Presiden Didesak Copot Kapolri dan Jaksa Agung

“Itu bisa membendung demonstrasi di seluruh Indonesia.”

Pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF) oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ternyata tak cukup memuaskan banyak pihak. Mereka berharap pembentukan tim dalam kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M. Hamzah itu bisa berujung pada penggantian Kepala Polri dan Jaksa Agung.

Tuntutan pencopotan Jenderal Bambang Hendarso Danuri dan Hendarman Supandji dari jabatannya itu dianggap perlu karena keduanya terbukti tak mendukung kerja Komisi Pemberantasan Korupsi. "Kasus yang menimpa Bibit dan Chandra adalah buktinya. Mereka justru menghalangi pemberantasan korupsi,” kata Direktur Perhimpunan Pendidikan Demokrasi Donny Ardyanto kemarin.

Ketua Presidium Indonesia Police Watch Neta S. Pane juga menyatakan hal senada. Menurut dia, selain Kepala Polri, yang perlu segera dicopot adalah Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Susno Duadji. "Kerja pertama TPF seharusnya mendesak Presiden mencopot dua orang ini. Jangan bicara yang lain," katanya.

Menurut Neta, dua petinggi Polri inilah pangkal masalah kasus tersebut. Jika tidak dicopot, ia ragu TPF bisa melakukan hal yang lebih jauh, seperti pengusutan dan investigasi.

Selain untuk tujuan teknis itu, Neta melanjutkan, langkah awal pencopotan dua petinggi Polri ini bisa dipastikan akan membendung ketidakpuasan dan demonstrasi yang dilakukan di seluruh Indonesia. "Rekomendasi ini kalau bisa diberikan besok atau lusa. Setelah itu, tim bisa bekerja lebih tenang," kata dia.

Setelah mendengarkan masukan dari berbagai pihak, Presiden Yudhoyono kemarin memutuskan pembentukan Tim Pencari Fakta yang terdiri atas delapan tokoh. Tim diketuai Adnan Buyung Nasution dan diwakili Koesparmono Irsan. Sekretarisnya adalah Denny Indrayana, dengan lima anggota, yakni Todung Mulya Lubis, Hikmahanto Juwana, Anies Baswedan, Amir Syamsuddin, dan Komaruddin Hidayat.

Keputusan Presiden itu ditanggapi oleh sejumlah pegiat antikorupsi dengan menggelar jumpa pers di kantor Imparsial, Jakarta. Bergabung pula dua mantan perwira menengah polisi, Bambang Widodo Umar dan Alfons Loemau.

Mereka berharap TPF bisa menelisik hingga ke akar persoalan, yaitu gesekan kewenangan antara KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung.

Anggota tim penasihat hukum KPK, Bambang Widjojanto, bahkan mempertanyakan pembentukan tim itu oleh Presiden. “Tim hanya murni untuk klarifikasi fakta, atau pencari fakta yang bertujuan mereformasi sistem penegakan hukum?" ujar Bambang. “Lalu, instrumen apa yang hendak digunakan oleh tim itu?”

Adapun Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan tak akan terpengaruh oleh tim yang dibentuk Presiden itu. Ia memastikan proses hukum atas Bibit dan Chandra akan tetap berlanjut. “Kecuali praperadilan, tak ada kekuatan di luar undang-undang yang bisa menghentikannya,” kata Hendarman.

Reaksi Mabes Polri lain lagi. Mereka menilai positif pembentukan TPF. Bahkan kabar penonaktifan Susno Duadji santer beredar tadi malam, meski tak ada perwira yang bersedia memberi keterangan resmi soal itu. “Nanti semua dijelaskan oleh humas,” kata Deputi Sumber Daya Manusia Inspektur Jenderal Edy Sunarno. MUNAWWAROH | AGUNG SEDAYU | ANTON SEPTIAN | CORNILA

Sumber: Koran Tempo, 3 November 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan