Publik Menolak Usia Pensiun Hakim Agung 70 Tahun

Jajak Pendapat Koalisi Pemantau Peradilan

Publik di 10 ibukota propinsi menolak perpanjangan usia pensiun hakim agung. Itulah hasil jajak pendapat melalui telepon KPP (Koalisi Pemantau Peradilan). Sebagian besar responden hasi jajak pendapat ini beranggapan usia 70 tahun tidak akan meningkatkan kinerja dan citra MA.

batas usia

Unknown ObjectMeskipun konstitusi menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman adalah independen dan bebas dari intervensi kekuasaan manapun. Namun secara umum masyarakat meyakini bahwa Mahkamah Agung (MA) sebagai salah satu kekuasaan kehakiman masih belum bebas dari intervensi dari luar baik eksekutif maupun legislatif. Ada banyak kepentingan saling ketergantungan (simbiosis mutulalisme) diantara ketiga institusi ini.

Legislatif yang notabene terdiri dari bermacam-macam partai politik membutuhkan MA untuk ”mengamankan” kasus-kasus hukum - seperti dalam kasus korupsi - yang menjerat para anggota dewan dan juga kader-kadernya didaerah khususnya ketika berurusan dengan hakim di pengadilan mulai dari tingkat pertama,banding hingga kasasi. Sejauh ini sejumlah kasus korupsi yang menjerat anggota DPR daerah pada akhirnya dibebaskan oleh Mahkamah Agung. Sebutnya saja 43 orang mantan anggota DPRD Sumatera Barat. Tidak dapat diabaikan adalah pada saat pemilu 2009 nanti, akan banyak kader dan partai politik yang akan berurusan dengan pengadilan terkait dengan pidana pemilu seperti misalnya terkait money politic, ijazah palsu dan atau pencurian start kampanye.

Eksekutif sendiri membutuhkan ”kerjasama” dari pengadilan (baca: MA) untuk memenangkan perkara di pengadilan dimana salah satu pihak yang berperkara adalah wakil atau institusi dibawah pemerintah. Misalnya saja terkait dengan gugatan perdata, permohonan uji materi atas peratuaran di bawah UU, permohonan pra peradilan dan gugatan tata usaha negara. Mayoritas kasus-kasus tersebut oleh pengadilan yang akan dimenangkan adalah wakil atau institusi dibawah pemerintah.

MA sendiri butuh dukungan dari pemerintah dan DPR terkait dengan kenaikan renumerasi bagi hakim-hakim dan pegawai pengadilan dan upaya mengamankan status quo dengan cara misalnya memperpanjang usia pensiun.  Selain eksekutif dan legislatif pihak yang seringkali melakukan intervensi MA adalah Advokat, hal ini sangat terkait dengan penanganan perkara di tingkat kasasi dan peninjauan kembali.

intervensi

Ketidakyakinan publik bahwa MA bebas dari intervensi dapat diliaht dari jajak pendapat yang dilakukan oleh Koalisi. Mayoritas responden (65,3 %) menyatakan tidak yakin MA bebas dari intervensi dari luar. Hanya 23 % responden yang berkeyakinan bahwa MA bebas dari intervensi dari luar. Sebanyak 11 ,7 % responden menyatakan tidak tahu. 

Selain persoalan independensi, institusi MA juga diragukan bebas dari korupsi khususnya yang terkait dengan putusan yang dihasilkan baik ditingkat kasasi maupun peninjauan kembali. Selain seringkali kontroversial, isu suap kenyataannya juga muncul dibalik putusan MA. Sejumlah hakim agung pernah disebut-sebut menerima uang suap meskipun akhirnya tidak dapat dibuktikan.

Pada tahun 2003, tiga orang mantan hakim agung yaitu Yahya Harahap, Supraptini Sutarto dan Marnis Kahar, pernah dilaporkan kepada Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTK) karena menerima suap dari Endin Wahyudin. Ketiganya diduga menerima uang sebesar Kasus ini sempat diproses oleh TGPTK, namun akhirnya dilepas oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat karena dakwaan tidak diterima. Ironisnya, Endin selaku pelapor justru diajukan pencemaran nama baik dan divonis bersalah oleh hakim. 

Tahun 2005, dunia peradilan juga dikejutkan dengan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap skandal suap di lingkungan MA. KPK pada akhirnya menangkap Harini Wiyoso (mantan hakim) dan lima pegawai MA. Uang suap sebesar Rp 5 miliar diduga akan diberikan kepada Ketua MA. Dugaan suap ini terkait dengan penanganan kasus korupsi dana reboisasi yang melibatkan Probosutedjo, saudara tiri mantan Presiden Soeharto.

bebas suap

Terakhir pada tahun 2008,  lima orang hakim agung yaitu Kaimuddin Salle, Rehngena Purba, Paulus Effendie Lotulung, Harifin A Tumpa, dan Abdul Manan juga pernah diberitakan menerima suap senilai Rp 23,45 miliar ketika menangani kasus sengketa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Maluku Utara. Namun dugaan suap ini dibantah oleh 5 Hakim Agung dan melaporkan balik penyebar isu ini kepada Polda Metro.

Fenomena masih maraknya praktek korupsi di lingkungan peradilan kenyataannya juga berimbas pada kepercayaan publik terhadap putusan yang dihasilkan oleh hakim agung di MA. Lebih dari sepertiga responden (77,3%) menyatakan bahwa putusan MA tidak bebas dari suap. Keyakinan responden bahwa putusan MA bersih dari suap hanya 16 % dan sebanyak 6,7 % responden menyatakan tidak tahu.

batas usia

Proses penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Mahkamah Agung (RUU MA) di DPR, kenyataannya juga telah menjadi sorotan berbagai kalangan masyarakat. Secara subtansi, isu krusial yang muncul dari pembahasan tersebut adalah mayoritas fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati perpanjangan usia pensiun hakim agung menjadi 70 tahun. Kesepakatan yang dibuat oleh DPR dan Pemerintah lebih didasarkan pada pertimbangan perbandingan usia pensiun hakim agung di beberapa negara seperti Amerika Serikat dan Inggris.

Koalisi Pemantau Peradilan sendiri menolak usulan perpanjangan ini dengan beberapa alasan. Pertama, angka harapan hidup dan tingkat kesehatan. Menurut data statistik dari BPS (Badan Pusat Statistik) dan dari Departemen Kesehatan tahun 2003, angka harapan hidup orang Indonesia paling rendah se ASEAN yaitu 65 tahun. Tahun 2006 angkanya naik menjadi 66,2 tahun. Artinya diatas usia 66 tahun, kondisi orang Indonesia menurun karena dipengaruhi banyak hal.

 

Setuju atau tidak, batas usia pensiun hakim agung 70 tahun ?

Total

Setuju

Tidak Setuju

Tidak Tahu

usia

kecil dari 20 th

43.5%

47.8%

8.7%

100.0%

21 th - 30 th

26.2%

70.5%

3.3%

100.0%

31 th - 40 th

27.9%

69.1%

2.9%

100.0%

41 th - 50 th

17.6%

79.4%

2.9%

100.0%

51 th - 60 th

4.3%

93.5%

2.2%

100.0%

61 th - 70 th

24.2%

75.8%

 

100.0%

besar dari 71 th

50.0%

50.0%

 

100.0%

Total

22.6%

74.4%

3.0%

100.0%

 

 

Setuju atau tidak, batas usia pensiun hakim agung 70 tahun ?

Total

Setuju

Tidak Setuju

Tidak Tahu

Pekerjaan

Pedagang/Wiraswasta

22.9%

77.1%

0%

100.0%

PNS

11.8%

88.2%

0%

100.0%

Polisi/TNI

0%

100.0%

0%

100.0%

Karyawan swasta/professional

15.1%

80.6%

4.3%

100.0%

Ibu rumah tangga

23.1%

74.4%

2.6%

100.0%

Masih kuliah/sekolah

16.7%

83.3%

0%

100.0%

Dosen/Guru

40.0%

60.0%

0%

100.0%

Pensiunan

24.1%

75.9%

0%

100.0%

Lainnya

43.2%

48.6%

8.1%

100.0%

Total

22.6%

74.4%

3.0%

100.0%

Kedua, usia 70 tahun tergolong usia tidak produktif. Menurut BPS, usia penduduk dikelompokkan menjadi 3 yaitu belum produktif (0-14 tahun), produktif (15-65) dan tidak produktif 66 keatas. Berdasarkan kategorisasi itu, jelas bahwa hakim agung dengan usia 70 tahun termasuk yang tidak produktif. Dihubungkan dengan beban perkara MA saat ini, usia hakim agung yang terlalu tua tentu akan sangat menghambat proses percepatan reformasi MA dari pengurangan tumpukan perkara.

Ketiga, perbandingan dengan profesi atau lembaga lainnya. Alasan penetapan angka 70 tahun tidak jelas, dan lebih tinggi dibanding sejumlah jabatan publik lainnya. Misalnya untuk Hakim Mahkamah Konstitusi usia pensiun adalah 67 tahun, Polisi dan Jaksa usia pensiun adalah 58-60 tahun, Pegawai Negeri Sipil usia pensiun 56 tahun. 

Selain ketiga alasan diatas, penambahan usia pensiun juga berdampak pada delegitimasi kewenangan KY dalam melakukan seleksi calon hakim agung. Bila usia diperpanjang menjadi 70 tahun, tentu hingga 3-5 tahun mendatang KY tidak melakukan seleksi hakim agung. Isu yang paling krusial adalah mengenai regenerasi di MA. Perpanjangan pensiun hakim agung sampai 70 tidak dapat disangkal justru akan mengambat peluang masuknya hakim-hakim agung yang baru yang lebih progresif, berintegritas dan berkualitas.

Penolakan atau ketidaksetujuan Koalisi Pemantau Peradilan terhadap perpanjangan usia pensiun hakim agung hingga 70 tahun tidak saja didukung oleh kalangan akademisi dan mantan hakim agung, namun juga dari masyarakat secara umum. Pollling yang dilakukan menunjukkan bahwa mayoritas responden (74,7 %) menyatakan tidak setuju batas usia hakim agung sampai 70 tahun. Hanya 22,3 % yang menyatakan setuju jika hakim agung diperpanjang masa pensiunnya menjadi 70 tahun.

kinerja

Meskipun koalisi LSM, mantan hakim agung melakukan penolakan soal usia pensiun hakim agung  sampai 70 tahun, faktanya mayoritas anggota Panja Komisi III DPR (Kecuali dari Fraksi PDIP dan PPP) menyetujui usulan mempertahankan para hakim agung jompo. Menjadi pertanyaan adalah apa yang dapat diharapkan dari para hakim manula tersebut?

Jika yang menjadi tolak ukur kinerja di MA, salah staunya adalah penyelesaian perkara. Maka seperti pengakuan dan pengalaman Arbijoto selaku mantan hakim agung, maka secara alamiah pada usia 65 ke atas, tingkat kemampuan fisik dan daya ingat seseorang menjadi sangat menurun. Sulit diharapkan Hakim Agung yang sudah uzur mampu menyelesaikan tunggakan perkara di MA yang jumlahnya saat ini mencapai ribuan. 

Apa pendapat masyarakat mengenai argumen bahwa dengan batas usia pensiun hakim agung hingga 70 tahun maka akan meningkatkan kinerja MA? Sebanyak 77,3 % responden menyatakan tidak setuju dengan argumen tersebut. Dengan kata lain tidak ada jaminan bahwa perpanjangan pensiun hingga 70 tahun maka kinerja MA menjadi lebih baik. Jikapun responden setuju dengan usia 70 tahun, maka kinerja hakim agung menjadi lebih meningkat jumlahnya hanya kecil, (19 %) . Sebanyak 3,6 % responden menyatakan tidak tahu.

citra

Jika akhirnya DPR menyetujui perpanjangan pensiun hakim agung menjadi 70 tahun, maka pertanyaan lain yang relevan adalah apakah hal ini akan meningkatkan citra MA? Hanya 22,3 % yang menyatakan yakin dan 5,3% responden menyatakan tidak tahu. Mayoritas atau sebanyak 72,3 %  responden menyatakan tidak yakin bahwa dengan perpanjangan pensiun hakim agung hingga 70 tahun maka citra MA menjadi lebih baik.

 Citra pengadilan khususnya MA sejauh ini sangat dipertanyakan. Pengadilan di Indonesia masih dinilai belum bersih dari korupsi dan intervensi politik atau kepentingan tertentu. Selain itu berdasarkan hasil survei Political and Economic Risk Consultancy (PERC) 2008, peradilan Indonesia disebut sebagai peradilan terkorup di Asia. Hal ini terlihat dari 12 negara yang disurvei, ternyata Indonesia menduduki peringkat ke-12 dengan skor 8,26.

MA juga masih jauh dari kesan bersih, mafia peradilan masih marak, pengelolaan keuangan buruk, sikap anti transparansi, tingkap kepatuhan pada rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan rendah, sejumlah rekening liar masih ada di MA, dan bahkan proses pembaruan peradilan pun masih terganjal akibat MA tidak patuh dengan Blue Print yang disusunnya sendiri sebelumnya.  

Perlu tindakan luar biasa untuk memulihkan citra pengadilan dan juga MA dimata masyarakat baik nasional maupun internasional. Namun kami percaya hal ini harus dimulai dengan mengganti pimpinan MA yang sudah uzur dan tidak progresif dan menolak perpanjangan pensiun hakim agung hingga 70 tahun.

Metode Jajak Pendapat

Pengumpulan pendapat melalui telepon ini diselenggarakan Koalisi Pemantau Peradilan , mulai tanggal 11-13 Oktober 2008. Survey ini melibatkan 300 pemilik telepon di sepuluh kota di 10 propinsi. Dengan jumlah sampel ini, diperkirakan MOE (margin of error) sebesar 4 % sampai 5 % dengan tingkat kepercayaan 95 %.. Sedangkan pemilihan kota mempertimbangkan keterwakilan wilayah Indonesia timur, tengah dan barat. Berdasarkan hal ini maka terpilih sepuluh kota berikut : Medan (Sumut), Padang (Sumbar), Jakarta (DKI Jakarta), Yogyakarta (DIY), Surabaya (Jatim), Pontianak (Kalbar), Makassar (Sulsel), Manado (Sulut), Denpasar (Bali) dan Kupang (NTT).

Distribusi 300 responden dimasing-masing kota mengikuti proporsi persentase populasi pelanggan telepon yang terdapat di kota tersebut. Semakin besar persentase/populasi dikota tersebut maka semakin besar pula persentase sampel diambil. Sebaliknya, semakin kecil persentase populasi dikota tersebut maka semakin kecil pula persentase sampel yang dipilih dari kota tersebut. Dengan demikian, elemen populasi memiliki peluang sama untuk terpilih sebagai sampel.

No

Kota

Jumlah Sampel

1

Jakarta Timur

52

2

Jakarta Selatan

45

3

Medan

31

4

Surabaya Barat

30

5

Surabaya Timur

29

6

Jakarta Utara

27

7

Denpasar

20

8

Yogyakarta

19

9

Makassar

19

10

Jakarta Pusat

13

11

Pontianak

8

12

Padang

2

13

Manado

2

14

Kupang

1

Metode Sampling

Metode sampling dalam jajak pendapat ini menggunakan Two Stage Random Sampling with PPS (Proportional To Size).Tahap pertama, pemilihan secara acak halaman buku telepon kedua memilih secara acak pemilik telepon yang terdapat di buku telepon yang terpilih dalam tahap pertama.

Wawancara

Wawancara responden dalam survey ini dilakukan dengan menggunakan saluran telepon dimana pewawancara diarahkan melalui kuesioner dengan pertanyaan tertutup.

Profil Responden

usia responden

jenis kelamin responden

pekerjaan responden

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan