Puteh Kembali Diperiksa 13 Jam; Helikopter Dibeli karena Situasi Mendesak [16/07/04]

Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Abdullah Puteh kemarin kembali diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tersangka korupsi pengadaan helikopter PLC Ple Rostov jenis MI-2 buatan Rusia senilai Rp 12,5 miliar itu diperiksa selama 13 jam yang dimulai pukul 09.00.

Pemeriksaan hari kedua tersebut memasuki tahap khusus untuk mengorek lebih jauh kemungkinan keterlibatan Puteh dalam kasus korupsi yang diduga menimbulkan kerugian keuangan negara senilai Rp 4 miliar. Hal itu dilakukan untuk menajamkan pemeriksaan pada Rabu (14/6) yang lebih bersifat umum.

Pemeriksaan sebelumnya (Rabu lalu) masih berkisar hal yang umum. Semua pertanyaan memang dijawab baik oleh Pak Puteh. Namun, karena belum ada kesimpulan, akhirnya hari ini (kemarin) kami periksa lagi, ujar Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas kepada pers di Gedung KPK, Jl Veteran III, Jakarta, kemarin.

Berbeda dari pemeriksaan sebelumnya, Puteh kemarin tiba di gedung KPK sekitar pukul 08.30 atau setengah jam sebelum jadwal pemeriksaan. Puluhan wartawan yang menunggu di teras gedung KPK ternyata tetap terkecoh oleh ulah Puteh yang masuk ke ruang pemeriksaan lewat pintu belakang gedung KPK. Kebetulan, pintu belakang tidak terpantau wartawan.

Dalam pemeriksaan yang digelar di lantai III gedung KPK tersebut, ketua tim penyidik tetap dipimpin Kombes Djaswardhana SH. Puteh yang juga Penguasa Darurat Sipil Daerah (PDSD) itu didampingi tim pengacara Otto Cornelis Kaligis. Bedanya, kali ini, tim pengacara Puteh bertambah karena pengacara Eggy Sudjana dan Denny Situanda juga terlihat di sela-sela pemeriksaan.

Sekitar pukul 21.35, Puteh tampak keluar dari ruang pemeriksaan di lantai III gedung KPK. Kali ini, dia lebih bersikap kooperatif dengan wartawan. Dia melayani sejumlah wawancara. Puteh membantah bahwa terjadi kerugian negara dalam kasus pembelian helikopter MI-2 tersebut. Kami memang tidak memproses tender atau lelang dalam pengadaan heli itu. Sebab, situasi di Aceh yang kala itu ada GAM (Gerakan Aceh Merdeka) mendesak, jelas Puteh seusai pemeriksaan sekitar pukul 21.35.

Puteh mengatakan, penunjukan langsung dimaksud didasari Keppres Nomor 18/2000 yang menyatakan bahwa pembelian barang spesifik dan pabrik serta dalam kondisi mendesak boleh dilakukan penunjukan langsung. Selain itu, sesuai SKB Menkeu dan Kepala Bappenas Nomor S-42/A/2002-No.S-2262/D.2/05/2000.

Lebih lanjut Puteh menjelaskan, akibat serangan GAM di sejumlah pelosok di Aceh, kondisi jalanan sangat rusak. Akibatnya, pejabat NAD kesulitan melakukan perjalanan dinas di daerah pelosok. Lewat jalan darat kita diserang GAM, lewat laut nggak punya kapal. Satu-satunya jalan untuk bisa ke sana adalah menggunakan helikopter, katanya.

Puteh sendiri mengaku ide pembelian helikopter berasal dari pertemuannya dengan para bupati beberapa waktu lalu. Dalam kesempatan itu, Bupati Bireuen Hamdani Raden menyarankan agar helikopter tersebut dibeli. Namun, karena Pemprov NAD tidak memiliki cukup dana, dilakukanlah pembiayaan secara gotong-royong menggunakan dana APBD atas persetujuan prinsip dari DPRD Provinsi NAD.

Ada pula bantuan dari sejumlah kabupaten dan kota dalam pembelian helikopter tersebut, katanya. Jumlah setoran dana bervariasi dengan kisaran Rp 700 juta.

Sementara itu, pemeriksaan Puteh kemarin sempat diwarnai kedatangan sejumlah aktivis mahasiswa dan LSM yang mendesak agar Puteh segera diberhentikan. Di antaranya sejumlah aktivis mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-NAD beranggota aktivis dari BEM Unsyah, Universitas Abdul Jatamah Aceh, Unmuh Aceh, Universitas Serambi Mekkah, IAIN Arraniry, dan Universitas Iskandar Muda. Rombongan aktivis itu dipimpin Presiden BEM IAIN Arraniry Syaiful Akmal.

Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Teten Masduki juga mendatangi gedung KPK. Seperti halnya aktivis mahasiswa, Teten minta presiden segera memberhentikan sementara Puteh. Saya menyayangkan langkah positif KPK itu tidak mendapat dukungan sepenuhnya dari Megawati. Padahal, begitu terbukti sebagai tersangka, presiden seharusnya segera menonaktifkan Puteh, kata Teten.

Kedatangan Teten di gedung KPK juga untuk mendampingi para aktivis Solidaritas Rakyat Aceh Antikorupsi (Sorak), yang melaporkan adanya indikasi korupsi APBD oleh anggota DPRD NAD yang diduga merugikan negara lebih dari Rp 8,2 miliar.

Sementara itu, pengacara Puteh, O.C. Kaligis, meminta aktivis LSM tidak gegabah menarik kasus korupsi pengadaan helikopter MI-2 ke wilayah politik. Menurut Kaligis, jika LSM memiliki bukti, harus dibuktikan di pengadilan. Kasus ini ada nuansa ditarik ke nuansa politik. Ini peristiwa hukum. Teman-teman LSM kita menyerang Pak Puteh kepada Ibu Mega agar dinonaktifkan. Itu politik. Bila dilihat secara hukumnya, menjadi tersangka saja tidak pantas, kata Kaligis. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 16 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan