Proyek Kompensasi Diduga Bocor

Penyaluran dana kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak tahap pertama diduga bocor.

Penyaluran dana kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak tahap pertama diduga bocor. Nilainya diperkirakan Rp 128 miliar, pada program pembangunan infrastruktur pedesaan. Saya menemukan ada pungutan untuk kontraktor, kata anggota Komisi Perhubungan DPR, Abdullah Azwar Anas, di Jakarta kemarin.

Pembangunan infrastruktur pedesaan adalah salah satu bentuk penyaluran kompensasi kenaikan harga BBM pada Maret lalu. Penanggung jawab program bernilai Rp 3,3 triliun ini adalah Menteri Pekerjaan Umum. Pada 16 September lalu, Departemen Pekerjaan Umum mengirimkan surat edaran yang salah satu poinnya berbunyi, Dana bantuan sebesar Rp 250 juta per desa harus seluruhnya diserahkan ke kelompok masyarakat (pokmas) atau organisasi masyarakat (OMS) dan dioptimalkan untuk kegiatan pembangunan fisik. Tidak boleh ada pemotongan dana bantuan oleh siapa pun dengan alasan apa pun.

Azwar mengaku menemukan penyimpangan dalam kunjungan ke sejumlah daerah, di antaranya di Desa Gambangan, Kecamatan Maesan, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Di sana terjadi pemotongan 4 persen untuk administrasi proyek. Potongan itu digunakan untuk membiayai sebelas hal, di antaranya dokumentasi, gambar kerja, dan biaya musyawarah desa.

Ini bukti adanya proyek kontraktor, kata Azwar. Padahal, kata dia, proyek infrastruktur tidak boleh dikerjakan oleh kontraktor swasta, tapi bekerja sama dengan TNI.

Bila untuk 12.834 desa dengan total anggaran Rp 3,342 triliun dipotong sebesar 4 persen, penyimpangannya diperkirakan Rp 128,34 miliar. Ini kerugian negara dan itu korupsi, katanya.

Potongan 4 persen itu, kata dia, memang pernah dimasyarakatkan oleh Departemen Pekerjaan Umum. Namun, keputusan itu dibatalkan setelah Komisi Perhubungan DPR mengetahuinya. Departemen Pekerjaan Umum pun mengeluarkan surat edaran baru pada 16 September untuk membatalkan potongan 4 persen itu.

Azwar mengaku menemui kasus yang sama di Kalimantan Tengah. Untungnya, kata dia, pemerintah daerah setempat mau membatalkan pemotongan itu. Azwar menduga masalah yang sama terjadi di daerah lain.

Dia menganalisis, hal itu terjadi karena dua hal. Pertama, memang sosialisasinya yang kurang. Kedua, memang sengaja diabaikan. Ini bukti lemahnya pengawasan pemerintah, kata Azwar. YOPHIANDI

Sumber: Koran Tempo, 7 Oktober 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan