Publik Kian Sinis pada Peradilan; KY Berhentikan Sementara Irawady
Menyusul tertangkapnya anggota Komisi Yudisial atau KY Irawady Joenoes oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, karena diduga menerima suap, dikhawatirkan publik semakin sinis pada institusi peradilan. Apalagi, KY dibentuk sesungguhnya untuk turut memberantas praktik mafia peradilan.
Kekhawatiran itu diungkapkan mantan Wakil Ketua Komisi III DPR Al Muzzammil Yusuf, Kamis (27/9), di Jakarta. Berita (penangkapan) itu seperti petir siang bolong, ucapnya.
Diakuinya, kasus itu mungkin saja memperkuat sinisme publik pada moral pejabat negara. KY merupakan lembaga negara yang diharapkan bisa turut memberantas mafia peradilan. Apalagi, sejumlah dugaan korupsi di lembaga peradilan, seperti di pengadilan, kejaksaan, dan kepolisian juga terungkap.
Dalam uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR, 8 Juni 2005, Irawady menduduki peringkat kedua bersama Soekotjo Soeparto. Peringkat pertama diraih M Busro Muqoddas.
Anggota Komisi III T Gayus Lumbuun berpendapat, ke depan mekanisme uji kelayakan dan kepatutan untuk seleksi pejabat negara di DPR perlu diperketat dengan mengubah metodenya.
Ketua Komisi III DPR Trimedya Panjaitan menambahkan, komisinya segera memanggil KY, Selasa depan. Komisi III DPR pun akan mendorong pemecatan dengan tak hormat pada Irawady apabila terbukti bersalah.
Diberhentikan sementara
Di kantornya, Kamis, Ketua KY Busyro Muqoddas mengumumkan, KY memutuskan memberhentikan sementara Irawady dari keanggotaan KY. KY segera melayangkan usulan pemberhentian itu kepada Presiden.
Menurut Busyro, pemberhentian sementara itu diputuskan dalam rapat dan sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2004 tentang KY. Pasal 35 UU itu menyatakan, apabila terhadap seorang anggota KY ada perintah penangkapan yang diikuti dengan penahanan, anggota KY tersebut diberhentikan sementara dari jabatannya.
KPK menangkap tangan Irawady tengah uang Rp 600 juta dan 30.000 dollar AS dari Direktur PT Persada Sembada Freddy Santoso. Freddy adalah rekanan KY dalam pengadaan tanah untuk gedung baru KY. Uang itu adalah uang terima kasih atau fee atas dibelinya tanah milik Freddy seluas 5.720 meter di Kramat Raya, Jakarta Pusat.
KPK, Kamis menyatakan Irawady sebagai tersangka dalam kasus suap pembelian tanah untuk gedung KY. KPK menahan Irawady dan Freddy selama 20 hari. Irawady ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Mabes Polri. Freddy di Rutan Polda Metro Jaya.
Menurut Wakil Ketua KPK Tumpak H Panggabean, pihaknya memiliki bukti permulaan yang cukup untuk menahan Irawady. Keduanya dijerat dengan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pengadaan tanah
Secara terpisah, Irawady mensinyalir ada permainan dalam pengadaan tanah untuk kantor KY. Ia berniat menangkapnya dan terus menyerahkan ke Ketua KY.
Namun, karena ada orang dalam yang merasa dirugikan, mereka melaporkannya ke KPK. Itulah yang membuatnya ditangkap KPK.
Irawady juga merasa bekerja atas dasar surat tugas dari Ketua KY, antara lain untuk memberikan supervisi kepada Sekjen KY dalam melaksanakan pengawasan dan penertiban di lingkungan Setjen KY. Selain itu, juga melakukan pemeriksaan dan klarifikasi terhadap mereka yang terkait dengan proses pelaksanaan pengadaan barang dan sewa gedung kantor KY, yang dilakukan secara rahasia dan tertutup.
Dalam berita acara pemeriksaan (BAP), Irawady juga mengaku akan membawa uang itu kepada Ketua KY untuk membuktikan sinyalemen terdapat pemberian uang kepada panitia pengadaan tanah. Ia bersikukuh saat ditangkap KPK, tengah menjalankan tugas dari Ketua KY.
Busyro menegaskan, penugasan itu bersifat umum. Tidak ada satu kalimat pun yang menyebut Irawady mengawasi proses pembelian tanah untuk gedung KY.
Suhardi Somomoeljono, penasihat hukum Irawady menegaskan, dalam kaitannya untuk menyerahkan uang itu ke Ketua KY, seusai menerima uang dari Freddy, kliennya sempat menelepon anggota KY lainnya Mustofa Abdullah untuk menanyakan apakah Busro berada di kantor atau tidak. Irawady juga menanyakan siapa saja yang berada di kantor.
Namun, Mustofa membantah telepon itu. Lihat jamnya. Jam berapa ia telepon. Kalau jam 12-an, itu tidak mungkin. Karena saya tidak berhubungan dengannya setelah jam 11. Kalau tidak percaya, lihat daftar telepon di telepon genggam saya, ujarnya.
Menurut Suhardi, kliennya juga meminta agar rapat pleno penentuan lokasi tanah yang digelar KY dikritisi. Menurut Irawady, letak tanah tidak sesuai dengan kriteria yang diiklankan di media massa, yaitu harus berada di Ring I dan Ring II.
Dalam rangka pengembangan penyelidikan, kata Tumpak, tidak tertutup kemungkinan KPK memeriksa pihak lain dan mencari aliran dana ke pihak lain.
Tumpak menyatakan, KPK bisa pula memanggil Ketua KY dan anggota KY lainnya. Tetapi hingga kini KPK baru menemukan Irawady dan Freddy.
Busryo juga menegaskan, ia bersedia memberikan keterangan jika diminta KPK. Saya open. Welcome,. katanya.
Tumpak mengatakan, KPK juga akan melakukan penggeledahan di sejumlah tempat, seperti di rumah Irawady dan kantor KY. Saat ini ruangan Irawady di KY disegel atas inisiatif Kesekretariatan KY. Ruangan itu digembok. Tak satu orang pun diperbolehkan memasuki ruangan itu. Itu untuk mengantisipasi, kalau KPK datang sewaktu-waktu, ruangan dalam keadaan tertutup.
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Thomson Siagian, Kamis, menilai, tindakan Irawady dalam dugaan menerima suap, adalah perbuatan pribadi. Irawady sebelumnya adalah seorang jaksa. (sut/vin/ana/win/idr/tom)
Sumber: Kompas, 28 September 2007
------------
DPR Evaluasi Uji Kelayakan Komisi Yudisial
Masih banyak pejabat yang menerima suap.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Agung Laksono menyatakan akan mengkaji ulang uji kelayakan anggota Komisi Yudisial. Hal itu dilakukan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi berhasil menangkap Irawady Joenoes, anggota Komisi Yudisial, dua hari lalu. Irawady diduga telah menerima suap.
Menurut Agung, uji kelayakan yang dilakukan selama ini ternyata tak menjamin mereka yang berhasil lolos adalah figur yang bersih. Saya terkejut. Dia (Irawady) kan sudah menjalani uji kelayakan di DPR. Mungkin (nantinya) butuh psikotes khusus, katanya.
Agung mengatakan tindakan yang dilakukan Irawady itu akan menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat, sistem penegakan hukum, dan pejabat publik. Mungkin saja ini fenomena gunung es. Artinya, masih banyak pejabat (lain) yang menerima suap.
Irawady dibekuk delapan penyidik KPK yang dipimpin oleh Ajun Komisaris Besar Polisi Heru Sumartono, Rabu lalu. Proses penangkapan terjadi di sebuah rumah di Jalan Panglima Polim III Nomor 138, Jakarta Selatan.
Sumber Tempo dari kalangan penyidik menuturkan mula-mula aparat menangkap Freddy Santosa, Direktur PT Persada Sembada. Ketika tim penyidik hendak bergerak masuk, mereka dilarang Irawady yang tiba-tiba keluar dari rumah.
Saat itu terjadi perdebatan, ujar sumber tersebut. Setelah penyidik menunjukkan surat tugas, barulah mereka bisa masuk dan segera menggeledah Irawady. Di dalam kamar mandi, petugas menemukan uang tunai Rp 600 juta di dalam tas kertas karton. Sedangkan dari kantong celana Irawady, penyidik menemukan US$ 30 ribu. Saat itu juga dia dan Freddy dibawa ke kantor KPK (lihat infografik).
Sejak kemarin, Irawady sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus penyuapan dan ditahan di Markas Besar Kepolisian. Oleh KPK, Irawady dan Freddy dikenai pasal penyuapan dalam Undang-Undang Antikorupsi.
Irawady yakin ia dijebak. Yang menjebak mungkin dari dalam KY (Komisi Yudisial), kata pria yang menjabat Koordinator Bidang Pengawasan dan Kehormatan Keluhuran Martabat dan Perilaku Hakim Komisi Yudisial itu.
Irawady menyatakan siap diperiksa KPK. Dia mengaku saat itu sejatinya sedang menjalankan tugas rahasia dari Ketua Komisi Yudisial untuk melakukan pemeriksaan internal.
Kuasa hukumnya, Ahmad Yani, menjelaskan tugas yang diemban kliennya itu berawal dari dugaan Irawady mengenai adanya persekongkolan PT Persada dengan lembaganya dalam pengadaan kantor KY. Dugaan itu disampaikan kepada pemimpin KY dan komisioner lainnya. Rapat pleno KY, kata dia, lalu menugasi Irawady menjebak Freddy. Tapi proses menjebak ini dibalas menjebak.
Ahmad Yani menegaskan misi Irawady itu diketahui Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqqodas. Karena langkah-langkah itu pasti sudah dikoordinasikan dan ada surat tugasnya.
Seorang penyidik KPK membantah cerita Irawady ini. Alasannya, saat ditangkap, Irawady tak menjelaskan soal itu. Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqqodas menyatakan akan bekerja sama dengan KPK mengungkap perkara ini. KY juga segera memecat Irawady. Surat pemberhentiannya akan kami kirim besok (hari ini) ke Presiden, katanya. TITO SIANIPAR | DESY PAKPAHAN | KURNIASIH BUDI
Rp 600 Juta di Kamar Mandi
Uang Rp 600 juta yang diterima anggota Komisi Yudisial, Irawady Joenoes, tidak berada di tempat yang biasa seperti lemari atau laci. Fulus yang diduga duit suap itu didapati tim Komisi Pemberantasan Korupsi di kamar mandi. Ini perjalanan kasusnya.
28 Agustus 2007
Ketua Komisi Yudisial (KY) meminta Sekretaris Jenderal KY membeli tanah untuk kantor KY lewat tender karena gedung yang selama ini ditempati akan habis kontraknya pada akhir tahun.
18 September 2007
KY membeli tanah dari Direktur PT Persada Sembada Freddy Santoso senilai Rp 46,99 miliar. Dalam tender, Freddy menawarkan tanahnya Rp 8,13 juta per meter persegi, lebih murah dari pagu Komisi Rp 8,14 juta per meter persegi.
26 September 2007
# 12.00 WIB
Delapan petugas KPK memantau rumah di perempatan Panglima Polim III dan Panglima Polim IX, Jakarta.
# 13.00 WIB
Freddy Santoso ke luar rumah dan segera dibekuk petugas KPK.
# 13.30 WIB
1. Tim KPK masuk rumah. Irawady Joenoes menanyakan surat tugas sebelum akhirnya mengizinkan masuk.
2. Uang Rp 600 juta ditemukan dalam tas karton yang disembunyikan di kamar mandi.
3. Di kantong celana Irawady ditemukan US$ 30 ribu (sekitar Rp 270 juta).
Kiprah Komisi Yudisial
Baru berusia dua tahun, langkah Komisi Yudisial mulai menyedot perhatian publik.
Juli 2007:
Dewan Perwakilan Rakyat memilih enam nama hakim agung baru berdasarkan daftar calon yang diseleksi KY. Selain memilih calon hakim agung, KY bertugas mengawasi proses pengadilan agar tak tercemar korupsi.
September 2007:
* Terdakwa kasus penggelapan minyak sawit mentah di Dumai, Suryadi Angga Kusuma alias Tien Su, mengadu ke KY bahwa mereka sudah menyuap hakim.
* Pelukis Nyoman Gunarsa melaporkan hilangnya berkas kasus pemalsuan lukisannya di Pengadilan Negeri Denpasar ke KY.
naskah: TITO SIANIPAR | ADI MAWARDI | RINI KUSTIANI | SHINTA EKA P
Sumber: Koran Tempo, 28 September 2007
-----------
Irawady Dijebloskan ke Rutan Polri
Tersangka Suap Diberhentikan Sementara dari KY
Irawady Joenoes, anggota Komisi Yudisial (KY) yang tertangkap basah menerima suap, mulai kemarin merasakan pengapnya ruang tahanan. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) yang menangkapnya menitipkan mantan jaksa itu di Rutan (Rumah Tahanan) Mabes Polri dengan status tersangka.
Alasan Irawady bahwa dirinya sedang melaksanakan tugas sebagai anggota KY saat ditangkap tidak membuat KPK menghentikan pengusutan. Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Tumpak Hatorangan Panggabean mengungkapkan, dilihat dari hasil pemeriksaan intensif, penyidik berkesimpulan bahwa terdapat bukti permulaan yang cukup bahwa dua tersangka telah melakukan tindak pidana korupsi berupa penyuapan. Untuk selanjutnya, IJ (Irawady Joenoes, Red) ditahan selama 20 hari di Rutan Mabes Polri, sedangkan Freddy ditahan di Rutan Polda Metro, ujarnya dalam keterangan pers di gedung KPK Kuningan kemarin.
Freddy Santoso adalah tersangka penyuap. Dia diduga memberikan suap Rp 600 juta dan USD 30 ribu (sekitar Rp 270 juta) sebagai hadiah suksesnya penjualan tanah milik Freddy kepada KY. Tanah 5.720 meter persegi di Jalan Kramat Raya, Jakpus, itu dibeli KY Rp 46,99 miliar.
Nah, saat suap yang disebut-sebut sebagai pelicin suksesnya transaksi tanah itu, Irawady dan Freddy Rabu lalu dibekuk di Jalan Panglima Polim, Jaksel. Saat dibawa ke tahanan Mabes Polri pukul 12.25 kemarin, tidak terlihat wajah ketakutan Irawady. Malah, pria asal Palembang tersebut justru tersenyum dalam mobil tahanan.
Irawady, kata Tumpak, dijerat dengan pasal 5 ayat 2 jo pasal 12 b jo pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Penberatasan Tindak Pidana Korupsi. Penyuapnya, Freddy, dijerat dengan pasal 5 ayat 1 butir a jo pasal 13 UU yang sama. Penyidik KPK bekerja terus. Sore ini (kemarin, Red) akan dilakukan penggeledahan untuk membuat perkara tersebut terang dan untuk mengumpulkan barang bukti sebanyak-banyaknya, ujarnya. Sayangnya, sore kemarin, penggeledahan di kantor Irawady di KY, rumah pribadinya di Jalan Rangu Raya No 21 Cinere, serta di kantor PT PS batal dilakukan.
Di Mabes Polri Irawady dijebloskan ke blok A. Sebelum masuk ke dalam sel, dia harus melalui prosedur seperti mengisi buku tahanan dan penggeledahan. Pokoknya, tidak boleh bawa HP ke dalam sel, kata seseorang di lingkungan Bareskrim kemarin.
Irawady satu sel dengan Ayong, tersangka illegal logging yang kini tengah dibantarkan ke RS karena sakit. Letak sel yang tanpa AC, lemari es, dan televisi itu bersebelahan dengan sel mantan Dirut Garuda Indra Setiawan dan mantan Menteri DKP Rokhmin Dahuri.
Diberhentikan Sementara
Setelah KPK menetapkannya sebagai tersangka, KY kemarin juga langsung mengambil keputusan atas status Irawady. Rapat pleno anggota KY kemarin langsung memberhentikan sementara Irawady.
Keputusan tersebut didasarkan pada pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang KY. Di sana disebutkan, apabila terhadap seorang anggota KY ada perintah penangkapan dengan penahanan, anggota KY tersebut diberhentikan sementara dari jabatannya. Ini sesuai juga dengan komitmen moral anggota KY yang telah diucapkan pada awal tugas, ujar Ketua KY Busyro Muqoddas dalam keterangan pers setelah rapat pleno.
Pemberhentian sementara tersebut, lanjut dia, akan diusulkan kepada presiden untuk mendapatkan pengesahan. Rencananya, surat tersebut akan dikirimkan ke istana hari ini.
Semua komisioner KY, kecuali Irawady, hadir dalam penyampaian keterangan pers tersebut. Mereka adalah Thahir Saimima, Zainal Arifin, Soekotjo Soeparto, Mustafa Abdullah, dan Chatamarrasjid. Hadir pula Sekjen KY Muzayyin Mahbub. Tidak hanya wartawan, namun puluhan staf KY juga antusias menunggu penjelasan tentang kasus Irawady.
Busyro menjelaskan, hingga kemarin pihaknya tidak pernah menunjuk pengacara untuk mendampingi Irawady. Selain itu, tidak ada satu pun anggota KY yang dihubungi Irawady terkait uang yang diterimanya. Berita yang menyebutkan bahwa uang yang diterima Saudara Irawady akan dibagi-bagikan kepada anggota KY juga tidak benar, tegas pria kelahiran Jogja tersebut sembari menyebutkan hal itu bertentangan dengan hasil rapat pleno KY pada 28 Agustus.
Terkait surat tugas yang sering disebut-sebut Irawady, Busyro mengatakan, surat itu tidak ada hubungannya dengan proses pengadaan tanah. Surat tugas yang dimaksud bernomor 37/GAS/P.KY/IX/2007 yang dikeluarkan pada 12 September. Dalam surat tersebut, Irawady mendapat tugas sebagai koordinator untuk memberikan supervisi kepada sekretaris jenderal KY dalam melaksanakan kegiatan pengawasan dan penertiban di lingkungan Sekjen KY, yang meliputi tertib administrasi, anggaran, peralatan, perkantoran, disiplin kerja, dan kepegawaian.
Selain itu, berdasarkan pleno KY tertanggal 28 Agustus, proses pembelian tanah menjadi tanggung jawab kesekjenan. Komisioner tidak diperkenankan terlibat di dalamnya, tegasnya.
Mantan dekan Fakultas Hukum UII tersebut juga mengatakan akan melakukan pemeriksaan internal terhadap tim pengadaan tanah yang diketuai Kabag Perencanaan KY Priyono.
Terhadap proses yang dilakukan KPK, KY juga berjanji bersikap kooperatif. Bahkan, untuk kepentingan penyidikan, ruang kerja Irawady ditutup dan dikunci. Tindakan itu dilakukan untuk memastikan tidak ada yang berubah. (ein/naz/fal/agm)
Sumber: Jawa Pos, 28 September 2007