Presiden Hanya Ganti Posisi Kosong Ketua KPK
Para pimpinan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) boleh bernapas lega. Wacana penggantian seluruh elite (ketua dan empat wakil ketua) di lembaga superbodi itu tidak akan terealisasi. Presiden SBY dipastikan hanya akan mengisi satu posisi kosong (ketua KPK) yang selama ini dijabat Antasari Azhar.
Penggantian itu akan dilakukan karena mantan jaksa tersebut tinggal menunggu waktu untuk berstatus terdakwa kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. Denny Indrayana, staf khusus presiden bidang hukum, mengatakan bahwa dalam mengisi posisi yang ditinggalkan Antasari, presiden tetap mengacu pada UU KPK. "Pengertian UU saat ini bahwa yang diganti adalah yang kosong saja. Tidak semuanya diganti," kata Denny kemarin (30/8).
Prosesnya, lanjut dia, akan melalui panitia seleksi (pansel) yang dibentuk oleh pemerintah. Tahap dalam pansel bisa memakan waktu hingga 6 bulan. "Nanti akan ada dua orang yang diusulkan ke DPR untuk dipilih satu," terang Denny.
Namun, Denny menggarisbawahi, tahap pemilihan pimpinan KPK melalui pansel masih lama. Masih harus ditunggu keppres tentang pemberhentian Antasari. Pemberhentian dilakukan menunggu status Antasari sebagai terdakwa.
Sejak Antasari tersandung masalah, saat ini tinggal ada empat pimpinan KPK. Mereka adalah Chandra M. Hamzah, Bibit S. Riyanto, Haryono Umar, dan M. Jasin. Seperti diketahui, wacana penggantian pimpinan KPK mencuat setelah berkas perkara Antasari masuk ke kejaksaan.
Setelah berkas masuk ke pengadilan dan disidangkan, secara yuridis formal Antasari berstatus sebagai terdakwa. Sesuai dengan UU KPK, jika berstatus terdakwa, dia harus diberhentikan dari jabatannya di KPK.
Sebelumnya, Ketua DPR Agung Laksono mengakui masih ada perbedaan pendapat tentang usul penggantian pimpinan KPK. Di satu pihak, ada yang berpandangan penggantian cukup dilakukan pada Antasari saja. Namun, di pihak lain, ada pula yang berpandangan perlu mengganti semua pimpinan KPK. (Jawa Pos, 29/8)
Ketua Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta Zainal Arifin Muchtar meminta tidak dilakukan seleksi untuk mencari pengganti Antasari. "Kalau sekarang ada pansel, nanti 2011 ada lagi. Itu tidak efisien," kata Zainal. Menurut dia, empat pimpinan KPK yang masa jabatannya berakhir pada 2011 masih bisa berjalan baik.
Secara terpisah, KPK sendiri terus mengembangkan pemeriksaan atas dugaan pelanggaran kode etik Antasari. Komisi juga telah memeriksa sejumlah saksi untuk membuktikan penyelewengan orang nomor satu di lembaga itu. Wakil Ketua KPK M. Jasin membenarkan adanya pemeriksaan itu. "Saksinya adalah pihak-pihak terkait untuk menghasilkan bukti-bukti valid," jelasnya kemarin.
Dia tidak mengungkapkan saksi-saksi yang keterangannya telah dikorek oleh tim pengawasan internal itu. Diperoleh informasi , tim pengawas internal sampai bepergian ke luar kota untuk mengumpulkan bukti pelanggaran Antasari. Tim juga berusaha mengorek keterangan dari orang-orang yang diajak bepergian mantan jaksa itu. Temuan tersebut sangat banyak. Saat ini prosesnya sampai finalisasi. "Soal apa masih dirahasiakan," jelasnya. (fal/git/iro)
Sumber: Jawa Pos, 31 Agustus 2009
-------------------
Presiden Tak Bisa Rombak Seluruh Pimpinan KPK
by : M. Yamin Panca Setia
PRESIDEN Susilo Bambang Yudhoyono tidak dapat mengakomodasi wacana yang dilayangkan sejumlah anggota DPR untuk melakukan perombakan seluruh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wacana perombakan pimpinan KPK dinilai melabrak UU KPK.
Kewenangan Presiden hanya menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) untuk memberhentikan ketua KPK nonaktif Antasari Azhar yang terlibat kasus pembunuhan Direktur Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnain. Proses pergantian Antasari pun tidak menjadi kewenangan penuh Presiden karena juga melibatkan Panitia Seleksi (Pansel) yang terdiri dari pemerintah dan unsur masyarakat, dan DPR untuk melakukan fit and proper test (uji kelayakan dan kepatutan).
Demikian pernyataan Denny Indrayana, Staf Khusus Presiden bidang Hukum kepada Jurnal Nasional kemarin (31/8).
"Kan sudah sangat jelas diatur oleh UU KPK. Jika ada pimpinan KPK yang menjadi terdakwa maka diberhentikan sementara dengan Keppres. Kemudian kekosongan akibat pemberhentian itu diisi (yang baru). Yang diganti, ya hanya satu orang itu (Antasari)," katanya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah juga menilai, presiden harus mengabaikan wacana perombakan pimpinan KPK tersebut. Dia mengingatkan presiden agar lebih mendorong penguatan institusi KPK daripada merombak pimpinan KPK. "Presiden harus memperkuat KPK, ketimbang melakukan seleksi yang justru bisa dibajak oleh kekuataan politik di DPR karena proses seleksi di DPR hanya upaya untuk menempatkan agen DPR di KPK," tegas Febri kemarin.
Terkait kabar jika Kejaksaan Agung (Kejagung) sudah menyiapkan pengganti Antasari, Denny menanggapi kabar tersebut bentuk kekurangan pahaman Kejagung terhadap UU KPK. Dia menyatakan, silakan saja kalau Kejagung punya calon pengganti Antasari yang juga merupakan unsur dari kejagung. "Tetapi bukan berarti itu akan terpilih, lewat proses pemilihan nanti."
KPK sendiri memastikan tidak akan ada pembagian jatah dalam seleksi pengganti Antasari. "Nggak ada itu bagi-bagi jatah. Tidak harus dari kejaksaan. Dalam UU tidak seperti itu," ujar Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua.
Untuk seleksi pengganti Antasari, kata Abdullah, komisi menyerahkan semuanya kepada DPR dan pemerintah. Namun, Abdullah meyakinkan jika KPK masih sanggup bekerja dengan baik meskipun tidak ada ketua seperti yang terjadi saat ini. "Tinggal satu pimpinan juga jalan kok," tegas Abdullah. n M Yamin Panca Setia/Melati Hasanah Elandis
Sumber: Jurnal Nasional, 1 September 2009