Prestasi Sepakbola Indonesia Tersandera Anggaran Pemerintah

Ketergantungan klub-klub sepakbola Indonesia pada dana Anggaran Penerimaan dan Pendapatan Daerah (APBD), membuat pengelolaan tim menjadi tidak profesional. Banyaknya pejabat daerah yang menjadi pengelola tim juga membuat klub sepakbola rentan menjadi kendaran politik.

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko dalam diskusi bersama koalisi bersama pecinta sepakbola Indonesia "Save Our Soccer" di sekretariat ICW, Sabtu (8/01/11), mengatakan, sudah saatnya klub dikelola secara profesional oleh orang-orang yang benar-benar mengerti dan mencintai sepakbola. Pengelolaan secara profesional, akan menciptakan iklim yang lebih baik dan menghindari celah korupsi. "Peluang korupsi sangat besar ketika sepakbola masih menyusu kepada APBN," ujar Danang.

ICW, menurut Danang, sedang melakukan studi mengenai patronase politik dan bisnis, termasuk dalam bisnis sepakbola. ICW mengambil studi kasus pengelolaan klub PSIS Semarang, sejak periode 2000-2009, selama masa kepemimpinan Sukawi Sutarip yang juga menjabat Walikota Semarang. Selama kurun waktu itu, prestasi PSIS naik dan turun sesuai dana yang dikucurkan pemerintah. "Prestasi menurun sejak tahun 2004, bahkan terdegradasi pada 2007. Tahun 2008 tidak ada alokasi anggaran, diduga karena dana digunakan untuk kepetingan pejabat menjelang Pemilukada," jelas Danang.

Danang juga menyayangkan besarnya anggaran negara untuk sepakbola yang begitu besar, melampaui anggaran untuk sektor-sektor lain, tidak diikuti dengan meningkatnya prestasi. Karena itu, ICW meminta pemerintah menghentikan kucuran dana untuk 18 klub LSI dan 36 klub Divisi Utama yang menginduk pada PSSI. "Begitu besar dana yang dikucurkan, justru semakin tidak mandiri dan tidak berprestasi," tukas Danang.

Desakan untuk memisahkan sepakbola dari kisruh dan konflik kepentingan pejabat juga disuarakan mantan manajer timnas IGK Manila. Manila menilai, dana APBN dan APBD yang digelontorkan kepada klub setiap tahun sangat rawan dikorupsi.

Mantan manajer Persija ini mengungkapkan modus-modus yag umum digunakan untuk menilap anggaran negara. "Pertama, penjualan tiket pertandingan. Stadion penuh, tapi laporan pengelola selalu merugi," ujarnya.

Modus lain, jual beli skor pertandingan. Manila mengatakan, praktik transaksional ini kerap terjadi dalam pertandingan yang digelar dalam kompetisi. Dengan membayar wasit, klub bisa menentukan berapa skor yang akan diperoleh. "Bahkan, bisa mengatur adanya tendangan penalti," kata Manila.

Pembelian pemain asing, pelatih, juga bisa menjadi celah korupsi. Sejumlah agen dapat menentukan seberapa cepat proses membeli pemain atau pelatih baru. "Ibaratnya, mau pilih jalur cepat atau lambat, tergantung kesepakatan dengan agen," ujarnya.

Peluang korupsi terbesar, menurut Manila, ada pada penguasaan pejabat dalam manajemen. Ketiadaan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan klub membuat praktik ini terus terjadi tanpa ada kontrol.

PSSI, selaku induk organisasi induk sepakbola di Indonesia, seharusnya memberi kesempatan Liga Premiere Indonesia (LPI) untuk menunjukkan kemampuan menggelar kompetisi tanpa APBD. "Karena LPI menjanjikan sesuatu yang belum tentu benar, kita berikan kesempatan. Apakah bisa bertahan lebih dari lima kompetisi," ujar Manila.

Hegemoni PSSI
Tidak hanya korupsi yang memporandakan bangunan induk organisasi sepakbola Indonesia. Pakar komunikasi politik Effendi Ghazali mengatakan, PSSI selama ini terlalu arogan, dan selalu berlindung di balik nama besar FIFA. "Padahal, FIFA juga bukan organisasi yang benar-benar bersih dari cacat," ujar Effendi.

PSSI, menurut Effendi, seakan meutup akses untuk bernegosiasi. Terkait penyelenggaraan LPI, PSSI mengkliam FIFA tidak mengakui LPI. Sementara, hingga saat ini belum ada pihak yang mengklarifikasi keputusan FIFA mendiskualifikasi LPI.

Effendi mendesak PSSI segera memperbaiki diri, agar prestasi sepakbola Indonesia dapat meningkat. "Kita juga akan dorong dari luar agar PSSI direformasi," ujar Effendi, yang tergabung dalam komunitas Save Our Soccer.

Save Our Soccer, terhitung sejak Jumat (7/01/11), menyebarkan lembar permintaan informasi publik kepada PSSI. Mengacu pada UU No 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, maka PSSI merupakan badan publik yang memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan informasi pengelolaan keuangan kepada masyarakat. Lembar permintaan ini akan disampaikan kepada PSSI pada Senin, 17 Januari 2011. Farodlilah

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan