Proyek Gedung DPD Diduga Di-Mark Up
Anggaran pembangunan gedung perwakilan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di 33 provinsi masing-masing senilai Rp 30 miliar diduga digelembungkan (mark up). Karena itu, DPR akan mengevaluasi anggaran proyek tersebut. Dugaan itu dilontarkan Ketua DPR Marzuki Alie, kemarin. Menurut dia, usulan harga pada anggaran pembangunan gedung DPD terlalu tinggi dan berlebihan. ”Standar harga Rp 3 juta (per meter persegi). Jadi, kalau harganya Rp 10 juta, apalagi kalau bukan mark up,” ujarnya di Gedung DPR.
Menurutnya, evaluasi perlu dilakukan karena anggaran pembangunan gedung baru DPD melalui persetujuan Badan Anggaran (Banggar) DPR. Sebagai langkah awal, minggu depan pimpinan DPR akan menggelar rapat dan hasilnya akan diteruskan ke Banggar. Namun, Marzuki membantah evaluasi itu merupakan tindakan balas dendam karena rencana pembangunan gedung baru DPR juga mengalami penundaan.
”Tidak ada balas dendam. Ini merupakan fungsi check and balance antarlembaga negara. Dia (DPD-Red) silakan mengontrol DPR. Dia kan selama ini mengontrol DPR, kami mengontrol dia juga. Sama kan,” kata politikus dari Partai Demokrat itu.
Marzuki menjelaskan, saat dirinya dihadapkan pada rencana pembangunan gedung DPR, harga yang diajukan untuk bangunan setinggi 36 lantai Rp 6 juta/meter persegi. Menurutnya, pembangunan gedung perwakilan DPD setinggi empat lantai dapat didanai dengan anggaran yang jauh lebih kecil.
”Setelah kami mendapat penjelasan, harganya Rp 10 juta lebih per meter. Gila. Paling (seharusnya) Rp 3-4 juta, yang 36 lantai saja harganya cuma Rp 6 juta per meter. Kan semakin atas semakin mahal,” ujarnya.
Harga Lokal
Wakil Ketua DPD, La Ode Ida mengatakan, pihaknya belum tahu secara pasti berapa anggaran pembangunan gedung perwakilan tersebut. Ia menegaskan bahwa rencana pembangunan itu sudah mendapat persetujuan. ”Saya belum tahu. Saya kaget juga ketika Pak Marzuki Alie mengatakan seperti itu. Kalau soal anggaran, tidak bisa dimanipulasi,” ujarnya.
Terkait anggaran, La Ode mengatakan bahwa hal tersebut tidak lepas dari harga material bangunan di masing-masing wilayah. Sebab, untuk melaksanakan pembangunan di Papua, harga yang dijadikan acuan haruslah harga lokal, tidak bisa menggunakan acuan wilayah lain seperti Jakarta.
”Ada indeks harga di setiap daerah. Setiap daerah tidak sama. Di Papua beda dari Sulawesi dan Jakarta. Perbedaan itu akan memengaruhi harga,” jelasnya.
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Sebastian Salang menyatakan, DPR harus memanggil pimpinan DPD untuk menjelaskan permasalahan itu. Menurutnya, rencana pembangunan gedung perwakilan itu perlu diselidiki dan diaudit oleh pihak berwenang seperti KPK dan BPK untuk menindaklanjuti pernyataan Marzuki Alie. ”DPR bisa saja membatalkan pembangunan gedung perwakilan tersebut,” kata Sebastian. (J22-59)
Sumber: Suara Merdeka, 25 Juni 2011