Prof Achmad Ali Diperiksa 8 Jam; Didampingi 11 Pengacara, Jawab 22 Pertanyaan
Pakar hukum dan mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Prof Dr Achmad Ali akhirnya memenuhi panggilan kedua Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan kemarin. Dia sebelumnya tidak memenuhi panggilan pertama pada Jumat 10 November lalu dengan alasan menjalankan tugas negara.
Bersama sebelas di antara 28 penasihat hukumnya, Ali tiba di gedung Kejati Sulsel sekitar pukul 08.15 Wita mengendarai Kijang Krista DD 66 BS. Kedatangan rombongan Ali tersebut terlihat tidak diantisipasi pihak kejati.
Sebab, saat dia tiba, ruang pemeriksaan belum disiapkan dan terlihat sedikit berantakan. Sejumlah staf pun langsung buru-buru membereskan ruangan di lantai dua tersebut. Beberapa kursi juga sempat diangkat ke ruang pemeriksaan.
Bahkan, kejati telah mengirimkan surat panggilan ketiga ke rumah Ali. Menurut sumber koran ini di gedung kejati, surat panggilan tersebut tiba di kediaman pribadi Ali di Kompleks Dosen Unhas Tamalanrea sekitar pukul 12.00 dan diterima langsung oleh istrinya. Surat panggilan ketiga tersebut dilayangkan kejati karena diduga Ali tidak akan memenuhi panggilan kedua itu.
Guru besar Unhas yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan dana penerimaan negara bukan pajak (PNBP) serta kasus dugaan penyalahgunaan uang muka kerja (UMK) itu diarahkan ke ruang asisten pidana khusus (Aspidsus) untuk disidik. Dalam ruang tersebut, Ali diperiksa langsung oleh Aspidsus Kejati Sulsel Abdul Taufiq SH. Dia berada di ruang tersebut hingga pukul 12.00.
Pemeriksaan terhadap Ali selesai tepat pukul 18.00 dan dilanjutkan dengan istirahat sekitar sejam. Saat istirahat itu, Ali dan penasihat hukumnya diberi kesempatan memeriksa BAP. Total waktu pemeriksaan tersebut delapan jam. Selama pemeriksaan, tampak belasan wartawan, puluhan mahasiswa, dosen, serta kerabat Ali menunggu di koridor ruangan.
Dr Maqdir Ismail SH, salah seorang penasihat hukum Ali, menjelaskan, materi pemeriksaan terkait dengan surat perintah perjalanan dinas (SPPD) yang menjadi bagian dari PNBP. Menurut dia, di antara lima SPPD yang diajukan penyidik, dua tanda tangan yang tertera pada SPPD tersebut tidak diakui Ali. Ada yang menurut beliau sama (tanda tangannya, Red). Ada juga yang diragukan, ungkapnya.
Saat ditanya apakah ada kemungkinan dua tanda tangan tersebut dipalsukan, Maqdir membenarkan. Tapi, siapa yang melakukan dan apa alasannya (pemalsuan tanda tangan, Red), kami tidak tahu, ujarnya.
Sekitar pukul 19.10, Ali dan Aspidsus Abdul Taufiq mengadakan jumpa pers di ruang humas kejati. Ali mengaku, dirinya mendapatkan 22 pertanyaan. Namun, dia tidak bersedia menjelaskan materi pertanyaan itu, termasuk lima tanda tangan pada SPPD tersebut. Saya kira, mengenai substansinya, tanyakan kepada penyidik. Sebab, pemeriksaan masih akan berlanjut, ujarnya.
Saat disinggung soal ketidakhadirannya pada panggilan pertama, dia menjelaskan bahwa saat ini dirinya harus menjalani tugas negara. Itu bukan kemauan saya, tapi permohonan KKP (Komisi Kebenaran dan Persahabatan RI untuk Timor Leste, Red). Sebab, memang kebetulan KKP sedang memasuki tahap sangat krusial, yaitu pertemuan dengan tokoh-tokoh penting. Saya diminta menyusun legal opinion untuk dibawa ke rapat pleno pada 16-26 November nanti. Dalam KKP, hanya saya yang menjadi pakar hukum. Jadi, saya tidak mangkir, tapi kebetulan terlambat menerima surat panggilan. Apalagi, saat itu penerbangan sangat padat, jelasnya.
Menurut Ali, kehadirannya tersebut menunjukkan bahwa dirinya kooperatif. Di tengah kesibukan, saya tetap menghargai proses hukum, tegasnya. Dia juga mengemukakan, pemeriksaan ke depan akan tetap berlangsung, meski jadwalnya sangat padat. Itu kan bisa diatur. Sekarang kan bisa dijadwalkan. Saya kira tidak ada masalah. Saya siap datang pada 21 (November, Red) nanti, katanya.
Saat diminta tanggapan soal surat panggilan ketiga dari kejati itu, dia menyatakan tidak mempermasalahkan hal tersebut. Yang jelas, saya sudah datang, ujarnya.
Soal pencalonannya sebagai hakim agung, Ali menyatakan bahwa hal tersebut merupakan bagian terpisah dari pemeriksaan. Itu persoalan lain ya. Yang jelas, saya sebagai warga negara wajib mematuhi proses hukum dan saya berhak mengikuti seleksi hakim agung, tegasnya.
Ali dan para penasihat hukumnya meninggalkan gedung Kejati Sulsel sekitar pukul 19.30. (id-aha)
Sumber: Jawa Pos, 15 November 2006