Rekanan Komisi Yudisial Divonis 4 Tahun
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis terdakwa Direktur PT Persada Sembada Fredy Santoso empat tahun penjara. Ketua majelis hakim Edward Patinasarani menyatakan rekanan Komisi Yudisial itu terbukti melakukan korupsi dengan menyuap komisioner Irawady Joenoes. Unsur perbuatan terdakwa terpenuhi. Terdakwa memberikan uang kepada penyelenggara negara Irawady Joenoes, ujar Edward membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin.
Selain memvonis 4 tahun penjara, hakim mengharuskan terdakwa membayar denda Rp 200 juta. Jika denda tidak bisa dibayar dalam satu bulan setelah putusan berkekuatan hukuman tetap, kata hakim, akan diganti dengan hukuman penjara selama enam bulan. Vonis ini sama dengan tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi yang dibacakan pada 1 Februari lalu.
Fredy tertangkap tangan oleh KPK pada 26 September 2007 di Jalan Panglima Polim Raya 31, Jakarta Selatan. Fredy ketika itu menemui anggota Komisi Yudisial, Irawady Joenoes, dan menyerahkan uang tunai Rp 600 juta serta US$ 30 ribu. Uang itu diserahkan Fredy dalam bungkus tas berwarna merah bertuliskan Levis Storm. Uang itu merupakan fee (komisi) setelah tanah di Jalan Kramat Raya 57, Jakarta Pusat, untuk kantor baru Komisi Yudisial, laku terjual.
Hakim Edward mengatakan bahwa tindakan Fredy memberi peluang bagi pejabat negara melakukan korupsi menjadi alasan yang memberatkan. Sedangkan sikap menyesal terdakwa dan sikap sopan selama persidangan menjadi hal yang meringankan bagi majelis hakim.
Menanggapi vonis itu, kuasa hukum terdakwa, Otto Hasibuan, akan mengajukan permohonan banding. Menurut Otto, kliennya memberikan uang tersebut atas paksaan Irawady. Meskipun demikian, majelis hakim mengatakan Fredy bisa menolak permintaan Irawady. Bagaimana mungkin orang awam seperti Fredy bisa menolak permintaan pejabat, kata Otto seusai sidang.
Selain itu, kata Otto, tidak ada keuntungan bagi Fredy memberi uang dari hasil penjualan tanah di Kramat Raya Nomor 57. Sebab, harga jual tanah di Kramat Raya itu di bawah harga nilai jual obyek pajak (NJOP). CHETA NILAWATY
Sumber: Koran Tempo, 21 Februari 2008