Presiden Perlu Beri Sanksi; Kementerian Tak Setor PNBP
Banyak kementerian/lembaga tidak menyetorkan uang (penerimaan negara bukan pajak/PNBP) yang diterimanya ke kas negara dan melaporkannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai pemegang hak budget.
Uang itu oleh masing-masing kementerian/lembaga malah langsung digunakan tanpa melalui mekanisme Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Persoalan ini berarti jauh lebih serius dari rencana pembelian 550 laptop oleh anggota DPR yang beberapa waktu lalu banyak diprotes masyarakat karena dianggap pemborosan dan akhirnya dibatalkan.
Apabila pembelian laptop jelas-jelas dianggarkan dalam APBN, banyak pembelian di kementerian berarti dilakukan tanpa mekanisme APBN. Kalau pembelian laptop menghabiskan Rp 12,2 miliar, PNBP yang digunakan secara langsung itu paling sedikit sudah terdeteksi Rp 4,22 triliun pada tahun 2005 dan Rp 3,52 triliun untuk tahun 2006.
Ini sangat rawan penyimpangan karena sama sekali tidak ada kontrol. Uang negara tersebut bisa digunakan sesukanya atau bukan merupakan prioritas negara, ungkap anggota dan juru bicara BPK Baharuddin Aritonang di ruang kerjanya, Senin (2/4).
Menurut Aritonang, Presiden bisa memberi sanksi pada kementerian/lembaga yang tidak menyetorkan uang negara tersebut. DPR bisa memberi sanksi pemotongan anggaran sesuai dengan hak budget yang dimilikinya. BPK pun bisa melakukan audit investigasi untuk melihat lebih jauh penyimpangan yang terjadi dan kemudian melaporkan ke aparat hukum.
Puncak gunung es
Berapa banyak uang negara yang digunakan kementerian/ lembaga tanpa melalui mekanisme APBN ini diperkirakan nilainya jauh lebih besar dari yang terlihat, seperti fenomena gunung es.
Hasil pemeriksaan BPK di beberapa unit saja pada 18 kementerian negara/lembaga, total realisasi PNBP 2005 mencapai Rp 143,81 triliun, sedangkan PNBP 2006 Rp 48,67 triliun. Padahal, angka ini baru mencakup 67 jenis dari 149 jenis PNBP yang ada, sekitar 45 persen.
Dari pemeriksaan di 18 kementerian/lembaga tersebut, menurut Kepala Auditor II, I Gede Kastawa, hampir seluruhnya tidak menyetorkan uang negara dan menggunakan langsung.
Untuk tahun 2005 dan 2006 sebagai sampel adalah Departemen Keuangan Rp 4,031 triliun dan Rp 3,494 triliun; Departemen Pendidikan Nasional Rp 181,4 miliar dan Rp 452,4 juta; Departemen Kesehatan Rp 1,055 miliar dan Rp 27,63 miliar; Bakosurtanal Rp 2,121 miliar (2005); BPPT Rp 5,134 miliar dan Rp 1,396 miliar; Polri Rp 1,279 miliar dan Rp 568 juta; Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Rp 1,187 miliar dan Rp 96 juta; Departemen Luar Negeri Rp 99,8 juta (2005).
Pemeriksaan ini pun baru dilakukan hanya di beberapa unit tidak secara utuh di departemen/lembaga itu. Untuk Polri, misalnya, hanya beberapa polda, ujar Gede Kastawa. (SUT)
Sumber: Kompas, 3 April 2007