Proyek Alat Kesehatan Merugikan Negara Rp 28 Miliar

Badan Pemeriksa Keuangan menemukan dugaan kerugian negara dalam proyek alat bantu mengajar pendidikan dokter umum dan spesialis di Rumah Sakit Pendidikan dan Rujukan sebesar Rp 28,5 miliar dari nilai proyek Rp 417 miliar. Proyek ini dimenangi PT Buana Ramosari Gemilang.

Buana diduga dikendalikan Mindo Rosalina Manulang dan Marisi Matondang. Kedua orang ini adalah pengelola perusahaan milik Muhammad Nazaruddin, tersangka kasus korupsi wisma atlet SEA Games.

Dari hasil audit atas laporan keuangan Kementerian Kesehatan 2010, terungkap bahwa kerugian dalam proyek itu berasal dari selisih harga 36 item di antara 111 item barang yang dikeluarkan dalam addendum kontrak dengan harga wajar pada bukti invoice.

Modus yang dilakukan, Buana mengajukan penawaran 18 item barang dengan harga lebih murah 30-76 persen dari harga tender (Harga Perkiraan Sendiri). Contohnya, alat single energy linear accelerator merek Elekta Compact (brand Cina). Untuk alat ini, Buana mengajukan harga Rp 6 miliar. Ini jauh lebih rendah dari Harga Perkiraan Sendiri sebesar Rp 15,62 miliar. Dengan cara penawaran ini, menurut Badan Pemeriksa, Buana ditunjuk sebagai pemenang.

Setelah penunjukan, tak lama kemudian panitia lelang mengajukan addendum kontrak. Dalam addendum, nilai proyek diturunkan dari Rp 417,75 miliar menjadi Rp 417,72.

Menurut Badan Pemeriksa, dalam kontrak baru, panitia menghilangkan 20 item barang. Dari 20 barang ini, 18 barang adalah alat yang diajukan Buana dengan harga murah. Selanjutnya, panitia menambahkan sembilan item barang baru dengan harga lebih mahal dari Harga Perkiraan Sendiri. Perubahan harga ini, menurut audit, agar Buana tidak dinilai wanprestasi.

Badan Pemeriksa menilai Kementerian Kesehatan tidak jelas dalam membuat kriteria harga, apakah harga rata-rata, terendah, atau kualitatif dari harga yang diinformasikan calon vendor. Ini terlihat dari adanya selisih harga 29,5 persen sampai 51,2 persen yang disampaikan kepada calon rekanan dengan harga penawaran rujukan penyusunan Harga Perkiraan Sendiri.

Menurut audit, Kementerian melanggar Keppres 80 Tahun 2003 karena menggabungkan beberapa paket pekerjaan yang menutup peluang pengusaha kecil. Selain itu, panitia tidak melakukan klarifikasi atau pengujian atas validitas harga. Padahal harga alat kesehatan beragam dengan selisih harga tajam. Cara ini dinilai Badan Pemeriksa membuka peluang post bidding. Ini terbukti dengan terjadinya addendum karena rekanan tidak sanggup menyediakan barang dengan harga dan spesifikasi yang disepakati dalam kontrak awal.

Atas hasil audit tersebut, Badan Pemeriksa merekomendasikan, pertama, Menteri Kesehatan memberi sanksi kepada pengguna anggaran, PPK, dan panitia pengadaan. Kedua, Kementerian diminta mempertanggungjawabkan terjadinya kemahalan harga yang diduga merugikan negara minimal Rp 28,5 miliar.

Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, ketika dimintai konfirmasi, mengatakan telah memberi sanksi kepada pejabat pembuat komitmen dalam tender tersebut. �Pejabat pada saat itu, Saudara S, sudah diberhentikan katanya. ALI NY | AKBAR TRI KURNIAWAN

Sumber: Koran Tempo, 11 Agustus 2011

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan