Putusan Hakim Mengejutkan

Putusan terhadap Gayus HP Tambunan, selama tujuh tahun penjara, yang dijatuhkan majelis hakim PN Jakarta Selatan, Rabu (19/1), mengejutkan berbagai kalangan. Vonis itu, selain jauh dari tuntutan jaksa selama 20 tahun penjara, juga dinilai tak sesuai rasa keadilan.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, seperti dikatakan Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha di Istana Kepresidenan, Rabu, belum memberikan tanggapan terhadap vonis Gayus itu. Namun, Presiden terkejut dengan keterangan Gayus berkaitan Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum.

Wakil Ketua DPR Pramono Anung menilai, vonis atas Gayus, selain mengejutkan, juga ironis jika dibandingkan dengan tingginya harapan publik terhadap penuntasan kasus ini. Putusan itu menunjukkan kasus Gayus masih jauh dari selesai.

”Hukuman itu juga semakin membuktikan Gayus memiliki kekuatan di luar dirinya,” katanya. Pramono (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) juga melihat Gayus sedang memainkan peran yang tahu keinginan publik sehingga selalu ada hal baru yang dia sampaikan.

Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera Mahfudz Siddiq menilai, vonis terhadap Gayus tidak hanya menimbulkan ketidakpuasan di masyarakat, tetapi juga memunculkan pertanyaan. Meski demikian, vonis itu tetap harus dihormati.

Putusan terhadap Gayus juga mendapatkan perhatian dari dunia internasional. Vonis itu ditulis kantor berita asing Reuters dengan judul ”Akhir Cerita Petugas Pajak Indonesia yang Korup dan Pengguna Rambut Palsu”. Judul berita di kantor berita AP adalah ”Petugas Pajak Indonesia yang Korup Mendapat Hukuman Tujuh Tahun Penjara”. Dalam beritanya, AP menulis, vonis itu membuat marah banyak orang di Indonesia, negara yang tengah berusaha mengubah citranya sebagai negeri paling korup.

Kantor berita AFP membuat berita berjudul ”Petugas Pajak Indonesia Dihukum Penjara dalam Kasus Suap Besar”. AFP menuliskan, yang dilakukan Gayus membuat negeri korup itu terkejut. Tak ketinggalan, diceritakan pula Gayus yang bisa 68 kali meninggalkan Rumah Tahanan Brimob, Kelapa Dua, Depok; kehadirannya di Bali; membeli paspor palsu; serta pergi ke Makau dan Singapura.

Tujuh tahun penjara
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, yang dipimpin Albertina Ho, menghukum mantan pegawai pajak Gayus HP Tambunan selama tujuh tahun penjara. Gayus dinyatakan terbukti menyalahgunakan wewenang saat menjadi pegawai pajak, menyuap polisi dan hakim, serta memberikan keterangan palsu dalam proses penyidikan.

Saat putusan dibacakan, ruang pengadilan penuh sesak. Majelis mengatakan, Gayus terbukti menyalahgunakan wewenang saat menangani keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT) sehingga merugikan negara Rp 570,92 juta. Ia juga terbukti turut serta memberikan uang kepada polisi senilai total 10.000 dollar Amerika Serikat (AS), memberikan uang kepada hakim sebesar 40.000 dollar AS saat beperkara di PN Tangerang, dan memberikan keterangan palsu soal uangnya senilai Rp 28 miliar yang diduga berasal dari hasil korupsi.

Tindak pidana yang dinyatakan terbukti dilakukan Gayus itu sesuai tuntutan jaksa, yang meminta terdakwa dihukum 20 tahun penjara pada 22 Desember 2010. Namun, majelis hakim menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara kepada Gayus.

Dalam tuntutannya, jaksa antara lain mencantumkan sejumlah hal yang memberatkan Gayus, yakni tidak menyesali perbuatannya, kembali melakukan tindak pidana, dan tidak ada hal yang meringankannya.

Namun, Albertina Ho mengatakan, pertimbangan putusan hakim dibatasi hanya pada fakta persidangan. Hakim tidak mempertimbangkan tindak pidana lain yang dilakukan Gayus, seperti dugaan penyuapan kepada petugas Rumah Tahanan Brimob, Kelapa Dua, sehingga bisa keluar dari penjara dan dugaan pemalsuan paspor. Majelis hakim juga memasukkan hal yang meringankan, antara lain terdakwa berterus terang, masih muda, memiliki anak-anak yang perlu dibimbing, dan belum pernah dihukum.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Babul Khoir Harahap mengatakan, Kejaksaan akan melakukan banding terhadap putusan itu. “Kalau vonis hakim kurang dari dua pertiga tuntutan jaksa, Kejaksaan akan melakukan upaya banding,” katanya.

Tudingan Gayus
Seusai sidang, Gayus menyatakan apresiasinya pada putusan majelis hakim. ”Tak seperti jaksa penuntut umum yang menuntut tinggi sehingga menimbulkan kesan saya penjahat nomor satu di Indonesia,” katanya.

Gayus juga menumpahkan kekesalannya kepada anggota Satgas, seperti Denny Indrayana, Mas Achmad Santosa, dan Yunus Husein. Ia menuding Satgas telah memanfaatkan kasusnya untuk kepentingan politik, terutama terkait soal asal usul uangnya yang berasal dari PT Kaltim Prima Coal, PT Arutmin, dan PT Bumi Resources yang sebagian sahamnya dimiliki keluarga Aburizal Bakrie.

Gayus menyatakan, Satgas mengembuskan isu yang tidak benar, seperti ia bertemu Aburizal Bakrie di Bali dan seringnya ia pergi ke luar negeri. Satgas juga dituding tak serius membongkar mafia pajak dan mafia hukum.

Ia pun mengatakan, John Jerome Grice, warga negara asing yang diduga sebagai aktor di balik pembuatan paspor palsunya atas nama Sony Laksono, adalah agen Badan Pusat Intelijen AS (CIA). Tak hanya itu, Gayus juga menyebutkan, segala aksi John diketahui dan direstui anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum. ”Berdasarkan cerita John Grice kepada saya, ia adalah agen CIA dan semua kegiatannya diketahui dan direstui seorang anggota Satgas,” ujar Gayus.

Pengacara Gayus, Adnan Buyung Nasution, juga mengatakan, perkara Gayus telah dipolitisasi. Itu karena wajib pajak yang diekspos hanyalah tiga perusahaan yang dimiliki keluarga Aburizal Bakrie. Padahal, ada 44 perusahaan yang keberatan pajaknya ditangani langsung oleh Gayus.

Adnan Buyung juga menuding adanya rekayasa untuk membentuk opini bahwa Gayus adalah penjahat kakap sehingga mengaburkan peran mafia hukum dan mafia pajak yang sesungguhnya.

Satgas menolak
Sebaliknya, Satgas Pemberantasan Mafia Hukum menepis semua tuduhan Gayus dan kuasa hukumnya, Adnan Buyung, yang menyatakan Satgas berada di balik kepergian Gayus ke Singapura. Bantahan, yang siaran persnya dibagikan kepada pers di Kantor Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) di Jakarta, Rabu malam, dibacakan anggota Satgas, Mas Achmad Santosa, yang didampingi Denny Indrayana, Wakil Jaksa Agung Dharmono, serta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein. Ketua Satgas dan Ketua UKP4, Kuntoro Mangkusubroto, serta anggota Satgas lainnya, Herman Effendi, berhalangan hadir. Kuntoro di AS dan Herman sakit.

”Satgas membantah keras semua tuduhan Gayus yang tidak berdasarkan fakta dan mengaburkan mafia pajak serta peradilan yang dilakukannya dengan pihak lain,” kata Mas Achmad.

Terkait tuduhan Gayus yang menyebutkan Satgas menyuruhnya ke Singapura, ujar Mas Achmad, juga tidak benar.

”Satgas tidak tahu-menahu Gayus kabur ke Singapura. Dari pesan BlackBerry (BB) terlihat jelas di mana keberadaan Gayus,” katanya seraya mengingatkan untuk membagikan transkrip BB yang dimiliki Denny.

Menurut Mas Achmad, soal tuduhan Gayus, bahwa ia tidak mengungkapkan asal muasal dana Rp 50 miliar yang berada di safe deposit box dan sebaliknya yang menyebutkan dana itu berasal dari Bakrie Group adalah Satgas, juga sangat bertentangan dengan data dan fakta yang selama ini muncul dengan sangat jelas di hadapan publik.

”Adalah Gayus dan kuasa hukumnya, Adnan Buyung Nasution, yang dalam berbagai kesempatan, termasuk di pengadilan, menyebut nama tiga perusahaan, yaitu Kaltim Prima Coal, Arutmin, dan Bumi Resources, perusahaan yang telah menyuap dirinya,” ujar Mas Achmad seraya menunjukkan rekaman video percakapan Gayus dengan Badan Reserse Kriminal Polri.

Mengenai tuduhan kepada Satgas bahwa Adnan Buyung ditunjuk sebagai kuasa hukum Gayus, informasi itu juga tidak akurat. ”Benar satu hal yang menjadi perhatian Satgas, Gayus perlu didampingi advokat berintegritas yang memiliki komitmen pemberantasan korupsi agar mafia hukum terungkap tuntas. Karena itu, dalam pertemuan ketiga dengan Gayus, Satgas menyarankan beberapa opsi, salah satunya menyampaikan opsi kuasa hukum Adnan Buyung, Bambang Widjojanto, Alex Lay, dan Taufik Basari. Gayus sendiri yang memutuskan didampingi Adnan Buyung,” ucap Mas Achmad.

Mas Achmad juga menyangkal adanya agen CIA yang direstui anggota Satgas. Ia menyebutkan, hal itu sama sekali tidak benar. ”Satgas sama sekali tak tahu- menahu soal CIA. Gayus harus membuktikan informasi yang diterimanya itu,” katanya.

Tentang apakah Satgas bakal menggugat balik Gayus, Darmono menyatakan tidak.

”Untuk apa? Perintah Presiden supaya itu diklarifikasi saja,” katanya. (FAJ/NIT/AIK/FER/ NWO/ATO/HAR)
 
Sumber: Kompas, 20 Januari 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan