Putusan Pengadilan atas Koruptor Makin Melemah
Putusan pengadilan terhadap koruptor selama tahun 2009 dinilai melemah. Selain karena tidak optimalnya pengadilan umum dalam menangani kasus korupsi, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juga dinilai melemah dengan memberi hukuman ringan kepada koruptor.
Demikian laporan tahunan Indonesia Corruption Watch (ICW) berjudul ”Masa Depan Pemberantasan Korupsi Mengkhawatirkan”. Laporan itu disampaikan dalam konferensi pers oleh dua pegiat ICW, Emerson Yuntho dan Illian Deta Arta Sari, di Jakarta, Minggu (10/1).
Emerson mengatakan, meskipun Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A Tumpa menyatakan akan berkomitmen dengan pemberantasan korupsi, faktanya pengadilan umum masih gagal memberikan perubahan signifikan terhadap agenda pemberantasan korupsi. Pengadilan masih menjadi tempat berlindung bagi koruptor.
”Baik MA maupun pengadilan umum di bawahnya (pengadilan tinggi dan pengadilan negeri) masih menjadi lembaga idola bagi para koruptor,” kata Emerson.
Berdasarkan pemantauan yang dilakukan ICW, dari 378 terdakwa korupsi yang telah diperiksa dan diputus oleh pengadilan umum di Indonesia, sebanyak 224 terdakwa (59,26 persen) divonis bebas. Hanya 154 terdakwa (40,74 persen) yang akhirnya divonis bersalah. Namun, dari yang akhirnya diputus bersalah tersebut, dapat dikatakan belum memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi karena ringannya hukuman.
Sebanyak 81 terdakwa (21,43 persen) divonis di bawah satu tahun penjara, 23 terdakwa (6,87 persen) divonis satu hingga dua tahun, 26 terdakwa (6,87 persen) divonis dua hingga lima tahun, dan hanya 6 terdakwa (1,58 persen) yang divonis lebih lima hingga sepuluh tahun. Hanya satu terdakwa yang divonis di atas 10 tahun (0,26 persen). Hal yang memprihatinkan terdapat 16 terdakwa perkara korupsi yang divonis percobaan (4,23 persen).
”Fenomena putusan pengadilan umum yang tidak mendukung pemberantasan korupsi dan tidak adil bagi orang miskin menunjukkan bahwa institusi pengadilan sulit diharapkan menjadi benteng keadilan,” kata Emerson.
Kondisi ini, tambah Emerson, makin diperparah dengan studi banding yang dilakukan sedikitnya 91 pejabat pengadilan ke luar negeri pada akhir tahun 2009.
”Studi banding ini lebih tepat sebagai jalan-jalan ke luar negeri karena kita tidak pernah tahu apa hasil studi banding dan manfaat yang dapat diperoleh untuk memperbaiki citra pengadilan yang tetap buruk,” kata dia.
Pengadilan Tipikor
Illian mengatakan, meskipun hingga saat ini tidak ada vonis bebas atau percobaan dari Pengadilan Tipikor, muncul kekhawatiran terjadi pelemahan terhadap institusi ini khususnya dalam penjatuhan vonis. Tahun 2009 ditandai dengan munculnya vonis ringan bagi pelaku korupsi dan pengurangan hukuman di tingkat kasasi atau peninjauan kembali.
Illian mencontohkan, vonis ringan yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Tinggi Tipikor kepada Syahrial Oesman mantan Gubernur Sumatera Selatan, terdakwa proyek pembangunan pelabuhan Tanjung Api Api yang divonis satu tahun penjara. (AIK)
Sumber: Kompas, 12 Januari 2010