PSHK : KPK Dapat Mengembalikan Penetapan BG Sebagai Tersangka

PSHK : KPK Dapat Mengembalikan Penetapan BG Sebagai Tersangka

Peneliti Pusat Studi Hakum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Miko Ginting mengatakan KPK dapat mengembalikan menetapakan Budi Gunawan (BG) sebagai tersangka. Dalam hal ini, salah satu pertimbangan Hakim adalah bahwa Budi Gunawan ketika disangka melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dan gratifikasi tidak dalam kapasitasnya sebagai penyelenggara negara/penegak hukum. Hakim kemudian mengacu pada Pasal 11 UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK dan Pasal 2 UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.

Hakim juga tidak cermat dalam memaknai Pasal 11 UU KPK yang menyatakan bahwa KPK berwenang untuk menyelidik, menyidik, dan menuntut tindak pidana korupsi yang: (i) melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara, (ii) mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat, dan/atau (iii) menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1 miliar.

Hakim telah luput dalam mempertimbangkan unsur “orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara”. Perlu diketahui bahwa Budi Gunawan disangka dengan Pasal 5 ayat 2, Pasal 11, Pasal 12 A dan B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang intinya berkaitan dengan suap dan gratifikasi.

(2) Tindak pidana suap dan gratifikasi tidak mungkin dilakukan seorang diri. Artinya, mesti ada yang menyuap dan yang disuap juga mesti ada yang memberi gratifikasi dan menerima gratifikasi. Untuk itu, unsur “orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau penegak hukum” menjadi relevan.

“Pembuktian apakah tindak pidana yang disangka dilakukan oleh Budi Gunawan berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara atau penegak hukum adalah kewenangan persidangan pokok perkara bukan praperadilan,” kata dia.

Dengan demikian, KPK tetap berwenang dalam menyidik kasus ini dan menetapkan kembali Budi Gunawan sebagai tersangka. Selain itu, pengajuan Peninjauan Kembali atas putusan ini dapat dilakukan oleh KPK dengan alasan penafsiran hukum dan kekeliruan yang nyata dalam putusan.

Selain itu, beberapa putusan yang dinilai menjadi kelemahan Hakim Sarpin Rizaldi seperti Hakim Sarpin Rizaldi telah melampaui kewenangannya dalam memutus perkara Praperadilan tersebut. Dalil-dalil yang dipertimbangkan oleh Hakim Sarpin Rizaldi, seperti kualifikasi penyelenggara negara/penegak hukum adalah pembuktian terhadap unsur-unsur tindak pidana. Hal yang mana seharusnya diperiksa pada persidangan pokok perkara bukan praperadilan.

Hakim Sarpin Rizaldi telah bertindak melampaui kewenangannya dalam memutus perkara Praperadilan ini. Hakim Sarpin Rizaldi seharusnya memahami bahwa persidangan ini adalah persidangan Praperadilan dan bukan pokok perkara.

Kedua, Hakim Sarpin Rizaldi tidak konsisten dalam melakukan penafsiran hukum. Di satu sisi, hakim memperluas penafsiran terhadap objek Praperadilan yang telah tegas dan jelas diatur dalam KUHAP. Namun, di sisi lain, penafsiran yang diperluas itu tidak dilakukan dalam konteks pemaknaan terhadap penyelenggara negara/penegak hukum.

Oleh karena itu, KPK seharusnya mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Peninjauan Kembali menurut KUHAP merupakan upaya hukum luar biasa atas putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Namun, dengan dasar yang sama seperti hakim memperluas objek praperadilan juga dengan alasan kekeliruan yang nyata dalam putusan ini, maka KPK seharusnya juga dapat mengajukan upaya Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung. Apalagi Mahkamah Agung dalam beberapa putusannya telah menerima permohonan Peninjauan Kembali atas putusan Praperadilan.

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan