Refleksi 5 Tahun UU KIP, Informasi Publik Masih ‘Dipilih-pilih’
Lahirnya Undang-Undang (UU) No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) merupakan produk regulasi yang bertujuan memberikan jaminan memperoleh informasi publik dalam meningkatkan partisipasi aktif masyarakat pada proses penyelenggaraan negara. Hal ini berlaku baik ditingkat pengawasan, pelaksanaan penyelenggara negara maupun pada proses pengambilan keputusan publik. Sedangkan untuk lembaga publik, UU KIP memberikan kewajiban guna meningkatkan pelayanan infomrasi. Serta membuka akses atas informasi publik tanpa diminta permohonan (aktif) maupun sebaliknya.
Namun disayangkan, Selama lima tahun penerapan UU KIP masih belum sesuai harapan. Di perjalananya, masih banyak lembaga publik negara yang masih ‘pilih-pilih’ informasi yang diberikan, tetapi di sisi lain, perjuangan masyaraat untuk memperjuangkan haknya untuk mendapat informasi yang telah dijamin oleh UU. Hal tersebut terlihat dalam sengketa informasi publik yang terjadi dalam sengketa oleh badan publik dan pengguna informasi publik. Indonesia Corruption Watch (ICW) salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mengawal transparasi dan keterbukaan informasi yang harus diberikan oleh lembaga publik kepada masyarakat, Koordinator Divisi Investigas ICW Febri Hendri akan membagi cerita terkait dengan refleksi lima tahun UU KIP.
Apakah Undang-Undang (UU) No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) telah mencakup segala aspek informasi yang dibutuhkan masyarakat?
Menurut saya, UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP telah cukup mencakup seluruh sektor informasi yang dibutuhkan masyarakat. Mulai dari sektor politik, ekonomi, pertahanan, keamanan, sosial, budaya, infrastruktur dan lain sebagainya.
Bagaimana peran badan publik terkait penyelenggara negara dan publik dalam menyampaikan kebutuhan informasi kepada masyarakat? Apakah sudah transparan apa masih 'pilah-pilah’?
Dalam penerapan UU KIP, sampai saat ini lembaga negara telah membentuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) serta Standar Operating Procedure (SOP) pada pelayanan informasi di insitusinya masing-masing. Namun, disayangkan meski telah membuat dan penetapan perangkat dalam pelayanan informasi publik. Lembaga negara dan pemerintah belum sepenuhnya memberikan informasi yang dibutuhkan masyarakat atau publik lainnnya.
Apa penyebab yang membuat mereka 'pelit' informasi, padahal sudah diatur dalam UU?
Ada berbagai penyebab alasan insitusi publik belum atau tidak memberikan informasi karena dikhawatirkan informasi publik yang diberikan akan disalahgunakan oleh pemohon informasi publik. Misalnya, karena sudah mendapatkan data yang dminta maka hal tersebut digunakan untuk memeras institusi tersebut atau pihak lain terkait dengan informasi. Selain itu, ada upaya menutupi kecurangan atau korupsi dalam institusi tersebut. Beberapa instansi tidak memberikan informasi publik yang diminta publik karena jika diberikan akan membuka maladministrasi atau korupsi dilembaga tersebut.
Apa dampak nyata UU KIP saat ini?
Menurut saya, sebagian masyarakat telah merasakan dampak dari implementasi undang-undang ini. Mereka mudah mendapatkan informasi publik yang selama ini sulit didapat dari instansi pemerintah. Kemudahan dan banyaknya informasi publik yang dimiliki masyarakat, telah membuka cakrawala masyarakat kebijakan atau produk yang dihasilkan pemerintah dan lembaga publik. Sehingga timbul kekritisan masyarakat sebagai pembenahan pengelola lembaga-lembaga tersebut.
Selama 5 tahun UU KIP diterapkan, apakah sudah sesuai dengan tujuan-tujuan tersebut?
Implementasi UU KIP masih belum berjalan efektif karena sebagian besar lembaga negara dan pemerintah belum sepenuhnya membuka informasi yang dikategorikan terbuka bagi publik. Dalam beberapa sengketa informasi publik yang telah diputuskan secara terbuka oleh Komisi Informasi Publik, ternyata tidak ditindaklanjuti oleh badan publik pemerintah dan negara. Mereka tetap saja tidak memberikan informasi publik pada pemohon informasi dan tidak ada sanksi tegas bagi badan publik tersebut. Meski dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP telah diatur mengenai adanya sanksi bagi badan publik yang tidak mematuhi putusan KIP, namun pasal ini sulit digunakan untuk mengganjar pejabat badan publik yang tidak memberikan informasi publik sebagaimana telah diputuskan oleh Komisi Informasi Publik. Akibatnya, tidak adanya sanksi bagi badan publik seperti ini, akhirnya implementasi UU KIP menjadi tidak berjalan efektif. Badan publik seringkali mengabaikan permintaan informasi yang diajukan oleh pemohon informasi publik.
Kenapa masih terjadi kendala oleh lembaga publik dalam menerapakan UU KIP. Terlebih saat ini, kemajuan teknologi berbasis internet telah merajai?
Kendala yang terjadi terletak pada cara berpikir atau perspektif pejabat publik dan penyelenggara lainnya tentang transparansi. Mereka belum memandang bahwa keterbukaan informasi publik penting untuk meningkatkan kualitas tata kelola pemerintah demokratik. Mindset berfikir mereka justru khwatir, jika informasi publik yang dikuasai lembaga negara atau pemerintah tersebar luas. Maka agenda khususnya agenda politik mereka serta praktek korupsi akan sulit dilakukan.
Dalam advokasi keterbukaan infomasi publik, hal apa yang telah dilakukan ICW untuk memperjuangkan keterbukaan publik lembaga publik agar lebih transparan?
Dalam hal ini, ICW telah berhasil memenangkan sengketa informasi terkait dengan :
1. Informasi dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan BOP (Biaya Operasional Pendidikan) dengan 5 SMP di Jakarta. Kemenangan dibuktikan oleh adanya putusan KIP bahwa informasi publik berupa salinan dokumen RKAS (Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah), dan SPJ (Surat Pertanggung Jawaban) 5 sekolah tersebut adalah informasi publik. 1 dari 5 sekolah telah memberikan dokumen yang diminta meski dokumen tersebut belum memenuhi keseluruhan informasi yang diminta oleh ICW.
Selain itu, ICW dan Gema Pena (Gerakan Masyarakat Peduli Pendidikan Nasional) berhasil mengadvokasi putusan KIP ini menjadi kebijakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud). Putusan ini telah dimuat dalam Juknis BOS 2015.
2. Sengketa antara ICW dengan Mabes Polri terkait dengan rekening gendut Perwira Tinggi Polisi. Komisi Informasi Publik memutuskan bahwa informasi rekening gendut yang diminta ICW adalah informasi publik. Akan tetapi, putusan ini tidak dipatuhi oleh Mabes Polri. Sampai saat ini Mabes Polri tidak kunjung memberikan informasi yang diminta.
3. Sengketa ICW dengan Parpol Politik terkait dengan informasi laporan keuangan Partai Politik pada tahun 2012.
Apa rekomendasi ICW dalam memperkuat impelementasi UU KIP kepada lembaga publik dan negara?
Dengan memperkuat UU KIP terutama menjadikan putusan KIP menjadi putusan yang langsung berkekuatan hukum tetap (inkracht). Bukan hanya itu, adanya penerapan sanksi administrasi dan hukum yang tegas bagi pejabat publik yang tidak memberikan informasi publik terutama informasi publik yang telah diputuskan oleh Komisi Informasi Publik juga harus di lakukan, karenanya hal ini berdampak pada efek jera.
Apa yang dapat dilakukan masyarakat agar mendapatkan haknya atas akses informasi?
Masyarakat harus terus memperjuangkan hak nya atas informasi publik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperkuat atau merevisi UU KIP sehingga impelementasinya menjadi lebih efektif. Selain itu, tetap konsisten dalam mengajukan dan mendorong transparasi lembaga pemerintah dan negara dalam memenuhi hak dan kebetuhan masyarakat atas informasi publik.