PPATK Akan Lakukan Audit Ketaatan Pengelola Jasa Keuangan [30/07/04]

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) berencana melakukan audit ketaatan (compliance audit) terhadap sekitar 3.900 pengelola jasa keuangan. Audit itu dilakukan karena masih sedikit laporan transaksi keuangan mencurigakan yang masuk ke lembaga pemantau pencucian uang itu.

Kepala PPATK Yunus Husein mengatakan, rencana PPATK melakukan audit ketaatan itu untuk menindaklanjuti permintaan Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF). Permintaan Lembaga pemberantasan kejahatan pencucian uang global ini disampaikan secara tertulis kepada kepala PPATK dan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

(Pengelola jasa keuangan) yang lapor belum banyak. Padahal ada hampir 3.900-an pengelola, kata dia setelah menghadiri pelantikan wakil kepala PPATK di Jakarta kemarin.

Yunus mengatakan, FATF mempertanyakan upaya PPATK sehingga membuat pengelola jasa keuangan lebih banyak menyampaikan laporan. Makanya mereka minta kami melakukan compliance audit.

Menurut Yunus, sudah ada 778 laporan transaksi keuangan mencurigakan yang masuk ke PPATK. Sebanyak 130 laporan sudah masuk ke kepolisian untuk dilakukan penyidikan. Laporan-laporan itu berasal dari 45 bank umum, tiga tempat penukaran uang, tiga perusahaan efek, satu perusahaan keuangan dan satu pengelola dana pensiun.

Yunus menegaskan, melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan wajib hukumnya. Kewajiban itu diatur Undang-Undang nomor 15/2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Hasil audit menemukan ada transaksi mencurigakan yang tidak dilaporkan akan ada denda pidana sebesar Rp 250 juta sampai Rp 100 miliar, ujarnya.

PPATK bersama Bank Indonesia, Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal sedang menyusun pedoman pelaksanaan audit itu. Pelaksanaan audit bisa dilaksanakan sendiri-sendiri oleh otoritas pengawas atau bersama-sama. Yang pasti harus ada pedoman untuk compliance audit-nya dulu, kata Yunus.

Yunus menambahkan, FATF meminta Indonesia segera menyelesaikan kasus-kasus transaksi keuangan mencurigakan yang sudah masuk ke kejaksaan dan pengadilan. Juga meminta bantuan hukum timbal balik dengan negara lain (mutual legal assistant). Misalnya, pertukaran barang bukti dan penyitaan aset.

PPATK, dia melanjutkan, meminta Departemen Luar Negeri melakukan diplomasi politik dengan negara-negara besar anggota FATF. Karena negara-negara ini merupakan tulang punggung FATF. Sehingga Indonesia bisa keluar dari daftar hitam negara surga pencucian uang. Saya yakin ada politisnya (diplomasi politik), kata Yunus. ss kurniawan/bagja hidayat - tnr

Sumber: Koran Tempo, 30 Juli 2004

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan