Proyek Baru Rumah Aspirasi DPR, Rp 374 Juta Per Anggota

Proyek Komunikasi dengan Konstituen

Anggota DPR tidak kehilangan akal untuk mendapatkan kucuran dana. Setelah batal memperoleh dana aspirasi senilai Rp 15 miliar per anggota, para wakil rakyat di Senayan kini mencetuskan proyek baru dengan nama rumah aspirasi.

Dalam usul rumah aspirasi itu, setiap anggota dewan akan mendapat kucuran dana Rp 374 juta per tahun. Dana ini digunakan untuk sewa rumah di dapil masing-masing. Juga untuk kegiatan operasional seperti sekretariat dan biaya pertemuan dengan konstituen di rumah aspirasi itu.

Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR Pius Lustrilanang mengungkapkan, dana rumah aspirasi sudah disahkan sebagai usul resmi dalam anggaran DPR 2011. ''Satu anggota satu rumah aspirasi,'' jelas Pius, legislator asal Partai Gerindra, di Jakarta kemarin (2/8). Bila dikalikan 560 anggota dewan, anggaran yang dikeluarkan per tahun mencapai Rp 209 miliar.

Dia menerangkan, rumah aspirasi merupakan salah satu realisasi dari studi banding BURT ke luar negeri beberapa waktu lalu. Sejumlah parlemen di luar negeri, jelas Pius, juga memiliki rumah aspirasi bagi anggotanya. Misalnya, di Jerman dan Prancis.

''Ini juga diatur di tata tertib DPR,'' tegasnya. Pasal 203 Tata Tertib DPR memang menyebutkan, dalam melaksanakan representasi rakyat, anggota dalam satu daerah pemilihan (dapil) dapat membentuk rumah aspirasi.

Rumah aspirasi berfungsi untuk menerima dan menghimpun aspirasi masyarakat. Selanjutnya, pasal 205 menyampaikan bahwa rumah aspirasi didukung anggaran serta pegawai yang dibebankan pada anggaran DPR.

Menurut Pius, dengan adanya rumah aspirasi, anggota dewan tidak akan bingung lagi mencari tempat pertemuan dengan konstituen di saat reses. Selain itu, setiap warga masyarakat bisa langsung menyampaikan aduan kepada wakilnya melalui rumah aspirasi tersebut.

Usul BURT terkait dengan anggaran rumah aspirasi itu mendapat dukungan politikus Partai Golkar. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyatakan, pembangunan rumah aspirasi mutlak dilakukan. Dia optimistis rumah aspirasi bisa menjadi sarana penyerap suara rakyat langsung dari dapil masing-masing. ''Saya kira itu perlu,'' kata Priyo.

Ketentuan rumah aspirasi sejatinya pernah diusulkan para senator yang duduk di DPD. Mereka merujuk pada ketentuan pasal 227 ayat 4 UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Meski begitu, menurut Priyo, sebagai wakil rakyat, anggota DPR seharusnya juga memiliki kantor di daerah. ''Sudah sewajarnya DPR mengusulkan,'' ujarnya.

Meski dikabarkan bahwa usul BURT itu sudah disepakati, Priyo mengaku belum mendengar konsep pastinya.

Berbeda dengan Priyo, Sekjen DPP PPP Irgan Chairul Mahfiz menegaskan, partainya menolak usul rumah aspirasi itu. Menurut dia, rumah aspirasi jelas membebani anggaran negara. Irgan menyangsikan bahwa rumah aspirasi akan efektif sebagaimana prediksi sejumlah anggota dewan. ''PPP menilai hal itu tidak efisien,'' kata Irgan.

Jika diperlukan, fungsi rumah aspirasi bisa dilakukan kantor atau sekretariat partai yang ada. Komunikasi antara publik dan partai tidak memerlukan suatu perantara tambahan yang jelas-jelas menambah biaya APBN. ''Di sekretariat dan kantor juga lebih terarah dan efektif,'' tandasnya.

Ketua Umum Hanura Wiranto juga menunjukkan penolakan atas usul itu. Jika DPR nekat membangun rumah aspirasi, itu sama saja membebani anggaran yang seharusnya bisa disalurkan kepada masyarakat. ''Rakyat kan masih susah. Hanura saya larang untuk setuju,'' kata Wiranto.

Menurut dia, seharusnya DPR menggunakan logika yang efektif. Setiap wakil rakyat tentu memiliki rumah di daerah masing-masing. Kediaman pribadi itu bisa menjadi sarana aspirasi bagi masyarakat yang ingin berkomunikasi dengan wakilnya.

''Masih punya rumah kan? Tinggal ditempel itu rumah aspirasi. Kita rasional saja,'' tegasnya.

Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo juga menyuarakan penolakan. Menurut dia, sistem demokrasi yang hendak dibangun adalah melalui penguatan sistem partai politik. Munculnya gagasan rumah aspirasi anggota DPR, kata dia, hanya mereduksi fungsi aspirasi dan artikulasi parpol.

''Bagaimana kok teman-teman DPR yang di BURT bikin program begitu. Daripada uang ratusan juta buat rumah aspirasi, lebih baik buat beli traktor tangan untuk petani atau mesin generator buat nelayan,'' kata Tjahjo.

Sekjen DPP PAN Taufik Kurniawan mengatakan, meski sudah diatur dalam tata tertib, pengadaan rumah aspirasi sebaiknya ditunda dulu. Dia mengingatkan bahwa kinerja DPR yang sekarang masih mendapat sorotan tajam dari masyarakat luas. ''Kami meminta itu dipertimbangkan dan dikaji lebih dalam,'' kata wakil ketua DPR itu. (pri/bay/c2)
Sumber: Jawa Pos, 3 Agustus 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan