Presiden Beri Izin Polisi Periksa Puteh
Presiden Megawati Soekarnoputri telah memberikan izin Mabes Polri memeriksa Gubernur Aceh Abdullah Puteh dalam kaitan dengan dugaan korupsi pembelian mesin listrik senilai Rp 30 miliar. Surat itu dikeluarkan Presiden pada Kamis (27/5) malam lalu. Seorang sumber Tempo News Room di Sekretariat Negara menyebut, surat izin itu juga ditembuskan kepada Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri, dan DPRD Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
Perihal keluarnya surat izin Presiden dibenarkan Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Paiman. Menurut dia, setelah surat itu keluar, Mabes Polri segera memanggil Abdullah Puteh untuk diperiksa sebagai saksi. Karena itu yang sudah diproses Polda Aceh kan? katanya kemarin. Mengenai tempat pemeriksaan, Paiman menyebut, Puteh akan diperiksa di Jakarta. Waktunya akan disesuaikan dengan kesibukan Puteh sebagai gubernur maupun penguasa darurat sipil, kata dia.
Ketika dihubungi secara terpisah, Puteh megaku belum tahu soal izin Presiden untuk memeriksa dirinya itu. Saya belum diberi tahu soal turunnya izin Presiden, katanya kemarin. Kendati demikian, dia menegaskan kembali bahwa dirinya siap diperiksa kapan dan di mana saja. Saat disinggung soal langkah-langkah yang akan dilakukannya untuk menghadapi pemeriksaan terkait dengan dugaan korupsi itu, Puteh memilih tidak komentar. Kita lihat nantilah, saya sekarang sedang sibuk, ujarnya.
Turunnya izin Presiden disambut baik wakil rakyat di Aceh. Salah satunya disampaikan anggota DPRD Nanggroe Aceh Darussalam, M. Nasir Djamil. Kami berharap izin itu bisa digunakan polisi untuk memeriksa Abdullah Puteh dengan sungguh-sungguh, ujar Nasir. Dia juga berharap upaya pemeriksaan itu dilakukan bukan kamuflase untuk memenuhi keinginan rakyat belaka.
Sementara itu, hampir bersamaan waktunya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga akan memanggil anggota DPRD NAD untuk dimintai keterangan dalam kaitan dengan pembelian Helikopter Mi-2. Pembelian helikopter oleh Pemda NAD senilai Rp 12,5 miliar itu juga diduga berbau korupsi dan terkait dengan Abdullah Puteh. Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Erry Riyana H. di kantornya kemarin.
Menurut Erry, awal pekan depan dua sampai tiga anggota DPRD NAD akan dipanggil ke Jakarta. Mereka yang dipanggil adalah yang dianggap mengetahui aliran dana dan hal ihwal mengucurnya anggaran dana untuk pembelian helikopter tersebut. Diduga, harga helikopter di pasar hanya sekitar Rp 6,5 miliar, tetapi dibeli dengan harga dua kali lipat lebih.
Menurut Erry, pada 2002 TNI Angkatan Laut membeli helikopter sejenis hanya dengan harga Rp 6 miliar. Namun, Erry melanjutkan, bisa saja helikopter yang dibeli Pemerintah Daerah NAD itu memiliki spesifikasi berbeda, seperti terdapat ruang VIP, tambahan AC, dan lapisan antipeluru. Masih kita dalami, mungkin ada spesifikasi yang berbeda, ujar Erry.
Dalam kasus pembelian helikopter itu, hingga kini KPK belum menentukan siapa tersangkanya. Menurut dia, kalaupun pihaknya mengundang pejabat baru, sebatas untuk didengar keterangannya. Kendati dalam tahap penyelidikan, Gubernur NAD Abdullah Puteh bisa dipanggil untuk diperiksa. Bisa saja, tergantung pada kebutuhan, kata Erry.
Dalam penyelidikan saat ini, kata Erry, setidaknya ada dua bukti awal, yakni kesaksian dan bukti tertulis. Kesaksian itu seperti ada yang melihat adanya penyuapan terhadap pejabat tertentu. Sementara itu, bukti tertulis bisa berupa kuitansi, dokumen, dan lainnya. Kemudian, bukti awal itu ditinjau dan diverifikasi kebenarannya. Berdasarkan dua bukti awal itulah mulai dilakukan penyelidikan. deddy s/yuswardi s/lis yuliawati
Sumber: Koran Tempo, 29 Mei 2004