Presiden Angkat Sembilan Hakim 'Ad Hoc' Korupsi [30/07/04]
Presiden Megawati Soekarnoputri mengeluarkan keputusan presiden (keppres) tentang pengangkatan hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi. Presiden mengangkat sembilan hakim ad hoc, yakni tiga hakim di tiap tingkatan pengadilan.
Keppres tentang hakim pengadilan korupsi telah ditandatangani Senin (26/7), kata Sekretaris Negara Bambang Kesowo di sela-sela pelantikan delapan duta besar RI, di Istana Negara, kemarin.
Salinan Keppres No 111 Tahun 2004 tentang Pengangkatan Hakim Ad Hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tersebut diperoleh wartawan di Istana Negara, kemarin.
Bersamaan dengan keppres tersebut, Presiden juga mengeluarkan Keppres No 59 Tahun 2004 tentang Pembentukan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sesuai dengan Keppres No 111, hakim ad hoc tindak pidana korupsi berjumlah sembilan orang untuk tiga tingkat pengadilan, yakni pengadilan tindak pidana korupsi tingkat pertama, pengadilan banding, dan pengadilan tingkat kasasi.
Pada tingkat pertama, hakim yang diangkat adalah Dudu Duswara (kandidat doktor ilmu hukum Universitas Padjadjaran dan anggota Panitia Pengawas Pemilu Kota Bandung), Achmad Linoh (Sekretaris Komisi Pertimbangan Penelitian Universitas Negeri Jember dan pengacara), dan I Made Hendra Kusuma (notaris).
Sedangkan hakim untuk tingkat banding adalah HM As'adi Al Ma'ruf (mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Negeri Jenderal Soedirman), Abdurrahman Hasan (dosen Akademi Keperawatan dan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin), dan Sudiro (Widyaswara Departemen Kehakiman).
Dan, tiga hakim untuk tingkat kasasi adalah Hamrat Hamid (tenaga ahli/penasihat penegakan hukum lingkungan hidup dan Kejaksaan Agung dan mantan Direktur Penuntutan Tindak Pidana Umum), MS Lumme (pengacara), dan Krisna Harahap (anggota Komisi Konstitusi).
Keppres No 111 tersebut juga menyebutkan pelaksanaan lebih lanjut keppres itu diserahkan kepada Ketua Mahkamah Agung.
Pengadilan tindak pidana korupsi, yang ditetapkan dalam Keppres No 59 tersebut, merupakan amanat dari Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi --biasa disingkat KPK.
Keppres tersebut secara tegas menyebutkan pengadilan berwenang memeriksa dan memutus tindak pidana korupsi yang diajukan oleh KPK.
Sekalipun pengadilan korupsi itu berada di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, daerah hukum pengadilannya meliputi seluruh wilayah negara RI. Pengadilan itu juga berwenang memeriksa dan memutus tindak pidana korupsi yang dilakukan di luar wilayah negara RI oleh warga negara Indonesia. (Tia/X-7)
Sumber: Media Indonesia, 30 Juli 2004