Pro-Kontra soal Sistemik

Mantan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah dan mantan Deputi Gubernur Senior BI Anwar Nasution berpandangan bahwa Bank Century merupakan bank kecil dan tidak berdampak sistemik. Namun, Miranda S Goeltom berpandangan, bank sekecil apa pun dalam kondisi krisis bisa membawa permasalahan besar pada dunia perbankan.

Pandangan itu disampaikan ketiganya dalam rapat pemeriksaan Panitia Khusus Hak Angket Kasus Bank Century yang berlangsung terbuka di Gedung DPR, Jakarta, Senin (21/12) pagi hingga malam.

”Dalam data informasi yang saya miliki, bank sekecil Century itu tidak bisa sistemik. Tidak tahu kalau ada informasi lain atau ilmu lain,” kata Burhanuddin yang mengundang tawa anggota Pansus.

Anwar Nasution menyampaikan pandangan senada. ”Peranan Bank Century itu secuil. Bagaimana menularkan penyakit Bank Century ke bank lain, baik itu melalui pasar bank devisa maupun pasar keuangan antarbank?” ujarnya.

Menurut Anwar, kolapsnya Bank Century pun tidak ada kaitan dengan krisis global, tetapi lebih disebabkan kelakuan pemilik. ”Tidak masuk akal bagi saya bahwa bank ini berdampak sistemik,” katanya lagi.

Ia juga menegaskan bahwa Bank Century bukan Bank Northern Rock di Inggris yang, meskipun kecil, memberikan kredit perumahan yang menjadi prioritas tinggi di negara itu dan nasabahnya rakyat kecil.

Anwar berharap penyelidikan Pansus Angket ini bisa menjadi momentum untuk merombak pengaturan, pengawasan, dan penyelamatan lembaga keuangan perbankan di Indonesia. ”Ini bukan terhadap Bank Indonesia saja, tetapi juga LPS (Lembaga Penjamin Simpanan),” ujarnya.

Ketika ditanya anggota Pansus dari Partai Golkar, Agun Gunandjar Sudarsa, apa benar BI ”sarang penyamun”, Anwar mengatakan, ia telah memberitahukan pihak BI, Komite Stabilitas Sistem Keuangan, LPS, serta Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan apa saja yang salah dan harus diperbaiki, seperti penentuan indikator sistemik.

Mengenai keputusan merger Bank Century, 6 Desember 2004, Burhanuddin mengakui bahwa hal itu dilakukan ketika dia sudah menjadi Gubernur BI. Dia hanya membuat keputusan proses akuisisi yang terjadi sebelumnya, yaitu 27 November 2001.

Mengenai persoalan yang terjadi di Chinkara Capital Ltd, seperti tak pernah memberikan laporan tahunan selama tiga tahun, Burhanuddin tidak mengetahui karena hal tersebut bersifat teknis.

Sebagai koordinator pelaksana teknis saat itu adalah Anwar Nasution dan Aulia Pohan.

Bisa sistemik
Mantan Deputi Gubernur Senior BI Miranda S Goeltom berpandangan berbeda. Menurut dia, bank sekecil apa pun, seperti Bank Century, dalam kondisi krisis bisa membawa permasalahan besar pada dunia perbankan.

”Dalam keadaan normal tidak perlu terlalu diperhitungkan. Tetapi, dalam keadaan krisis, karena alur yang sedemikian rupa, karena hubungan antarbank, hubungan sistem pembayaran yang bisa terkena, apalagi kalau tidak ada kepercayaan, ditambah dengan segmentasi pasar saat itu, bisa saja bank kecil ini membuat permasalahan,” ujar Miranda menjawab pertanyaan Ana Mu’awannah dari Partai Kebangkitan Bangsa.

Miranda juga mengingatkan bahwa dalam kondisi krisis, rumor kadang juga bisa dianggap lebih berbahaya daripada indikator-indikator lain. Ia mencontohkan pada akhir Oktober 2008 juga pernah ada seorang pegawai Bahana Sekuritas yang membuat informasi di internet langsung ditangkap karena dikhawatirkan membawa masalah.

Miranda yakin bahwa Burhanuddin dan Anwar pun kalau ada di dalam bisa merasakan kekhawatiran yang sama dengan yang dirasakan Dewan Gubernur BI yang saat itu dipimpin Boediono. ”Saat itu mereka tidak ada di dalam BI. Mereka tidak melihat data jam per jam, hari ke hari, sehingga mungkin kekhawatiran, risiko, kurang dekat ke hati mereka,” ucapnya.

Miranda juga mengingatkan bahwa pada 29 Oktober 2008 itu ia juga sempat menerima telepon dari Bank Sentral Singapura dan Malaysia beberapa jam sebelum mengumumkan kebijakan blanket guarantee, perlindungan dana nasabah 100 persen.

Begitu juga Hongkong dan lainnya. Hal ini tentu bisa memengaruhi perbankan di Indonesia dan uang dipindahkan ke luar dalam tempo singkat.

Meski demikian, Miranda juga menegaskan bahwa BI saat itu hanya memutuskan kebijakan Bank Century sebagai bank gagal, sedangkan soal sistemik hanya membuat prakiraan.

”Apakah berarti yang membuat kebijakan itu adalah Komite Stabilitas Sistem Keuangan?” ujar Ahmad Muzani dari Partai Gerindra.

”Keputusan akhir di situ,” kata Miranda.

Kronologi
Bank Century merupakan gabungan dari tiga bank, yaitu Bank CIC, Bank Pikko, dan Bank Danpac. Ketiga bank ini melakukan merger karena dimiliki pemegang saham yang sama.

Sebelum merger, di Bank CIC dan Pikko, pengawas BI menemukan permasalahan surat-surat berharga (SSB) valas 203 juta dollar AS berkualitas rendah, atau tidak memiliki peringkat (rating), dan memiliki bunga yang rendah. Bank juga memiliki US Treasury 185,36 juta dollar AS yang memiliki bunga sangat rendah.

Permasalahan SSB tersebut bukan hanya karena tidak memiliki rating, tetapi pengawas BI juga menemukan pencatatan yang tidak sesuai dengan pedoman standar akuntansi keuangan (PSAK).

Dengan demikian, ada tiga persoalan utama SSB, yang diminta oleh pengawas bank untuk diselesaikan, yaitu SSB unrating yang dikategorikan macet, SSB berbunga rendah yang mengakibatkan tekanan terhadap rentabilitas bank, dan pencatatan yang tidak sesuai PSAK, sehingga apabila dicatat sesuai PSAK, bank mengalami kerugian.

Oleh karena itu, bila dilakukan merger atas tiga bank tersebut, harus ada penambahan modal untuk mengatasi tekanan terhadap permodalan bank, dampak dari SSB yang bermasalah.

Adapun pertimbangan dilakukan merger adalah pemegang saham Chinkara Capital Ltd, yang dimiliki Rafat Ali Rizvi dan Hesyam Al Warraq, memiliki saham pada ketiga bank itu melalui pasar modal.

Merger juga diyakini akan memudahkan pengawasan, memudahkan proses pengalihan kepemilikan bank hasil merger kepada investor, dan jaringan kantor bank akan menjadi lebih luas sehingga dapat mendukung bisnis bank. (SUT/FAJ)

Sumber: Kompas, 22 Desember 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan