Rakyat dalam Gerakan Anti Korupsi

Keberhasilan Gerakan Anti Korupsi tidak hanya diukur dari berapa banyak koruptor dipenjara dan berapa besar uang negara bisa diselamatkan. Akan tetapi, kesuksesannya juga diukur dari dampak gerakan ini terhadap pemerataan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
 
Oleh karena itu, jika ekonomi hanya dikuasai segelintir orang dan masih banyak rakyat miskin, gerakan ini belum berhasil mencapai tujuannya. Inilah sesungguhnya esensi dan tujuan akhir Gerakan Anti Korupsi (GAK).
 
Perluasan indikator keberhasilan bukan berarti menambah pekerjaan GAK. Sebaliknya, hal ini justru akan memperkuat legitimasi serta meningkatkan dan memperluas pengaruh gerakan ini terutama pada rakyat, terutama dari kalangan bawah.
 
Akar korupsi
Indonesia telah melakukan berbagai upaya memerangi korupsi. Lembaga penegak hukum, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan RI, dan Kepolisian RI, telah banyak menyeret pelaku korupsi ke penjara. Bahkan, kerugian negara karena korupsi juga telah diselamatkan. Selain itu, berbagai kebijakan dan anggaran untuk pencegahan korupsi juga telah digulirkan. Semua celah korupsi telah diupayakan ditutup seketat mungkin.
 
Namun, korupsi masih tetap saja terjadi di semua lini penyelenggaraan negara. Penindakan dan pencegahan korupsi seakan tiada artinya menyelamatkan negara dari praktik haram tersebut. Penindakan korupsi malah mendapatkan serangan balik berupa kriminalisasi pimpinan KPK dan pelemahan institusinya. Begitu juga pencegahan korupsi mengalami hal sama. Hampir semua kebijakan, program, sistem anti korupsi, dan reformasi birokrasi di semua instansi seakan tak mampu mencegah korupsi.
 
Lalu, di mana akar masalah sehingga upaya tersebut belum menunjukkan dampak signifikan terhadap pengelolaan negara yang bersih, apalagi berdampak terhadap kesejahteraan rakyat?
 
Korupsi berakar pada politik penyelenggaraan negara yang tidak sehat. Institusi dan aparatur negara dikuasai secara tak langsung oleh elite politik yang didukung birokrat dan kelompok bisnis. Korupsi dalam pengertian lebih luas dijadikan sebagai metode untuk memperoleh, mempertahankan, dan memperluas pengaruh mereka dalam pengelolaan negara.
 
Korupsi juga digunakan melayani akumulasi modal kelompok bisnis tertentu dibandingkan mendorong pemerataan ekonomi, apalagi mewujudkan kesejahteraan rakyat. Praktik serupa juga dilakukan oleh politisi, birokrat, dan pengusaha di tingkat lebih rendah ataupun di daerah.
 
Oleh karena itu, wajar jika upaya pemberantasan korupsi tidak mendapatkan tempat dalam pengelolaan negara. Sebaliknya, gerakan ini justru dilemahkan, bahkan jika perlu dimatikan agar tidak mengganggu, menghambat, dan mematikan upaya pemberantasan korupsi tersebut.
 
Ada dua sasaran utama GAK mengatasi oligarki korup. Pertama adalah bagaimana mendorong, mengawal, dan mengawasi pengelolaan sumber daya negara sehingga tidak diselewengkan melayani akumulasi modal kelompok bisnis daripada melayani kesejahteraan rakyat. Upaya membangun, mengawal, dan mengawasi kebijakan dan sistem anti korupsi pada aspek pencegahan dan penindakan juga harus senantiasa dilakukan. Tujuannya, agar sistem ini tidak dibajak, dilemahkan, atau dimatikan oleh kelompok oligarki tersebut.
 
Kedua adalah menggantikan kelompok oligarki dan jaringan pendukungnya yang menggunakan korupsi sebagai cara untuk memperoleh, mempertahankan, dan memperluas pengaruhnya dalam pengelolaan negara dan pemerintahan. Oligarki ini adalah kelompok yang terganggu oleh GAK dan terus-menerus menggunakan sumber daya dan jaringannya untuk mendiskreditkan, melemahkan, dan mematikan gerakan anti korupsi. Oligarki koruptif harus dihambat dan wajib dimatikan aksesnya terhadap politik dan ekonomi negara. GAK harus mampu menggantinya dengan kelompok lain yang bersih dari korupsi.
 
Menggerakkan rakyat
Dalam konteks inilah, GAK harus muncul dari kekuatan rakyat yang terorganisasi, luas, dan berkelanjutan dari seluruh rakyat Indonesia. Gerakan berbasis rakyat ini ditujukan untuk membangun, mengawasi, dan mengawal sistem anti korupsi dari upaya pelemahan dan mematikan pemberantasan korupsi.
 
Tak hanya itu, partisipasi terorganisasi juga ditujukan untuk mengganggu, menghambat, dan menghilangkan pengaruh oligarki korup melalui berbagai kontestasi elektoral, seperti pemilu, pilpres, dan pilkada. Elektoral adalah jembatan oligarki untuk menguasai politik ekonomi negara sehingga harus diputus. Gerakan rakyat terorganisasi dan masif diharapkan juga mampu mendorong munculnya kekuatan politik baru yang tak menyelewengkan sumber daya negara demi kepentingan kelompoknya.
 
Menggerakkan rakyat dalam sebuah gerakan terorganisasi, masif, dan berkelanjutan terkait isu anti korupsi memang tak semudah membalik telapak tangan. Akan tetapi, hal ini bukanlah sebuah kemustahilan untuk diwujudkan. Terdapat tiga rangkaian tantangan yang harus diatasi dalam membangun gerakan rakyat terorganisasi, masif, dan berkelanjutan. Pertama, bagaimana anti korupsi jadi kebutuhan bersama seluruh rakyat Indonesia.
 
Korupsi menyebabkan birokrasi berperilaku buruk dan tidak profesional melayani rakyat. Korupsi menyebabkan hukum tajam bagi rakyat bawah dan tumpul bagi elite tertentu. Korupsi telah menyebabkan pendapatan rakyat menjadi tidak maksimal dan jatuh miskin.
 
Korupsi menyebabkan mereka kesulitan menyekolahkan anaknya ke sekolah bermutu. Korupsi telah menyebabkan mereka kesakitan dan bahkan kematian karena tidak mendapatkan pelayanan kesehatan. Jika hal ini telah menjadi pengetahuan dan kesadaran luas dari rakyat, kebutuhan bersama melawan seluruh praktik korupsi akan terwujud.
 
Kedua adalah bagaimana membangun identitas bersama sebagai korban korupsi. Identitas ini sangat penting untuk membangun solidaritas dan soliditas sesama korban korupsi.
 
Ketiga, bagaimana mengarahkan kebutuhan dan identitas bersama tersebut menjadi perjuangan bersama memberantas korupsi. Memberantas korupsi tidak dapat dilakukan hanya oleh satu-dua individu atau bahkan lembaga anti korupsi. Perjuangan anti korupsi adalah perjuangan total seluruh rakyat dan para pendukung anti korupsi.
 
Untuk mewujudkan hal tersebut, keberhasilan gerakan ini tidak saja diukur dari sisi penegakan hukum ataupun pencegahan korupsi, tetapi dibutuhkan indikator keberhasilan lebih luas. Pemberantasan korupsi harus diukur seberapa besar bersih pengelolaan sumber daya negara untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
 
Jika GAK tidak memiliki visi sampai pada titik ini, sulit mengharapkan gerakan ini efektif memberantas korupsi. Semua upaya pemberantasan korupsi, akan selalu berhadapan dengan kekuatan politik bisnis atau oligarki koruptif. Rakyat masif dan terorganisasi adalah resepnya, dan hal ini bisa terwujud jika GAK juga menyasar upaya peningkatan kesejahteraan rakyat.
 
FEBRI HENDRI AA, Koordinator Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch
 
Tulisan ini disalin dari Kompas, 5 Agustus 2015

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan