Reformasi Birokrasi; Terganjal Metodologi yang Tak Jelas
Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Amien Sunaryadi, yang juga penerima Bung Hatta Anticorruption Award, menyatakan, reformasi birokrasi yang dilaksanakan pemerintah sejak tahun 1993 hingga sekarang tidak jelas metodologinya. Ia meminta pemerintah memahami dan belajar dari sejarah pemberdayaan aparatur negara yang sudah dilaksanakan sejak tahun 1970-an.
Hal tersebut dikemukakan Amien dalam seminar ”Mewujudkan Birokrasi Antikorupsi” di Universitas Paramadina, Jakarta, Selasa (11/11). Hadir dalam acara tersebut, Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dan Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas.
Busyro Muqoddas menambahkan, korupsi birokrasi sangat dipengaruhi oleh kultur profesi. Ia banyak mengemukakan tentang reformasi peradilan yang, menurut dia, perlu dipikirkan kembali. Pasalnya, peradilan di Indonesia masih menempati posisi sebagai peradilan terkorup di Asia. Survei dilakukan di 12 negara
Menurut Amien, Indonesia sudah melaksanakan reformasi birokrasi sejak lama. Berbagai metode dilakukan, seperti pembuatan undang-undang dan penggantian pejabat.
”Saya ingin pemerintah mempelajari sejarah. Kita sudah punya Undang-Undang Pokok Kepegawaian yang menyebutkan bahwa pegawai negeri harus digaji layak. Namun, itu tidak pernah terpenuhi. Kalau salah satu poin dalam undang-undang tidak terpenuhi hingga kini, mengapa harus mengubah undang-undang? Kalau tidak memahami sejarah dan metodologi, reformasi birokrasi bisa keliru,” ujarnya.
Ia menambahkan, reformasi birokrasi bukanlah sekadar pemberian tambahan penghasilan. Reformasi harus diartikan sebagai peningkatan nilai tambah atau added value sehingga performa kerja pegawai meningkat.
Tergantung pimpinan
Mahfud MD berpendapat, pelaksanaan reformasi birokrasi sangat bergantung pada pimpinan lembaga. Menurut dia, birokrasi terkadang dapat dibeli melalui pimpinan.
Mahfud menceritakan pengalamannya sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi. Baru dua bulan menjabat, ia pernah didatangi seseorang yang meminta proyek kepadanya. Orang tersebut menjanjikan fee 2 persen untuk partainya.
Menjawab tawaran orang itu, Mahfud mengatakan, ia saat ini tidak mengurus parpol. (ana)
Sumber: Kompas, 12 November 2008