Presentasi Miliaran tanpa Ada Direksi; Sidang Lanjutan Korupsi Jamsostek

Mantan Dirut PT Jamsostek Ahmad Djunaidi berkelit. Dia menyatakan tidak terlibat dalam korupsi di perusahaan BUMN itu. Alasannya, saat presentasi penawaran investasi surat utang bernilai miliaran rupiah, para direksi Jamsostek tidak hadir.

Menurut Djunaidi yang menjadi terdakwa kasus itu, kewenangan untuk menghadiri presentasi mengenai investasi merupakan tugas analis UMR (Unit Manajemen Risiko). Yang paling penting kan analis. Saya kan Dirut. Saya tidak menangani semua masalah. Oleh karena itu, saya bikin direktur investasi (yang membawahkan analis UMR, Red), kata Djunaidi setelah sidang lanjutan kasus korupsi Jamsostek di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin.

Kemarin dihadirkan saksi dari Jamsostek, yaitu Kepala Divisi Pasar Uang dan Pasar Modal Sri Retno Rahayu. Menurut Retno, para pimpinan Jamsostek tidak pernah menghadiri presentasi investasi Medium Term Note (MTN) Rp 311,085 miliar. Baik itu dari PT Sapta Prana Jaya, PT SIP, PT Dahana. dan PT Volgren.

Sri mengatakan bahwa pada waktu presentasi investasi MTN senilai Rp 100 miliar oleh PT Sapta Prana Jaya (SPJ), Jamsostek hanya diwakili oleh staf analis UMR Walter Sigalinggin. Dari kami, hanya Walter yang hadir, katanya.

Sementara itu, Koordinator Jaksa Penuntut Umum (JPU) Heru Chairuddin mengatakan bahwa para pimpinan bukan hanya tidak hadir dalam presentasi PT SPJ. Tetapi, juga investasi MTN lainnya. Seharusnya penerbit MTN itu presentasi di depan mereka (para pimpinan, Red). Gak cukup di depan analis, terangnya.

Lebih lanjut, Heru mengatakan bahwa terdakwa ikut bertanggung jawab dalam kasus itu. Alasannya, UMR berada di bawah struktur Jamsostek. Analis itu kan di bawah mereka, kata pria berkacamata minus tersebut. Tugas UMR adalah mengkaji risiko dan tingkat likuiditas.

Perlu diketahui, Mantan Direktur Utama PT Jamsostek Ahmad Djunaidi didakwa bersalah karena beberapa kali melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri atau korporasi. Korporasi itu adalah PT Dhanatunggal Binasatya Rp 97.835.802.959, PT Sapta Prana Jaya (SPJ) Rp 100 miliar, PT Surya Indo Pradana (SIP) Rp 80 miliar, dan PT Volgren Rp 33,250 miliar. Terdakwa melanggar pasal 28 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek, PP Nomor 28 Tahun 1996 tentang Pengelolaan dan Investasi Dana Program Jamsostek, dan RUPS pengesahan RKAP Tahun 2001. (yog)

Sumber: Jawa Pos, 21 Desember 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan