Polri Tangguhkan Penahanan Bibit-Chandra

Anggodo Ditangkap

Terbongkarnya dugaan rekayasa kriminalisasi dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif, Bibit Samad Riyanto dan Chandra Marta Hamzah, via pembeberan rekaman di Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin membuat luluh Polri. Tadi malam, lembaga penegak hukum pimpinan Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri itu menangguhkan penahanan Bibit dan Chandra.

''Demi memberikan rasa aman dan rasa nyaman masyarakat, malam ini diupayakan penangguhan penahanan,'' kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Nanan Soekarna dalam konferensi pers di Mabes Polri tadi malam.

Namun, Nanan yang didam­pingi Wakadiv Humas Brigjen Pol Sulistyo Ishak mengatakan, alasan penangguhan penahanan ter­sebut diberikan bukan karena tekanan publik. ''Ini untuk keje­lasan proses hukum. Bukan kare­na tekanan,'' tegas mantan Kapol­da Sumatera Utara itu.

Nanan mengatakan, Polri sudah menerima surat penangguhan penahanan dari tim kuasa hukum Bi­bit dan Chandra. Karena itu, Pol­ri langsung mengebut proses penangguhan penahanan dua tersangka penyalahgunaan wewe­nang dan pemerasan itu. ''Malam ini juga kami tangguhkan,'' katanya.

Namun, penangguhan pena­hanan itu tak memegaruhi status Bibit dan Chandra. Mereka tetap disangka terlibat kasus penya­lahgunaan wewenang dan peme­rasan. Karena itu, Polri akan te­rus melanjutkan upaya hukum ter­hadap Bibit dan Chandra.

Bukankah isi rekaman menunjukkan bahwa Bibit dan Chandra (dalam hal ini KPK) memiliki alasan kuat untuk menyadap -karena penyadapan itu dinilai Polri sebagai penyalahgunaan wewenang? Nanan menggeleng. ''Kasus harus terus jalan karena kami yakin unsur-unsur pidananya masih ada,'' ucapnya.

Selain itu, Polri menangkap Anggodo Widjojo tadi malam. Dia akan dimintai keterangan oleh penyidik atas rekaman yang dibeber di Mahkamah Konstitusi (MK) ke­marin. ''Apakah benar Anggodo telah memberikan uang kepada polisi, itu yang akan kami usut,'' ujar Nanan.

Nanan menyatakan, pemeriksaan terhadap Anggodo itu juga dimaksudkan untuk mengklarifikasi apakah semua yang dikatakan dalam rekaman tersebut benar terjadi. ''Kami belum bisa menentukan statusnya. Penyidik akan memformulasikan pasal apa dan status kepadanya setelah penyidik­an 1 x 24 jam,'' katanya.

Anggodo dibawa ke Bareskrim Mabes Polri sekitar pukul 21.20. Memasuki gedung Bareskrim, dia me­ngenakan setelah jas hitam. Hing­ga pukul 22.30 tadi malam, Anggodo diperiksa penyidik Polri.

Secara terpisah, Kejaksaan Agung juga membuka pintu kepada TPF untuk memeriksa pejabat kejaksaan yang disebut dalam rekaman. Yakni, Abdul Hakim Ritonga (wakil jaksa agung) dan Wisnu Subroto (mantan JAM Intelijen). Termasuk melakukan gelar perkara kasus itu. ''Berkas saat ini ada di kami (dalam tahap penelitian, Red). Pada prinsipnya, kami siap,'' kata Jaksa Agung Hendarman Supandji di kantornya kemarin.

Kejaksaan, lanjut dia, akan me­nunggu hasil TPF melihat rekam­an dengan klarifikasi Ritonga dan Wisnu. Namun, dia berjanji siap mengambil langkah tegas. ''Kalau tim memberikan rekomendasi, nanti saya tindak lanjuti,'' tegas mantan JAM Pidsus itu.

Setelah keluar tahanan kema­rin, Bibit dan Chandra mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung­nya. "Kami sangat mengapresiasi semua pihak yang bekerja keras mendukung KPK," kata Bibit-Chandra dini hari tadi.

Rekayasa Terbongkar
Kemarin, da­lam sidang uji materi UU KPK di Mahkamah Kons­titusi (MK) diputar rekaman penyadapan yang diduga berisi rekayasa pembubaran lembaga antikorupsi melalui kriminalisasi pimpinan KPK. Rekayasa itu diduga dilakukan sejumlah pihak yang terkait tersangka kasus hukum korupsi radio komunikasi di Departemen Kehutanan.

Majelis hakim MK yang dipimpin Ketua MK Mahfud M.D. me­merintahkan KPK membuka re­kaman penyadapan karena terkait pembuktian dua pemohon uji materi, yakni Bibit Samad Riyan­to dan Chandra M. Hamzah. Rekaman penyadapan dibuka untuk umum karena berdasarkan UU MK, seluruh persidangan di MK ditetapkan terbuka untuk publik. "Tidak ada kepentingan apa pun yang lebih tinggi daripada kepentingan keadilan dan hak asasi manusia," tegas Mahfud.

Rekaman itu diserahkan lang­sung oleh Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean. Tumpak me­nyerahkan satu buah CD dan sembilan bundel transkrip rekam­an. Seluruh rekaman yang diserah­kan ke MK berdurasi 4,5 jam. File pertama berjudul Percakapan Ma­saro dan Anggodo, disusul Perca­kapan antara Anggoro ke Ari Soal Rincian Uang, Soal Bantuan Kejaksaan, Pencatutan Nama RI-1.

Selain itu, Meminta Bantuan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Menyusun Stra­tegi dari Suap ke Pemerasan, Laporan Ancaman ke MH (Chan­dra M. Hamzah, Red), Penghitungan Fee Pihak Terkait, dan Mempengaruhi AM (tersangka Ari Muladi, Red).

Dalam rekaman penyadapan yang diperdengarkan kepada pub­lik kemarin, terdapat satu perca­kapan antara Anggodo Widjojo dan Ong Yuliana Gunawan. Mere­ka berbicara tentang hasil pembicaraan per telepon antara Yuliana Gu­nawan dengan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga yang membicarakan rencana pembubaran KPK.

"Tadi Pak Ritonga telepon, besok dia pijet di Depok. Ketawa-ketawa dia. Dia bilang pokoknya kamu harus ngomong apa adanya, se­mua, ngerti? Kalau gak gitu, kita yang mati," katanya. ''Sekarang dia (Ritonga) sudah dapat dukungan dari SBY, ngerti gak? Kita semua, Pak Ritonga, pokoknya didukung SBY, jadi KPK nanti ditutup, ngerti gak?"

Dalam percakapan tersebut, plot pembubaran KPK terekam jelas me­lalui rencana kriminalisasi pim­pinan KPK. Antasari Azhar yang diakui Anggodo telah menerima se­jumlah uang berperan melalui testimoni yang menyebut dua wa­kilnya, Chandra M. Hamzah dan Bibit Samad Riyanto, menerima sejumlah uang dari Anggodo Widjojo.

Uang yang disebutkan Anggoro senilai Rp 1 miliar tersebut diberi­kan melalui dua orang yang didu­ga makelar kasus, yakni Ari Muladi dan Edi Sumarsono. Ari kini tersangka pemerasan bos Masaro Radiocom Anggoro Widjojo, sedangkan Edi Sumarsono yang dikenal Antasari sejak masih bertugas di Kejaksaan Agung hingga masih berstatus saksi. Uang tersebut disebut Anggodo diserahkan kepada Chandra melalui Ade Rahardja, Deputi Penindakan KPK.

"Saya pertemukan Ari Muladi dan Edi Sumarsono di (kantor) Masaro. Perintah Antasari lewat Edi Sumarsono, kasih uang ini melalui Ari Muladi ke Pak Ade Rahardja, lalu ke Chandra M. Hamzah," ka­ta Anggodo dalam perbincangan di sebuah stasiun televisi swasta.Plot tersebut berjalan rapi berkat campur tangan penyidik Bareskrim yang dipimpin langsung Ka­ba­reskrim Komjen Pol Susno Duadji dan dua petinggi Kejaksaan Agung. Yakni, Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga dan mantan Jak­sa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto. Ritonga ketika kasus ini terjadi masih menjabat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jam Pidum), sedangkan Wisnu Subroto pensiun sejak Mei lalu.

Dalam rekaman penyadapan tersebut, keterlibatan Susno Duadji terlihat melalui pengaturan be­rita acara pemeriksaan yang dilakukan penyidik-penyidik Ba­reskrim serta pengaturan plot rekayasa kasus bersama tersangka Ang­goro Widjojo.

Susno bersama sejumlah penyidik bahkan terbang ke Singapura untuk memeriksa Anggoro. Sebab, Anggoro dicekal KPK dan telah ber­status tersangka di KPK. Polri mengelak merekayasa kasus de­ngan menyatakan pemeriksaan di Singapura tidak salah karena di Polri, Anggoro hanya berstatus saksi.

Dalam rekaman, nama Antasari juga disebut-sebut. Namun, Antasari yang ditanya soal kasus Bibit-Chandra merupakan upaya melemahkan KPK hanya menjawab singkat. "Apa (kasus) ini bukan (upa­ya pelemahan)," kata Antasari seusai sidang kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin.

Rekaman itu juga memperjelas siapa saja pimpinan KPK yang bakal menjadi ''korban". Di antaranya Bibit dan Chandra. Anggodo juga mendapat kepastian bahwa kedua pimpinan nonaktif itu bakal dijebloskan ke tahanan. Sebab, dia sudah mengetahui bahwa polisi menerbitkan surat penahanan itu.

Meski demikian, ada pernyataan Anggodo yang kemarin dikecam sejumlah tim pengacara Bibit dan Chandra. Di antaranya, apabila masuk penjara, Chandra akan dihabisi. "Tapi sesuk Chandra dilebokne tak pateni dik njero (kalau besuk Chan­dra ditahan, saya bunuh di dalam)," terangnya. (aga/noe/git/fal/iro)

Sumber: Jawa Pos, 4 November 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan