Pontjo Sutowo Tersangka Kasus Hilton
Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) menetapkan empat orang tersangka kasus korupsi perpanjangan hak guna bangunan (HGB) Hotel Hilton yang merugikan negara Rp1,9 triliun.
Keempat tersangka itu adalah Direktur Utama PT Indobuild Co Pontjo Nugroho Sutowo (PNS), mantan pengacara PT Indobuild Co Ali Mazi (AM), Kepala Kantor Wilayah Pertanahan DKI Jakarta Robert J Luminta (RJL), dan mantan Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Pusat Ronny Kusuma Yudistiro (RKY).
Jumlah tersangka kasus Hilton ini sudah diumumkan sejak Jumat (3/2) lalu, namun inisial para tersangka baru disampaikan Ketua Timtas Tipikor Hendarman Supandji kepada pers di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Senin (6/2).
Menurut Hendarman, sesuai alat bukti yang dikumpulkan tim penyidik, keempat tersangka itu memenuhi unsur-unsur melakukan tindak pidana korupsi. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, kata Hendarman, keempat orang itu otomatis dicekal. Surat pencekalan sudah dikirimkan ke Direktorat Jenderal Imigrasi.
Ditanya apakah para tersangka akan ditahan, Hendarman menyatakan belum ada permintaan dari tim penyidik untuk menahan keempat tersangka. Menurut Hendarman, keempat orang itu mulai diperiksa sebagai tersangka pada Kamis (9/2).
Mengenai izin Presiden untuk memeriksa Ali Mazi sebagai tersangka, Hendarman menuturkan surat permohonan sudah diteken Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh dan segera dikirim ke Sekretariat Negara untuk memperoleh izin dari Presiden. Izin Presiden itu berkenaan dengan jabatan Ali Mazi saat ini sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara.
Di tempat terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Masyhudi Ridwan menyatakan, tanah 13,7 hektare, tempat berdirinya Hotel Hilton yang dikelola PT Indobuild Co, akan disita setelah mendapat penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Surat permohonan penyitaan akan segera diajukan tim penyidik ke PN Jakpus, ujar Masyhudi.
Selain itu, sambung Masyhudi, penyidik juga telah menyita surat izin dari Sekretariat Negara tentang perpanjangan HGB Hotel Hilton. Ketika ditanya mengapa para pejabat Setneg yang memberi izin perpanjangan HBG, tidak ada yang menjadi tersangka, Masyhudi mengatakan berdasarkan alat bukti yang dikumpulkan penyidik, hanya empet orang itu yang memenuhi unsur melakukan tindak pidana korupsi.
Penetapan tersangka itu dilakukan setelah tim penyidik yang dipimpin jaksa Daniel tombe memeriksa sedikitnya 24 orang saksi. Di antaranya, mantan Kakanwil Pertanahan DKI Jakarta Haryono, mantan Mensesneg Muladi, mantan Sekretaris Negara Alirahman, mantan Kepala BPN Sony Harsono, mantan Menpora Mahadi Sinambela, dan mantan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin.
Para tersangka, sambung Masyhudi, dijerat dengan Pasal 2 ayat (1 dan 2) atau Pasal 3 UU No 31/1999 jo UU No 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara seumur hidup.
Sebelumnnya, mantan Mensesneg Muladi menyatakan, pihak Setneg tidak terlibat dalam kasus korupsi Hilton karena surat izin dari Setneg yang dikeluarkan Sekretaris Negara (ketika itu) tidak menjadi pertimbangan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dalam mengeluarkan izin perpanjangan HGB Hotel Hilton.
Dalam surat Setneg tersebut, jelas Muladi, disebutkan bahwa izin perpanjangan HGB hotel berbintang lima itu harus memperhatikan ketentuan mengenai hak pengelolaan lahan (HPL), di mana pihak Hilton harus membayar sejumlah uang kepada negara.
Isi surat Setneg tersebut sama sekali tidak menjadi pertimbangan BPN, sehingga perpanjangan HGB tidak disertai dengan pembayaran kepada negara, katanya akhir pekan lalu.
Karena perbuatan itu, tambah Muladi, perpanjangan HGB tersebut merugikan negara. Jadi ketika surat Setneg tidak menjadi pertimbangan BPN, maka masalah ini menjadi urusan BPN dengan Hilton, ujar Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) itu. (Hil/OL-06)
Penulis: Hillarius U Gani
Sumber: Media Indonesia Online, Senin, 06 Februari 2006 17:50 WIB