Presiden dan Wapres Tak Bisa Intervensi

Wapres Kalla Bicara soal Pemberantasan Korupsi

Wapres Jusuf Kalla menegaskan, presiden dan wakil presiden tak lagi bisa mengintervensi keputusan hukum. Karena tekanan publik, iklim keterbukaan, dan demokrasi, kini seluruh lembaga penegak hukum bersikap independen dalam pemberantasan korupsi.

Penegasan tersebut disampaikan Kalla dalam peluncuran buku Memerangi Korupsi: Sebuah Peta Jalan untuk Indonesia di gedung Bursa Efek Jakarta (BEJ) kemarin. Acara itu diprakarsai harian INDO.POS (Grup Jawa Pos). Sedangkan buku yang ditulis Ian McWalters itu diterbitkan JP Books (Grup Jawa Pos).

Setelah puluhan tahun, sekarang adalah tahun-tahun di mana orang paling takut melakukan korupsi. Meski tidak seratus persen berhenti, minimal orang akan berhitung untuk korupsi, katanya.

Kalla mengaku pernah mengajukan permintaan kepada presiden agar seorang mantan menteri yang ditahan Kejagung bertepatan dengan Ramadan lalu dapat dikenakan status tahanan rumah. Saat itu, presiden setuju. Namun, kata dia, jaksa agung dan Kapolri ternyata tidak bersedia melepaskan karena takut diprotes masyarakat.

Kadang-kadang saya malu juga. Apa gunanya punya kawan presiden dan Wapres kalau tak bisa bantu. Apalagi kalau mau minta pengurangan hukuman. Jadi, minta maaf kepada teman-teman yang punya masalah hukum karena kami tidak bisa membantu, kata Wapres yang disambut tawa hadirin.

Acara itu dihadiri CEO Grup Jawa Pos Dahlan Iskan, Gubernur Lemhanas Muladi, Ketua Timtastipikor Hendarman Soepandji, Gubernur PTIK Irjen Pol Farouk Muhammad, Ketua PPATK Yunus Husein, Wakil Ketua KPK Ery Ryana Hardjapamekas, anggota DPR Alvin Lie, dan mantan Menko Ekuin Rizal Ramli.

Sebelumnya, Dahlan Iskan mengatakan, keberhasilan Independent Committee Against Corruption (ICAC) dalam memberantas korupsi di Hongkong menjadi acuan bagi gerakan pemberantasan korupsi di dunia. Karena itu, sangat penting bagi semua pihak di Indonesia untuk mempelajari strategi pemberantasan korupsi ICAC di Hongkong. Ian McWalters adalah seorang jaksa penuntut ICAC.

Menurut Dahlan, ada dua langkah pemberantasan korupsi yang efektif, yakni melalui amnesti (pengampunan) dan tanpa amnesti. Tapi, metode amnesti harus dilakukan setelah tidak ada cara lain.

Sebab, sekali diadakan amnesti harus berhasil. Tidak boleh gagal. Sebelum diumumkan amnesti, harus ada tekad luar biasa untuk memberantas korupsi. Kalau tidak ada, mungkin nasibnya sama dengan tax amnesty (pengampunan pajak), ujarnya.

Dahlan menyebut, bila pengusutan kasus-kasus korupsi membuat instabilitas kondisi sosial dan ekonomi nasional karena para pelaku korupsi tidak mau dihukum, mau tidak mau harus ada kebijakan amnesti.

Wakil Ketua KPK Ery Ryana Hardjapamekas mengakui, konsep dan strategi dasar pemberantasan korupsi yang selama ini dilakukan KPK mencontoh blueprint lembaga antikorupsi Hongkong (ICAC). Empat strategi utama KPK adalah peningkatan kapasitas dan kompetensi, penindakan atau represif, pencegahan atau preventif, dan penggalangan partisipasi masyarakat.

Penindakan tidak akan maksimal tanpa pencegahan. Pencegahan harus dimulai dari diri sendiri atau dipaksa. Kondisi kedua ini yang terjadi di Mahkamah Agung, kata mantan Dirut PT Timah itu.

Menurut dia, dalam pencegahan tindak pidana korupsi, KPK masih berjalan sendiri. Satu-satunya lembaga yang telah memulai perbaikan di kalangan internal adalah Polri. Belum ada self urgency dari lembaga penegak hukum untuk memperbaiki diri sendiri. Kecuali kepolisian yang sekarang mencoba membersihkan dirinya sendiri, tandas Ery. (noe)

Sumber: Jawa Pos, 3 Januari 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan