Proses pengembalian Dana Korupsi BNI [20/07/04]

Kesepakatan pengembalian dana antara BNI dan Sagared Team pun akhirnya sekadar di atas kertas. BNI menilai pengurus Sagared tidak beritikad baik menyerahkan aset seperti disepakati, karena hanya memberikan sejumlah aset yang tak jelas dokumen kepemilikannya. Sedangkan penasihat hukum Sagared, Soeprijadi, menuding BNI memasang syarat kelewat ketat.

Komunikasi masih terus dijalin, tapi rencana pengembalian aset Sagared ke BNI yang disepakati November 2003 itu tak pernah benar-benar terjadi. Semua berkasnya masih tersimpan di notaris, kata Direktur Utama BNI, Sigit Pramono, kepada Koran Tempo.

Rencana yang tinggal sekadar rencana ini, menurut Soeprijadi, masih bisa dijalankan. Ia punya cara untuk mengembalikan aset Sagared. Masih terbuka kemungkinan, bisa negosiasi. Itu gunanya ada pengacara, kata mantan Jaksa Tinggi di Sulawesi itu.

Seharusnya, kata Soeprijadi, BNI menerima 12 aset yang diberikan kliennya. Terima dulu apa adanya. Ia mengakui dokumen kepemilikan aset kliennya tak semuanya lengkap. Tapi secara materiil, tanah dan bangunan yang akan diserahkan nyata-nyata ada. Itu bukan berarti ini tak ada jalan keluarnya.

Syaratnya, kata Soeprijadi, BNI mau bersabar. Masalahnya, kliennya orang-orang yang bermasalah, bukan orang bebas. Mereka bukan dalam keadaan normal, katanya. Soeprijadi berjanji melengkapi dokumen kepemilikan aset Sagared yang sebagian besar berupa tanah dan bangunan yang pengurusannya memang membutuhkan waktu ekstra. Ia meminta agar BNI memberi kesempatan sampai kliennya, para pengurus Sagared Team--Ollah Abdullah Agam, Aprila Widharta, Adrian Pandelaki Lumowa, Titik Pristiwanti, dan Richard Kountul--selesai diputus pengadilan.

Dokumen-dokumen itu, menurut Soepriadi, akan lebih mudah diurus setelah status hukum kliennya berubah menjadi terhukum. Untuk mengurus dokumen, kliennya bisa dipinjam ke luar penjara dengan pengawalan petugas. Izin bisa lebih mudah didapat karena proses persidangan usai. Kalau masih disidang, jaksa pasti keberatan memberi izin keluar, katanya. Soeprijadi paham, jika para terdakwa itu mondar-mandir keluar tahanan mengurus dokumen, proses persidangan pun akan terpengaruh. Akan ada kekhawatiran para terdakwa, kliennya itu akan mempengaruhi saksi.

Selain dokumen tak lengkap, selisih nilai aset perkiraan Sagared yang berbeda dengan hasil penaksir BNI pun--Rp 182, 5 miliar menurut Sagared dan Rp 74 miliar menurut penaksir BNI untuk enam item aset yang telah dinyatakan lengkap dokumennya--bisa dirundingkan lagi. Itu juga bisa dinegosiasikan, kata Soeprijadi.

Pendek kata, menurut Soeprijadi, kesepakatan itu akan berhasil jika ada solusi yang menguntungkan dua belah pihak. Hanya, untuk itu ia juga meminta agar BNI mengubah susunan redaksional draf akta notariil penyerahan aset Sagared ke BNI. Jangan sampai ada kalimat yang menyulitkan di persidangan.

Ia minta agar kalimat dalam akta yang seolah-olah kliennya benar-benar menerima uang dari hasil pembobolan BNI lewat fasilitas kredit ekspor palsu itu diubah. Lagi pula, kata Soeprijadi, aset yang diserahkan pada BNI bukan hasil dari pembobolan BNI.

Namun, permintaan Soeprijadi sepertinya sulit dilakukan. BNI telah menyimpulkan program pemulihan dengan menyerahkan aset Sagared secara sukarela sulit diteruskan. Menurut BNI dalam surat pada 21 Maret 2004 kepada Soeprijadi, dokumen kepemilikan seharusnya dilengkapi sebelum diserahkan kepada BNI.

BNI menilai penyerahan aset atau kekayaan apa pun dari pihak lain yang tidak jelas asal-usulnya, menurut pihak BNI dalam surat yang ditandatangani Direktur BNI, Tri Kuntoro, tidaklah pada tempatnya. BNI menolak aset yang tak lengkap dokumen kepemilikannya untuk menghindari gugatan pihak ketiga di kemudian hari.

Lantaran masing-masing bersikukuh pada pendiriannya, kesepakatan yang telah dibuat pun menjadi percuma. BNI menyerahkan urusan ini ke aparat hukum. Kami memutuskan untuk menyerahkan proses recovery (pemulihan) dari aset yang patut diduga terkait dengan masalah L/C BNI Cabang Kebayoran baru sepenuhnya kepada kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Keputusan ini ditindaklanjuti dengan surat BNI ke Mabes Polri dan Kejati DKI April hingga Mei lalu. BNI ingin agar aparat hukum menyita aset-aset Sagared.

Sumber: Koran Tempo, 20 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan