Putihkan 31 Kasus; KPK Perlu Periksa Pejabat Bapepam
Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa sejumlah kepala biro di Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) yang diduga terlibat dalam pemutihan 31 kasus yang diputuskan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam).
KPK harus proaktif dan memanggil kepala Bapepam dan para kepala biro untuk menjelaskan alasan mereka melakukan pemutihan kasus, kata Ketua ICW Teten Masduki, Selasa (21/8).
Tindakan Bapepam ini jelas-jelas bertentangan dengan upaya penegakan hukum oleh Kejagung, Polri, dan BI dalam penyelesaian BLBI dan kasus-kasus yang diduga merugikan keuangan negara dalam skala besar.
Fuad Rachmani selaku ketua Bapepam terkesan 'lembek' dan tidak mampu melakukan terobosan penyelesaian kasus-kasus pasar modal secara tuntas, kata Teten.
Jika selama ini ada argumen bukti yang diserahkan ke Kejagung belum cukup karena itu berkas perkara sering kali dikembalikan, paling tidak harus ada transparansi kepada publik.
Bapepam malah terkesan menutup-nutupi masalah, ini kan menjadi pertanyaan besar, kata Teten.
Menurutnya, jika ingin memutihkan kasus-kasus dugaan pelanggaran pasar modal maka Bapepam harus mengumumkannya ke masyarakat sehingga ada transparansi.
Umumkan saja ke media massa kasus-kasus mana yang tidak bisa diatasi dan kemukakan alasannya secara terbuka, tandasnya.
Sumber SH di Bapepam menyebutkan beberapa kasus yang diduga merugikan negara ratusan miliar atau bahkan triliunan rupiah yang diputihkan oleh Bapepam, di antaranya kasus Makindo, Bank Bali, Bank Global, dan Bank Lippo. Contoh terbaru ketidaktransparanan Bapepam adalah konflik kepemilikan saham di PT Sari Husada Tbk yang nilainya mencapai lebih dari Rp 100 miliar, kata sumber SH.
Sebelumnya, Kepala Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Fuad Rachmani mengemukakan, langkah cuci gudang ditempuh guna mengurangi kasus yang tak mungkin tertangani lagi oleh Bapepam.
Fuad belum dapat memastikan periode kasus yang akan diputihkan sebelum menggelar rapat khusus guna meninjau ulang kasus-kasus yang tersisa.
Antara 2003-2007, Bapepam-LK menerima 52 laporan dugaan pelanggaran. Sembilan di antaranya sudah diselesaikan dengan pemberian sanksi administratif sedang 12 kasus masih dalam proses penjatuhan sanksi. Sisanya, 31 kasus, masih dalam proses pemeriksaan.
Kepala Biro Perundang-undangan dan Bantuan Hukum Bapepam-LK Robinson Simbolon mengatakan, dari 31 kasus itulah, nantinya Bapepam-LK melakukan cuci gudang dengan alasan tertentu.
Menurut Robinson, kriteria penghapusan di antaranya karena tak ada data yang lengkap, alamat emiten tidak jelas, direksi telah melarikan diri, dan kasus telah kedaluwarsa. Sementara itu, untuk kriteria kedaluwarsa, Bapepam-LK belum menetapkan periode kasus. Salah satu contohnya, kata Robinson, adalah kasus Bank Bali yang sudah lama mati, namun masih tercatat di Bapepam-LK.
Gelar Perkara
Rencana pemutihan kasus pasar modal ini mengejutkan pengamat pasar modal Yanuar Rizky yang melihat kebijakan tersebut keliru dan tidak berdasar. Tujuannya apa Bapepam menutup kasus ini? Kalau penegak hukum saja sudah menunjukkan potret frustrasi, bagaimana mau memutuskan kasus di pasar modal? sesal Yanuar.
Yanuar mengatakan selama ini Bapepam-LK juga tidak pernah terbuka terhadap kasus-kasus yang sedang diperiksa.
Jika kasus tersebut ditutup, kata dia, implikasinya bakal panjang. Pasalnya, saat ini pemerintah sedang membuka kembali keran penyelidikan terhadap kasus-kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang sebelumnya sempat redup. Seperti diketahui, banyak transaksi BLBI yang pengembalian (recovery) asetnya dilakukan lewat mekanisme pasar modal. Kalau kasus itu ditutup, tentu saja hal ini akan menghilangkan jejak para pengemplang BLBI itu, ujar Yanuar.
Yanuar menambahkan, UU Pasar Modal sendiri mencantumkan klausul yang mengatakan data-data transaksi perdagangan di pasar modal harus disimpan selama 10 tahun. Itu artinya, untuk perkara 10 tahun ke belakang, masih bisa dilakukan penyelidikan. Saya tidak menerima hal-hal seperti ini, karena Bapepam-LK adalah penegak hukum, tegasnya.
Jika pemutihan tetap dilaksanakan, Yanuar menyarankan agar Bapepam-LK melakukan gelar perkara lebih dulu terhadap kasus-kasus yang akan diputihkan. Tujuannya, agar publik dapat menilai, apakah perkara itu layak untuk diputihkan atau tidak. --Oleh Danang J Murdono/Sigit Wibowo
Sumber: Sinar Harapan, 21 Agustus 2007