Probosutedjo: Saya Habis Rp 16 Miliar

Pengusaha Probosutedjo mengaku telah menghabiskan Rp 16 miliar untuk mengurus kasus dugaan korupsi dana reboisasi yang didakwakan kepada perusahaannya, PT Menara Hutan Buana.

Pengusaha Probosutedjo mengaku telah menghabiskan Rp 16 miliar untuk mengurus kasus dugaan korupsi dana reboisasi yang didakwakan kepada perusahaannya, PT Menara Hutan Buana. Dana itu dimaksudkan supaya dia dibebaskan dari hukuman pada sidang tingkat pertama hingga banding sebesar Rp 10 miliar, dan tingkat kasasi Rp 6 miliar.

Saya tidak punya uang. Tapi, kalau saya masuk penjara, apa boleh buat. Saya cari pinjaman untuk mengumpulkan uang itu, kata Probosutedjo setelah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus korupsi yang merugikan negara Rp 100,931 miliar itu di Jakarta kemarin.

Khusus untuk urusan kasasi, menurut Probosutedjo, inisiatif memberikan uang datang dari Harini Wiyoso, mantan hakim Pengadilan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta yang dalam pemeriksaan KPK mengaku sebagai pengacaranya. Harini datang menawarkan putusan bebas dengan meminta imbalan Rp 6 miliar. Rp 1 miliar untuk dibagi-bagi, sedangkan Rp 5 miliar untuk Bagir Manan (Ketua MA), ujar adik tiri bekas presiden Soeharto itu.

Probosutedjo menjelaskan, uang itu tidak diberikan sekaligus. Uang Rp 1 miliar diberikan jauh sebelum kasus ini terungkap, sementara Rp 5 miliar diberikan kepada Pono Waluyo (staf bagian perjalanan MA), disaksikan Tri Widodo, orang kepercayaan Probosutedjo, di rumahnya di Jalan Diponegoro 22, Jakarta Pusat, 29 September lalu.

Probosutedjo mengaku tidak tahu apakah Bagir memang meminta Rp 5 miliar itu. Mana mungkin saya berbicara dengan Bagir? Saya ini orang apa? Apalagi dia sebenarnya tidak sepakat dengan cara memberikan uang ini karena yakin tidak bersalah.

Dalam kasus dugaan suap ini, KPK sejak Jumat (30/9) menahan Harini dan lima pegawai MA, yakni Sriyadi (staf perdata), Pono Waluyo, Suhartoyo (Wakil Sekretaris Korpri MA), Sudi Ahmad (staf Korpri), dan Malam Pagi Sinuhadji (kepala biro umum dan kepegawaian).

Probosutedjo membantah telah menyuap. Dia justru mengaku sebagai orang yang melaporkan upaya penyuapan itu kepada KPK sehingga terjadi penangkapan kepada enam orang tersebut. Terus terang saja, tindakan KPK itu karena saya melapor terlebih dulu.

Probosutedjo mengaku, ketika Harini meminta uang, dia merasa tak nyaman. Dia lalu mengontak temannya, ekonom Sri Edi Swasono. Sri Edi lalu mengadukan perbuatan tersebut kepada KPK pada Juli lalu.

Wakil Ketua KPK Erry Riyana membenarkan adanya laporan Probosutedjo itu. Setiap anggota masyarakat berhak menjadi pelapor, dan kewajiban KPK untuk menerimanya, kata Erry melalui pesan pendeknya yang dikirimkan kepada Tempo.

Erry menambahkan, komisinya mungkin akan memberikan penghargaan kepada Probosutedjo seperti yang diterima auditor BPK, Khairiansyah Salman, yang membantu mengungkapkan kasus suap di Komisi Pemilihan Umum. Namun, kata Erry, Probosutedjo belum tentu ingin mendapat penghargaan itu dengan melaporkan kasus tersebut. EDY CAN

Sumber: Koran Tempo, 12 Oktober 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan