Presiden: Hati-hati Periksa Kepala Daerah
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta aparat penegak hukum berhati-hati dalam memeriksa kepala daerah yang diduga terlibat tindak pidana korupsi. Aparat harus menganalisis bukti-bukti yang ada bahwa indikasinya memang mengarah pada tindak korupsi. Ini karena bisa saja permasalahan keuangan yang muncul di daerah lebih disebabkan oleh tafsiran kebijakan yang berbeda. Jangan begitu saja menuduh, kata Presiden Yudhoyono dalam pidato pembukaan rapat kerja Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia kemarin.
Kehati-hatian ini, kata dia, diperlukan karena pemeriksaan itu bisa mengganggu pelaksanaan tugas dan wibawa kepala daerah. Tapi tidak berarti pemberantasan korupsi dan pencegahan korupsi kita hentikan, Presiden menegaskan.
Sejak dilantik menjadi presiden empat bulan lalu, ia melanjutkan, dirinya memang telah mengeluarkan sejumlah disposisi untuk pemeriksaan kepala daerah seperti diminta oleh Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI. Disposisi yang diberikan hanya untuk pemeriksaan kepala daerah yang terindikasi kuat melakukan korupsi.
Karakternya melawan hukum, merugikan negara, dan memperkaya diri sendiri, katanya. Hampir tiap hari Jaksa Agung dan Kapolri meminta disposisi untuk memeriksa gubernur, bupati, dan wali kota tertentu.
Hingga saat ini, pemerintah memang telah memeriksa sejumlah gubernur, bupati, dan wali kota yang terindikasi kuat melakukan korupsi. Langkah ini merupakan hasil dari desakan masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat sejak dulu untuk menekan laju korupsi.
Dalam kesempatan itu, Yudhoyono juga meminta para kepala daerah membuat peraturan daerah (perda) yang tidak bertentangan satu sama lain. Apalagi dengan aturan yang lebih tinggi, katanya. Harmonisasi antarperda sangat diperlukan sehingga pembangunan bisa berjalan dengan lancar.
Ia mencontohkan perda yang dibuat oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mengenai pembangunan jalan di kawasan itu. Menurut Yudhoyono, perda itu haruslah selaras dengan daerah lainnya di Kalimantan sehingga tidak menghambat jika ingin membangun jalan trans-Kalimantan.
Sementara itu, juru bicara kepresidenan Andi Mallarangeng mengungkapkan, Presiden Yudhoyono kemarin telah menandatangani izin pemeriksaan dan penyidikan Bupati Blitar Imam Muhadi dan Bupati Temanggung Totok Ary Prabowo, yang diduga terlibat korupsi. Permintaan penyidikan terhadap Bupati Blitar diajukan Kejaksaan Agung, sedangkan Bupati Temanggung oleh Kepala Polri. Ini bagian dari agenda utama Presiden untuk memberantas korupsi, ujar Andi.
Izin Presiden untuk memeriksa dan menyidik pejabat negara total untuk 37 orang, masing-masing 4 gubernur, 22 bupati, 3 wali kota, 1 wakil bupati, dan 7 anggota Dewan. Semua itu, menurut Andi, memperlihatkan bahwa Presiden bertindak cepat dan transparan dalam penyelesaian kasus korupsi, juga menunjukkan bahwa tidak ada satu orang pun yang kebal hukum. Tapi tetap dengan asas praduga tak bersalah, ujarnya.
Dari Malang, M. Huzaini, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, memerintahkan agar semua kejaksaan negeri di wilayahnya tidak memakai PP Nomor 110/2000 tentang kedudukan protokoler dan keuangan pemimpin dan anggota DPRD sebagai dasar dakwaan dalam kasus korupsi di DPRD. Sebab, peraturan ini sudah dibatalkan oleh Mahkamah Agung pada 2001.
Jika jaksa tetap memakai PP 110/2000, Huzaini khawatir akan dikalahkan dalam persidangan, terutama di tingkat kasasi. Selanjutnya, ia memerintahkan agar para jaksa menggunakan Undang-Undang Korupsi juncto UU Nomor 20 Tahun 2001.
Langkah Huzaini tersebut, menurut juru bicara Kejaksaan Agung R.J. Soehandojo, merupakan implementasi dari surat edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus beberapa waktu lalu. Untuk menghindari perdebatan, kata dia, kasus korupsi oleh DPRD yang terjadi pada 2003-2004 sebaiknya memang tidak menggunakan PP tersebut.
Sebab, dakwaan dengan menggunakan PP 110/2000 di beberapa pengadilan ada yang dimenangkan hakim, tapi ada juga yang dikalahkan. Soehandojo mencontohkan, saat menjadi Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, dia mendakwa 51 anggota DPRD Padang dengan PP tersebut dan dimenangkan. Tapi di Bogor dan Indramayu dikalahkan, ujarnya.
Dalam rapat kerja Komisi Hukum dan Komisi Pemerintahan Dalam Negeri dengan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, 17 Februari lalu, banyak anggota DPR yang mempersoalkan penggunaan PP 110/2000 dalam dakwaan jaksa. Ketika itu, Jaksa Agung menjelaskan bahwa penggunaan PP tersebut hanya sebagai landasan formal, bukan menjadi dakwaan materiil. budi riza/sunariah/bibin bintariadi/sudrajat
Sumber: Koran Tempo, 26 Februari 2005