PPATK Minta Kewenangan Blokir Rekening

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) meminta diberi kewenangan pemblokiran rekening transaksi mencurigakan dalam amendemen UU No 15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Menurut Kepala PPATK Yunus Husein, kewenangan yang diberikan UU TPPU hanya sebatas meminta dan menerima laporan transaksi mencurigakan dari penyedia jasa keuangan. Padahal, penelusuran transaksi mencurigakan akan lebih efektif jika ada tindakan pemblokiran rekening.

''PPATK di negara lain banyak yang mempunyai kewenangan memblokir rekening. Seperti Italia, yang dalam waktu 2x24 jam bisa melakukan pemblokiran, Rumania tiga hari, di Swiss malah banknya yang mempunya kewenangan itu,'' kata Yunus usai rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR.

Selain kewenangan memblokir rekening, PPATK juga menginginkan adanya kewajiban pelaporan transaksi keuangan mencurigakan dari berbagai pihak yang menangani transaksi.

Sebagai contoh, transaksi jual beli tanah yang melibatkan notaris. Bila dana yang digunakan mencurigakan, atau jika PPATK meminta datanya, maka notaris yang bersangkutan wajib mengungkapkan.

Yunus menambahkan, rancangan undang-undang amendemen UU TPPU telah disusun dan drafnya akan diserahkan kepada Departemen Kehakiman pekan depan.

Sementara itu, Wakil Kepala PPATK Susno Duadji mengungkapkan adanya transaksi-transaksi keuangan yang dicurigai merupakan hasil tindak pidana illegal logging. Nilai transaksi mencapai puluhan miliar rupiah.

''Saya belum bisa mengungkapkan lebih rinci di sini karena masih dalam proses operasi. Yang terlibat dalam transaksi-transaksi itu sekitar 20 orang,'' paparnya.

Lebih lanjut Susno menyatakan, penelusuran transaksi mencurigakan yang berasal dari praktik illegal logging dilakukan berdasarkan pemberitaan media massa. Hingga saat ini, Departemen Kehutanan belum mendapatkan laporan apapun mengenai pelaku-pelaku illegal logging.

Dalam RDP, Komisi III mendesak PPATK untuk melakukan deteksi dini terhadap aliran-aliran dana yang diduga berasal dari illegal logging (penebangan liar).

Pada kesempatan yang sama, Yunus melaporkan PPATK telah menerima laporan kegiatan transaksi mencurigakan (LKTM) sebanyak 1.484 buah dari 88 penyedia jasa keuangan (PJK). Berdasarkan hasil analisis, sebanyak 260 analisis dari 524 LKTM telah disampaikan ke kepolisian dan kejaksaan untuk diproses lebih lanjut. (Ndy/E-1)

Sumber: Media Indonesia, 3 Maret 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan