Putar Rekaman Telepon Ari Muladi-Ade Rahardja

Majelis Hakim Tipikor saat Sidang Anggodo
Sidang terdakwa dugaan suap dan upaya menghalang-halangi penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Anggodo Widjojo, kembali dilangsungkan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, kemarin (13/7). Sidang tersebut memberikan angin segar bagi kubu Anggodo.

Sebab, majelis hakim yang diketuai Tjokorda Rai Suhamba berencana memutar percakapan antara Ari Muladi dan Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja. ''Majelis segera membuatkan surat ketetapan (soal pemutaran rekaman percakapan Ari dan Ade) sehingga semua bisa melihat apa yang terjadi,'' ujar Tjokorda dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor kemarin.

Ari Muladi merupakan perantara yang menerima uang suap Rp 5,1 miliar dari Anggodo untuk diserahkan kepada pimpinan KPK. Menurut polisi, Ade Rahardja adalah perantara duit suap dari Ari kepada pimpinan KPK.

Belakangan, Ari meralat pernyataannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP) awal oleh polisi. Dia mengaku tidak mengenal Ade dan menyatakan tidak pernah menyerahkan uang itu kepada dua pimpinan KPK (Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah). Dia mengaku menyerahkan uang suap dari Anggodo tersebut kepada Yulianto.

Keputusan majelis hakim tersebut diambil untuk menengahi perdebatan antara kuasa hukum Anggodo dan tim jaksa penuntut umum (JPU) dari KPK. Majelis hakim merespons permintaan kuasa hukum Anggodo yang berkali-kali mengajukan permohonan untuk memutar rekaman 64 kali percakapan antara Ari dan Ade.

Selain itu, majelis hakim akan memutar rekaman percakapan antara Anggodo dan kuasa hukumnya, Raja Bonaran Situmeang. Sebelumnya, Ketua Tim JPU Suwarji mencecar Bonaran soal kebenaran rekaman percakapan dirinya dengan Anggodo yang diputar dalam sidang uji materi pasal 32 ayat 1 huruf c UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK di Mahkamah Konstitusi (MK) pada November 2009.

Informasi adanya rekaman percakapan telepon antara Ari dan Ade beredar ketika Polri menyidik Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra Martha Hamzah dalam kasus dugaan penyalahgunaan wewenang serta pemerasan. Rekaman itu disebut-sebut menjadi salah satu alat bukti untuk menjerat Bibit dan Chandra sebagai tersangka.

Tjokorda menekankan, majelis hakim juga akan memberikan kesempatan yang sama kepada tim JPU dari KPK. Rekaman percakapan Ari dan Ade akan diputar bersamaan dengan rekaman yang diminta JPU (percakapan Anggodo dan Bonaran).

Namun, Suwarji mempertanyakan rekaman Ari dan Ade. Alasannya, rekaman itu merupakan permintaan dari kuasa hukum Anggodo. ''Itu kan kata mereka. Ya silakan mereka buktikan benar atau tidak,'' katanya setelah sidang.

Salah seorang kuasa hukum Anggodo, Tomson Situmeang, justru optimistis atas keputusan majelis hakim. Dia menuturkan bahwa Mabes Polri memiliki bukti rekaman Ari dan Ade tersebut.

Namun, lanjut dia, barang bukti tersebut tidak bisa digunakan dalam sidang jika tidak ada ketetapan dari majelis hakim. ''Pernah kami mintakan ke Mabes (Polri). Tapi, tidak bisa diberikan kepada kami kalau tidak ada permintaan dari pengadilan. Dengan begitu, berarti benar-benar ada kan hubungan dua insan itu (Ari dan Ade),'' ujarnya setelah sidang.

Dia menegaskan, kepolisian dan kejaksaan telah mengakui adanya rekaman tersebut. ''Tinggal dikuatkan hakim, tunggu penetapannya saja. Pasti ada,'' tegasnya.

Sidang dengan terdakwa Anggodo kemarin menghadirkan empat saksi. Yakni, Raja Bonaran Situmeang, mantan Kasubdit Cegah dan Tangkal Ditjen Imigrasi Bambang Sudjadmiko, pensiunan pegawai Dephut (kini Kemenhut) Aryono, serta Ketua LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) Abdul Haris Semendawai.

Bonaran bersaksi lebih dulu. Dalam kesaksiannya, dia kembali menyebut bahwa kuasa hukum Ari, Sugeng Teguh Santosa, mengajukan permintaan duit Rp 3 miliar. Dia menegaskan, pertemuannya dengan Sugeng juga membahas rekayasa sosok Yulianto.

''Pernah ketemu Sugeng dua kali. Setelah ketemu, dia minta Rp 3 miliar. Katanya, kliennya (Ari Muladi, Red) sedang tidak punya duit. Dia juga yang bilang tokoh fiktif Yulianto ditelan bumi (dihilangkan, Red),'' paparnya di hadapan majelis.

Selain itu, Bonaran membantah bahwa pihaknya meminta Ari agar kembali pada keterangan dalam BAP awal yang berisi pernyataan penerimaan suap oleh pimpinan KPK. Sebaliknya, dia menyebut Sugeng yang justru menjanjikan hal itu.

''Sugeng enggak mau Rp 500 juta, dia mau Rp 3 miliar. Katanya, dia bersedia meminta kliennya untuk kembali ke BAP awal. Dalam hati, saya juga berpikir kok seperti ini,'' ungkapnya.

Menanggapi kesaksian Bonaran, Anggodo justru memberikan pernyataan bernada peringatan. ''Saya ingatkan, Anda bisa saya tuntut (jika membongkar keterangan terkait Anggodo),'' ujarnya dengan nada tinggi.

Abdul Haris Semendawai memberikan keterangan soal laporan perlindungan terhadap kubu Anggodo. Yakni, mantan Dirut PT Masaro Radiokom Putranefo Prayugo, David Angkawijaya, Jhonny Alliando, Aryono, Ari Muladi, dan Anggoro (kakak Anggodo). Namun, di antara enam orang itu, hanya permintaan Anggoro yang tidak dikabulkan. LPSK beralasan tidak melindungi orang yang menjadi tersangka. ''Posisi domisili Anggoro juga belum jelas,'' tutur Haris.

Saksi lain, Aryono, menguatkan pernyataan Haris. Dia menegaskan bahwa dirinya diminta Putranefo untuk membuat laporan perlindungan ke LPSK. ''Katanya, kalau saya lapor ke LPSK, tidak akan diperiksa lagi oleh KPK,'' ujarnya.

Rencananya, Selasa mendatang (20/7), JPU mengajukan tujuh saksi. Di antaranya, mantan Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intelijen) Wisnu Subroto, dua mantan pejabat LPSK Ktut Sudiharsa dan Myra Diarsi, Irwan Nasution, Lamria Siagiaan, Sumari, serta Farman. (ken/c5/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 14 Juli 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan