Presiden Jangan Asal Pilih Calon Kapolri

- buka ruang publik untuk berikan masukan-

Pernyataan Pers Koalisi Masyarakat Sipil

Proses pemilihan calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) dari waktu ke waktu semakin tidak menentu. Saat ini sudah mencuat ke publik sejumlah nama yang akan menggantikan posisi Jenderal Polisi Bambang Hendarso Dahuri seperti Komjen Nanan Soekarna dan Komjen Imam Soedjarwo. Muncul pula nama baru seperti Kapolda Metro Jaya, Irjen Timur Pradopo dan Kapolda Sumatera Utara, Irjen Oegroseno.

Meskipun sudah banyak nama yang muncul namun hingga saat ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum juga mengumumkan secara resmi calon Kapolri dan menyerahkannya kepada Parlemen. Tarik menarik kepentingan dan politisasi pada akhirnya muncul dibalik proses pemilihan calon Kapolri tersebut. 

Ditengah kondisi yang tidak menentu, informasi yang beredar menyebutkan bahwa Presiden SBY akan segera memberikan nama calon Kapolri kepada DPR pada Minggu, 3 Oktober 2010 atau menjelang kunjungannnya ke Belanda. 

Terkait dengan proses pemilihan calon Kapolri saat ini, Koalisi Masyarakat Sipil memberikan sejumlah catatan sebagai berikut:

Pertama, proses pemilihan yang berlangsung saat ini sangat tertutup dan tidak partisipatif.

Sebagaimana diketahui bahwa proses seleksi awal melalui Kompolnas telah mencari informasi track record para calon Kapolri kepada institusi-institusi independen yaitu KPK, Komnas HAM dan PPATK. Meskipun patut diapresiasi namun hasilnya juga tidak jelas karena tidak pernah dibuka kepada publik.

Padahal hasil klarifikasi dari KPK, Komnas HAM dan PPATK merupakan prasyarat pencalonan yang definitif. Hasil klarifikasi dari Komnas HAM akan menunjukkan bersihnya calon dari pelanggaran HAM sekaligus sebagai warning atas ketertundukan insitusi Polri terhadap nilai HAM yang mulai dianut.

Sementara hasil dari KPK dan PPATK akan menunjukkan bersihnya calon dari rekening gendut dan intervensi pengusaha hitam. Hasil klarifikasi tersebut layak untuk disampaikan kepada publik sekaligus membuka ruang bagi masyarakat untuk mengetahui siapa calon yang layak untuk menjadi Kapolri. dan memberi masukan  konkret Penting dibuka sebuah proses formal dimana masukan dari masyarakat tempat para calon Kapolri ini pernah memimpin wilayah atau operasi untuk bisa dipertimbangkan.

Kedua, Kapolri yang akan dipilih nantinya berpengaruh pada pencitraan pemerintah dan masa depan negara ini.

Tidak dapat dipungkiri Kapolri merupkan salah satu ujung tombak bagi pemerintahan SBY-Boediono dalam upaya penegakan hukum dan juga pemberantasan korupsi. Artinya kinerja jajaran Kepolisian dibawah Kapolri akan memberikan pengaruh bagi kinerja dan pencitraan pemerintah. Jika Kapolrinya memiliki track record dan kinerja yang buruk maka citra pemerintah dimata masyarakat juga akan semakin buruk. Masyarakat juga sulit berharap bahwa Polri dapat menjadi lebih professional dan dapat dipercaya.

Dalam penilaian koalisi masyarakat sipil, kinerja Kepolisian selama lima tahun terakhir masih jauh dari memuaskan. Reformasi ditubuh Polri belum berjalan secara optimal. Kasus kekerasan, salah tangkap dan pelanggaran HAM yang dilakukan oknum polisi terhadap warga masyarakat juga kerap ditemui. Penyimpangan dan korupsi yang terjadi ditubuh kepolisian masih marak dan bahkan semakin luar biasa dengan ditemukannya sejumlah ”rekening gendut” milik para jenderal. Institusi Polri bahkan dinilai sebagai bagian pelemahan KPK karena melakukan kriminalisasi terhadap Bibit Samad dan Chandra M Hamzah (selaku pimpinan KPK). Jika pun dianggap sebagai suatu prestasi, keberhasilan Polri yang bisa terlihat publik –meskipun dengan sejumlah catatan– adalah dalam penangangan kasus terorisme.

Agar tidak salah memilih Kapolri (tidak memilih kucing dalam karung) maka kami meminta Presiden untuk umumkan nama-nama kandidat Kapolri terlebih dahulu kepada publik untuk mendapatkan masukan sebelum menyerahan kepada DPR. 

Publik harus dilibatkan dalam proses pemilihan Kapolri. Karena Kapolri dan masa depan kepolisian Indonesia tidak semata-mata “milik” Presiden namun juga milik masyarakat dan bangsa Indonesia. 

Presiden agar membuka ruang sebebas-bebasnya bagi para calon Kapolri untuk mendengarkan harapan publik sekaligus memaparkan visi, misi dan rencana kerja yang akan dilakukan kepada publik. Ruang ini dapat dipergunakan untuk menunjukkan sejauh mana komitmen Calon Kapolri untuk menelurkan kebijakan yang berprinsip HAM, memberantas korupsi serta memperkuat reformasi birokrasi institusi sebagai bagian dari konsistensi membangun akuntabilitas internal. Ruang transparansi ini menjadi sangat penting untuk memperbaiki institusi Polri di masa yang akan datang.

Masyarakat butuh Pimpinan Polri yang kredibel, integritas, visioner dan berkomitmen dalam reformasi, penegakan hokum, penegakan HAM dan pemberantasan korupsi. Sekali lagi Presiden jangan pilih calon Kapolri yang juga pelaku atau pelindung pelanggaran HAM, perusak lingkungan, pelaku kekerasan dalam rumah tangga, koruptor dan juga mafia.

Jakarta, 2 Oktober 2010
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Polri

LBH JAKARTA-KONTRAS-PRAXIS - LBH MASYARAKAT - TI  INDONESIA - ICW- LEIP-ILR-ICJR- DEMOS-ELSAM-IMPARSIAL

Cp. Herbin Siahaan (ICJR), Ilham(TI Indonesia), Indria (Kontras), Taufik Bashari (LBH Masyarakat), Andi K Yuwono (Praxis), Emerson Yuntho (ICW)

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan