PPATK Ditantang Percanggih Pemantauan

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ditantang mempercanggih sistem pemantauan transaksi keuangan dalam rekening-rekening yang mencurigakan untuk mencegah kejahatan pencucian uang. Selama ini transaksi keuangan baru diketahui setelah terjadi sehingga tidak bisa dicegah.

”Jadi, saya tantang PPATK untuk lebih canggih dalam memantau rekening-rekening yang mencurigakan. Setiap hari uang miliaran rupiah hasil kejahatan narkotika ditransfer ke luar negeri, tetapi baru diketahui setelah terjadi,” ujar Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Gories Mere dalam Seminar Nasional Rezim Anti Pencucian Uang Indonesia di Jakarta, Rabu (10/11).

Jika rekening-rekening yang mencurigakan itu sudah bisa dideteksi lebih awal dan dilaporkan oleh PPATK kepada BNN, lanjut Gories, rekening tersebut bisa segera diblokir. BNN sejak setahun lalu memiliki kewenangan memblokir rekening yang dicurigai.

Kewenangan itu diperkuat dengan dimasukannya BNN sebagai salah satu lembaga penyidik pencucian uang dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

”Selama ini BNN belum pernah menerima laporan dari PPATK tentang rekening-rekening yang dicurigai terkait narkotika. Padahal, pencucian uang terbesar sejak zaman Al Capone (mafia besar di Chicago) adalah narkotika. Karena itu, PPATK harus mempercanggih sistem pemantauannya,” ujar Gories.

Kejahatan pencucian uang, lanjut Gories, sangat sulit ditelusuri karena menggunakan teknologi canggih dan lintas negara. Jika PPATK tidak mengadopsi teknologi informasi tercanggih, akan sulit mencegah pencucian uang.

Ia mencontohkan sindikat narkotika Nigeria mengendalikan transaksi dari luar negeri, seperti Hongkong dan India. Mereka menggunakan teknologi dan memperalat orang-orang lokal sebagai kurir. Jika tertangkap, hanya yang kroco-kroco.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra M Hamzah menilai, kewenangan baru KPK untuk menyelidiki pencucian uang yang diatur dalam UU No 8/2010 akan melengkapi kewenangan menangani korupsi. Selama ini KPK sering menemukan jejak-jejak pencucian uang dalam kasus korupsi yang ditangani.

Namun, lanjut Chandra, KPK tidak bisa menyelidikinya dan menyerahkan kepada kepolisian sesuai dengan UU No 25/2003 sebelum direvisi dengan UU No 8/2010.

”Ini merupakan kewenangan baru dan kami akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk menjalankannya,” ujar Chandra.

Pengembalian
Kewenangan menyelidiki pencucian uang ini, lanjut Chandra, bisa meningkatkan pengembalian aset negara dari koruptor. Selama ini pengembalian aset sulit dilakukan karena sebagian besar dana di luar negeri dan tidak bisa sekaligus dibuktikan oleh KPK karena di luar kewenangan.

”Sekarang kita bisa kejar asset recovery dengan Undang-Undang Pencucian Uang,” ujar Chandra lagi.

Jaksa Agung Muda Pengawasan Marwan Effendy menilai, peran PPATK mencegah pencucian uang sangat vital. (ANG)
Sumber: Kompas, 11 November 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan