Untung dianggap membuat segel berdasarkan penunjukan langsung Ketua Panitia Pengadaan Segel Surat Suara KPU Daan Dimara. Penunjukan langsung melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa lembaga pemerintahan. Terdakwa memperkaya diri dengan cara mengambil untung dari selisih ongkos kirim segel yang ditetapkan oleh KPU.

Bahkan, Tumpak menjelaskan, Untung memberi hadiah Rp 200 juta kepada Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin untuk memperlancar penagihan Royal kepada KPU. Tapi pengacara Untung, Sastra Rasa, tak puas dengan tuntutan jaksa. Kesalahan dari anggota KPU sendiri, ujarnya.

Dalam sidang Daan, jaksa batal membacakan tuntutan. Ketua majelis hakim Gusrizal memberi kesempatan Daan memberikan keterangan karena dalam sidang sebelumnya keterangan Daan hanya diambil dari berita acara pemeriksaan pada penyidikan.

Daan berkeras Hamid Awaludin bertanggung jawab dalam penentuan harga segel untuk pemilihan presiden putaran I dan II. Ia mengaku hanya disuruh menandatangani berita acara proses penunjukan rekanan setelah pemilu selesai. Ia, yang tak didampingi pengacaranya, Erick S. Paat, berjanji tak akan masuk ke ruang sidang sebelum ada kejelasan sumpah palsu Hamid, bekas anggota KPU yang kini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Agoeng Wijaya

Sumber: Koran Tempo, 30 Agustus 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan