Puteh Diancam 20 Tahun Penjara

Gubernur Nanggroe Aceh Abdullah Puteh terancam hukuman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar. Tuntutan ini disampaikan jaksa penuntut umum KPK Khaidir Ramli dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta kemarin. Politikus Partai Golkar ini didakwa telah merugikan negara sebesar Rp 13.687.500.000 dalam kasus pembelian helikopter tipe MI-2 dan VIP Cabin versi sipil.

Kasus yang membelit Puteh berawal dari presentasi pesawat terbang buatan Rusia dari Presiden Direktur PT Putra Pobiagan Mandiri (PPM) Bram H.D. Manoppo pada gubernur se-Sumatera pada 2001. Hal ini ditindaklanjuti dengan penandatanganan letter of intent oleh Puteh. Isinya, pemerintah Nanggroe Aceh bermaksud membeli satu unit pesawat helikopter tipe MI-2, VIP Cabin, versi sipil buatan tahun 2000-2001 dari pabrik Mil Moscow Helicopter Plant Russia.

Menurut penuntut umum KPK, uang pembelian helikopter tersebut belum tersedia dalam APBD Nanggroe Aceh. Pembelian ini juga belum dimintakan persetujuan dari DPRD Aceh, kata Khaidir Ramli dalam surat dakwaannya. Selain Khaidir Ramli, dua jaksa penuntut umum lainnya adalah Wisnu Baroto dan Yessi Esmiralda.

Pada Juli 2001, atas saran terdakwa, Bram H.D. Manoppo meminta uang muka sebesar Rp 4 miliar sebagai panjar. Pada 7 Agustus 2001, Puteh meminta bupati dan anggota DPRD menandatangani surat pernyataan yang isinya menyetujui penggunaan dana special treatment. Jumlah masing-masing sebesar Rp 700 juta. Dana yang terkumpul sebanyak Rp 9,1 miliar ternyata tidak dimasukkan dalam perubahan APBD 2001 maupun 2002.

Perjanjian jual-beli baru dilaksanakan pada 26 Juni 2002. Isinya Pemda Aceh membeli helikopter MI-2. Helikopter dalam kondisi 100 persen baru dan dibuat tahun 2000-2001 dengan harga sebesar US$ 1.250.000. Pada Juli 2002, Pemda Aceh membayar Rp 3,5 miliar pada PT PPM. Selanjutnya pembayaran dilakukan pada November 2002 sebesar Rp 3,4 miliar dari rekening pribadi terdakwa setelah sebelumnya meminta dana dari bendaharawan umum.

Abdullah Puteh membantah semua dakwaan tadi. Saya tidak memahami dakwaan karena tidak jelas, kata Puteh yang didampingi kuasa hukumnya, O.C. Kaligis, Juan Felix Tampubolon, dan Mohamad Assegaf. Menurut Puteh, pembelian helikopter itu sah dan dilakukan dengan terencana dan terprogram. Apalagi gagasan pembelian helikopter bukan datang dari gubernur, tapi dari 13 bupati di Aceh. Ia juga membantah dakwaan bahwa helikopter itu tidak ada. Helikopter itu sudah ada dan berfungsi memantau Aceh, katanya.

Kuasa hukum Abdullah Puteh juga mengajukan keberatan tentang status jaksa penuntut umum. Menurut Muhammad Assegaf, salah satu penuntut umum masih berstatus sebagai jaksa. Mereka juga mengajukan penangguhan penahanan terdakwa karena kondisi Aceh yang sedang ditimpa bencana. Apalagi Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso sebagai Ketua Asosiasi Gubernur se-Indonesia bersedia menjadi jaminan. Sutarto/Ami Afriati

Sumber: Koran Tempo, 28 Desember 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan