Praperadilan Puteh Kandas [27/07/2004]

Pupus sudah harapan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) Abdullah Puteh untuk lolos dari jerat hukum dalam skandal korupsi pengadaan helikopter PLC Ple Rostov jenis MI-2 buatan Rusia senilai Rp 12,5 miliar.

Dalam persidangan terakhir, PN Jakarta Pusat menolak permohonan praperadilan yang diajukan Puteh lewat pengacaranya, O.C. Kaligis dan Purwaning M. Yanuar.

Hakim menganggap, sah atau tidaknya penyidikan terhadap Puteh bukan lingkup kewenangan praperadilan yang ditangani PN Jakarta Pusat, melainkan kewenangan pengadilan ad hoc tindak pidana korupsi. Ini sesuai ketentuan pasal 53 dan 54 UU Nomor 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Puteh mempraperadilankan KPK setelah merasa diperlakukan tidak adil dalam kasus pengadaan helikopter. Terutama, soal penetapannya sebagai tersangka yang dinilai tidak sesuai KUHAP. Puteh sendiri dipersalahkan karena membeli helikopter yang ternyata lebih mahal dibanding helikopter sejenis yang dibeli TNI-AL. Diduga kuat, Puteh melakukan hal itu dengan menggelembungkan (markup) anggaran sehingga menyebabkan potensi kerugian negara sekurang-kurangnya Rp 4 miliar.

Dalam pertimbangan hukumnya, hakim tunggal Cicut Sutiarso menyepakati alasan yuridis yang diajukan tim pengacara internal KPK dalam menanggapi materi praparedilan yang dikemukakan pengacara Kaligis. Pengacara KPK adalah Wisnu Baroto, Warih Sadono, dan Sukri.

Menurut Cicut, penetapan sah tidaknya kewenangan penyidikan tidak diatur dalam kewenangan lembaga praperadilan, sehingga PN Jakarta Pusat tidak berwenang menanganinya. Maka, selama itu pula masalah sah atau tidaknya penyidikan harus diajukan ke pengadilan korupsi, ujar Cicut dalam persidangan kemarin.

Lebih lanjut Cicut menyatakan, meskipun pengadilan korupsi saat ini belum terbentuk, secara de jure pengadilan tersebut sudah ada dengan didasarkan pada UU Nomor 30/2002. Dengan adanya putusan tersebut, penyidikan yang dilakukan KPK dapat dilanjutkan. KPK juga berwenang melakukan penetapan tersangka, kata hakim senior di PN Jakarta Pusat ini.

Sementara itu, kuasa hukum Puteh, O.C. Kaligis, menilai bahwa dengan tidak diterimanya permohonan tersebut bukan berarti pihaknya kalah. KPK juga bukan berarti menang, karena ini masih bisa diajukan lagi ke pengadilan korupsi, ujar pengacara bertarif dolar ini. Kaligis memastikan tetap akan memperjuangkan keadilan kliennya di pengadilan ad hoc korupsi jika sudah terbentuk kelak. (agm)

Sumber; Jawa pos, 27 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan