Presiden Izinkan Keluarga Pejabat Berbisnis

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengizinkan keluarga pejabat berbisnis. Namun, Presiden memberikan syarat, bisnis harus dilakukan secara adil, transparan, dan mengikuti iklim persaingan usaha yang sehat.

(Bisnis keluarga pejabat) juga harus jauh dari persekongkolan dan mengikuti iklim persaingan yang sehat, kata Ketua Komite Pengawas Persaingan Usaha, Sutrisno Iwantono, mengutip pernyataan Presiden, kepada wartawan kemarin di kantor Kepresidenan, Jakarta.

Para anggota Komite menemui Presiden, menurut Sutrisno, untuk menyampaikan bahwa prinsip transparansi perlu diterapkan dalam penyelenggaraan usaha dan aktivitas bisnis. Prinsip tersebut, kata dia, harus diberlakukan dan diterapkan kepada siapa pun yang menjalankan bisnis.

Menurut Sutrisno, Presiden menegaskan perlunya penciptaan iklim persaingan usaha yang sehat sebagai prasyarat agar Indonesia bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,5 persen dalam lima tahun. Menurut Presiden, persaingan yang sehat itu berlaku bagi semua kalangan, termasuk keluarga-keluarga pejabat.

Sutrisno mengakui tidak adil bila melarang keluarga pejabat untuk berbisnis. Alasannya, banyak juga di antara keluarga pejabat merupakan orang-orang profesional dan pandai. Yang penting adalah, siapa pun dia, dalam menjalankan bisnisnya harus fair, tuturnya.

Selain itu, Sutrisno menambahkan, bisnis tetap harus dilakukan secara transparan, tidak boleh melakukan monopoli, dan mengikuti kaidah-kaidah hukum yang berlaku. Artinya, di dalam iklim yang sehat, semua orang punya kesempatan untuk melakukan bisnis, katanya.

Ketika dimintai konfirmasi tentang pernyataan Yudhoyono yang dikutip Sutrisno, juru bicara Presiden, Andi Mallarangeng, menyatakan, izin Presiden kepada keluarga pejabat untuk berbisnis itu dengan syarat tidak menimbulkan konflik kepentingan. Maksud Presiden, boleh ada anak pejabat berbisnis, tapi tidak (menimbulkan) conflict of interest, katanya. Andi mengaku tidak mengikuti pertemuan Presiden dan para anggota Komite Pengawas Persaingan Usaha.

Andi mencontohkan, seorang anak bupati tidak boleh ikut tender proyek yang diadakan oleh pemerintah daerah kabupaten, tempat bapaknya berkuasa. Masak anak bupati tidak boleh buka restoran? Andi balik bertanya.

Namun, Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Pramono Anung menilai, pernyataan Presiden itu bisa membuka akses terjadinya kolusi di pemerintahan. Bagaimanapun, kata Pramono, keluarga pejabat, terutama presiden, menerima perlakuan yang luar biasa. Sekecil apa pun peluang yang diberikan, ia menambahkan, tentu membuka kemungkinan terjadinya kolusi. Ini adalah langkah mundur, katanya.

Dia menunjuk contoh komitmen Presiden Megawati Soekarnoputri yang melarang keluarganya berbisnis. Saat menyampaikan pidato kenegaraan di depan Sidang Paripurna DPR, 18 Agustus 2001, Megawati meminta kepada seluruh keluarga dekat dan para anggota kabinetnya untuk menutup peluang terjadinya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Taufiq Kiemas, suami Mega, saat itu juga menyatakan, seluruh keluarganya siap untuk tidak ber-KKN. Ia mengaku, bisnisnya hanya pompa bensin yang dikelola secara fair. Ini pun, menurut dia, telah diserahkan kepada anak-anaknya. Dulu saya dagang karena kepepet, ujarnya (Koran Tempo, 18/8/2001).

Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Danang Widoyoko juga tidak setuju jika keluarga pejabat dibolehkan berbisnis. Namun, ia mengaku sulit untuk melarang karena aturannya memang tidak ada.

Dari partai pengusung Yudhoyono, Partai Demokrat, Wakil Sekretaris Jenderal Max Sopacua sependapat dengan Presiden. Menurut dia, tidak ada masalah bagi keluarga pejabat untuk berbisnis. Syaratnya, bisnis itu sudah dilakukan sebelum sang pejabat terpilih. Bahkan akan berdosa bila karena seseorang yang menjadi pejabat negara kemudian harus meminta keluarga untuk melepaskan bisnisnya, tuturnya. yura syahrul/purwanto

Sumber: Koran Tempo, 21 Desember 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan