Prantiono Dituntut Dua Tahun; Dinilai Terbukti Korupsi
Direktur CV Central Aditama, Prantiono, dituntut hukuman dua tahun penjara oleh jaksa penuntut umum dalam perkara dugaan korupsi pengadaan mesin Laboratorium Politeknik Negeri Semarang atau Polines senilai Rp 1,3 miliar.
Dalam sidang kasus tersebut di Pengadilan Negeri Semarang, Selasa (14/8), jaksa menyatakan, Prantiono terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi.
Dalam surat tuntutan yang dibacakan jaksa Suwirjo, Prantiono hanya terbukti bersalah sebagaimana dalam dakwaan subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Prantiono dibebaskan dari dakwaan primer Pasal 2 UU 31 Tahun 1999. Jaksa juga menuntut Prantiono membayar denda sebesar Rp 100 juta subsider tiga bulan kurungan.
Menurut Suwirjo, hal yang memberatkan terdakwa adalah yang bersangkutan melakukan pidana korupsi pada saat pemerintah sedang menggalakkan pemberantasan korupsi. Hal meringankan, yang bersangkutan belum pernah dihukum dan kerugian negara telah dikembalikan. Pengembalian kerugian negara bukan berarti menghilangkan unsur pidana, melainkan hanya meringankan hukuman atas terdakwa, ujar Suwirjo dalam tuntutannya.
Prantiono lewat CV Central Aditama merupakan rekanan pemenang tender pengadaan mesin Laboratorium Polines senilai Rp 6 miliar. Seharusnya, ada 17 mesin laboratorium yang harus dipenuhi oleh rekanan, tetapi dari jadwal yang ditetapkan hanya 14 mesin yang diadakan.
Jaksa memaparkan, pengadaan mesin Polines 2006 telah menyimpang dari prosedur yang berlaku. Prantiono tidak melakukan perbuatan itu sendiri. Dalam kasus ini beberapa pihak terkait juga dijadikan terdakwa, yaitu Sugiharto (Direktur Polines), Joko Triwardoyo (dosen Polines dan penanggung jawab kegiatan), Deny Kriswanto (rekanan lainnya), serta Wijil Nustoto (rekan Prantiono yang masih buron). Sebagai pemenang lelang, Prantiono telah menyerahkan pengadaan mesin laboratorium kepada Wijil dan Deny. Sebagai penanggung jawab proyek, Joko Tri Wardoyo lalu membayarkan lunas sebesar Rp 6,640 miliar (setelah dipotong pajak menjadi Rp 5,9 miliar) dengan persetujuan Sugiharto sebagai Direktur Polines.
Pembayaran lunas itu dilakukan sebelum barang sepenuhnya terpenuhi. Padahal, ketentuannya, pembayaran lunas dilakukan setelah barang 100 persen dipenuhi. Saat dibayar lunas, ada tiga mesin dengan total nilai Rp 1,323 miliar yang belum dipenuhi Prantiono. (HAN)
Sumber: Kompas, 15 Agustus 2007