Rasanya Tak Adil Melarang Keluarga Pejabat Berbisnis

Yang pertama kali harus diminta sebelum membicarakan lagi perihal kegiatan bisnis anak-anak dan keluarga pejabat adalah menghilangkan trauma masa lalu, khususnya pada masa Orde Baru. Sepanjang kita belum mampu menghilangkan trauma itu, akan ada kecenderungan menolak bisnis keluarga pejabat. Sebab sudah terbukti selama itu, banyak penyimpangan terjadi. Anak-anak pejabat memanfaatkan fasilitas dan mendapat privilege luar biasa dalam berbisnis sehingga bisa dikatakan tidak wajar. Distorsi pasar terjadi dengan hebat bahkan sampai muncul istilah bisnis ''surat keputusan''. Hanya berbekal SK menteri sudah bisa menguasai pasar atau memperoleh captive market. KKN benar-benar marak dalam dunia bisnis.

-- Kalau semua itu sudah bisa ditanggulangi atau setidaknya diminimalkan, terutama setelah terjadi reformasi dan arus demokratisasi yang deras, kita tak boleh terjebak terus pada reaksi pada waktu dulu, yakni menganggap bisnis anak pejabat sebagai perbuatan buruk yang pasti sarat KKN sehingga harus dilarang. Sebab pada dasarnya yang dilarang itu bukan bisnis anak atau keluarga pejabat, tetapi praktik bisnis yang sarat KKN sehingga merusak kompetisi sehat di pasar. Merusak persaingan bebas sehingga terjadi distorsi dalam bentuk monopoli dan oligopoli. Semua dirugikan atas semua itu, baik pemerintah, masyarakat konsumen, maupun perekonomian secara keseluruhan yang menjadi inefisien serta rendah daya saingnya.

-- KKN dalam bisnis juga menjatuhkan kredibilitas Indonesia di mata internasional. Bagaimana mungkin investor tertarik ke sini kalau selalu terjadi diskriminasi di pasar. Yang berani masuk adalah yang besar-besar dan sudah bermitra dengan anak dan keluarga pejabat tinggi. Kalau tidak, mana mungkin bisnisnya bisa berjalan lancar. Karena sudah diawali dengan pola-pola yang berbau KKN, produk yang dihasilkan biasanya mahal dan merugikan masyarakat. Juga terjadi mark up besar-besaran. Itulah yang antara lain mengakibatkan banyak bank kolaps karena tak kuat menanggung beban kredit macet ratusan miliar bahkan triliunan rupiah. Pada masa lalu, bisnis anak pejabat demikian marak, mulai anak presiden sampai dengan anak pejabat di tingkat paling rendah.

-- Tugas kita sekarang bukanlah melarang bisnis anak dan keluarga pejabat. Sebab, itu pun melanggar hak mereka sebagai warga negara. Bukankah kegiatan bisnis, asalkan legal, juga merupakan sesuatu yang halal dalam upaya mencari nafkah dan memperoleh penghasilan. Betapa repot menjadi keluarga pejabat ketika masuk ke pegawai negeri dicurigai dan berbisnis pun sudah dicap KKN. Hal ini jelas tidak adil. Karena itu, kita sependapat dengan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang membolehkan anak dan keluarga pejabat berbisnis. Mereka tidak ada bedanya dengan yang lain, sebab yang menjadi pejabat adalah ayah atau anggota keluarga mereka. Namun kalau pejabat itu sendiri yang berbisnis memang jelas-jelas tidak diperbolehkan.

-- Ada hal yang lebih penting daripada semua itu adalah bagaimana memerangi KKN, mengefektifkan Komite Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), serta menjalankan semua peraturan menyangkut tender proyek dan lain-lain secara benar. Untuk itu, semua elemen masyarakat, terutama lembaga perwakilan rakyat, harus tetap menyoroti segala bentuk KKN termasuk yang terkait dengan kegiatan bisnis. Jelas ini bukan pekerjaan mudah. Karena itu diperlukan kerja keras dan konsistensi. Perlu juga dicatat, tanpa bisnis keluarga pejabat pun tidak otomatis KKN tidak berjalan. Sebab, kolusi antara pengusaha biasa yang bukan keluarga pejabat dan pejabat itu sendiri banyak terjadi, setidaknya berpotensi besar. Itulah sebabnya diperlukan kearifan dan pemahaman proporsional sebelum bersikap.

-- Namun kita tetap menghargai semangat yang melatarbelakangi penolakan terhadap bisnis keluarga pejabat dan tuntutan agar Presiden SBY mencabut pernyataannya. Semua itu dilandasi oleh keinginan untuk menegakkan komitmen, terutama bagi pemerintahan baru. Mereka sudah mengawali dengan berbagai gebrakan positif dalam pemberantasan KKN dan pemrosesan kasus-kasus dugaan KKN yang terjadi di lingkungan eksekutif, legislatif, serta dunia bisnis, termasuk perbankan. Jangan sampai hal itu dinodai oleh hal-hal yang sebenarnya merupakan pengulangan atas apa yang terjadi pada masa lalu. Namun, semangat murni itu jangan lalu salah arah dan tanpa pandang bulu, sampai-sampai harus melarang bisnis anak pejabat.

Tulisan ini merupakan tajuk rencana Suara Merdeka, 23 Desember 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan