Putusan Kasus Urip Jadi Acuan Hakim
Putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi yang diajukan mantan jaksa Urip Tri Gunawan perlu menjadi acuan hakim untuk tidak ragu menghukum secara pantas terdakwa perkara korupsi. Putusan itu, jika diikuti dengan putusan lain yang konsisten, juga akan menaikkan citra Mahkamah Agung.
”Kekecewaan masyarakat atas putusan hakim selama ini adalah banyak yang seolah-olah diambil tanpa memerhatikan masalah serius yang sedang dihadapi bangsa,” papar mantan hakim agung Benjamin Mangkoedilaga, Kamis (12/3) di Jakarta.
Rabu lalu, majelis hakim agung menetapkan Urip tetap dihukum 20 tahun penjara. Putusan itu diambil karena tidak ditemukan ada kekeliruan penerapan hukum dalam putusan majelis hakim di tingkat banding.
Urip dihukum karena menerima 660.000 dollar Amerika Serikat sebagai akibat dari tindakannya berhubungan dengan kasus Sjamsul Nursalim, pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia dan penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Urip mendapatkan dana tersebut dari Artalyta Suryani.
Benjamin menuturkan, masalah yang dihadapi hakim selalu berbeda pada setiap zaman. ”Tahun 1950-1960, keutuhan bangsa menjadi persoalan utama di Indonesia. Saat itu hakim tak menolerir perkara yang menyangkut kedaulatan bangsa, seperti pemberontakan,” ucapnya.
Saat ini, lanjutnya, salah satu masalah utama bangsa adalah korupsi. Karena itu, hakim harus tidak ragu menjatuhkan hukuman maksimal dalam perkara korupsi.
Secara terpisah, Emerson Yuntho dari Indonesia Corruption Watch menilai, putusan MA terhadap permohonan kasasi Urip belum menjadi jaminan jika lembaga itu lebih responsif terhadap perkara korupsi.
Menurut Emerson, selama ini MA cenderung memperkuat putusan perkara yang diadili di pengadilan khusus tindak pidana korupsi. Namun, hal itu tak berlaku untuk perkara yang diadili di pengadilan umum. Bahkan, vonis bebas untuk perkara korupsi yang diadili di pengadilan umum cenderung naik.
Di Kejaksaan Agung, Kamis, Jaksa Agung Pembinaan Darmono mengatakan, kinerja dan mental spiritual jaksa harus lebih baik pada masa mendatang. Penyimpangan di kejaksaan akan diupayakan seminimal mungkin. Untuk itu, kejaksaan terus ditata dan dikendalikan sesuai dengan aturan yang ada. (nwo/idr)
Sumber: Kompas, 13 Maret 2009