Polisi Usut Soal Korupsi

Polisi akan mengutamakan pengungkapan dugaan kasus korupsi pada pola pengadaan barang dan jasa di Rumah Sakit Khusus Daerah Duren Sawit, Jakarta Timur. Oleh sebab itu, polisi dan pengelola RSKD belum masuk ke masalah jumlah dan penyitaan obat kedaluwarsa di RSKD.

Demikian disampaikan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Boy Rafli Amar dan Direktur Utama RSKD Duren Sawit Joni H Ismoyo saat dihubungi terpisah, kemarin. ”Polisi akan mengutamakan pengungkapan dugaan kasus korupsi. Penyelidikan dugaan obat kedaluwarsa cuma sasaran antara untuk mengungkap ada tidaknya kasus korupsi.”

Boy membantah bahwa polisi telah menghitung dan menyita obat kedaluwarsa dari RSKD Duren Sawit yang jumlahnya berton-ton. ”Tidak benar itu. Kami baru sampai pada tingkat menginventarisasi dan mencocokkan antara kuitansi pembelian barang dan barang yang ada di RSKD itu, termasuk obat-obatan di sana. Polisi juga sedang memeriksa DIPA (daftar isian pelaksanaan anggaran) tahun 2009- 2010,” ujarnya.

Boy menambahkan, sebelum polisi menyebut bahwa obat yang dimaksud sudah kedaluwarsa atau belum, polisi akan didampingi saksi ahli yang kompeten.

”Yang menyebut obat itu kedaluwarsa atau belum ya orang yang kompeten. Kompetensi polisi adalah pada penyidikan tindak pidananya,” kata Boy.

Tidak dikonsumsi
Joni mengatakan, sampai kemarin tak ada tindakan penyitaan terhadap obat kedaluwarsa di RSKD Duren Sawit. ”Yang baru dilakukan polisi adalah melihat tempat penyimpanan obat dan memotret. Menghitung jumlah obatnya pun belum.”

Ia mengakui, RSKD masih menyimpan obat kedaluwarsa. Meski demikian, obat-obatan yang kedaluwarsa itu tidak mungkin dikonsumsi pasien. Obat-obat kedaluwarsa di RSKD Duren Sawit umumnya termasuk daftar G, terutama dikonsumsi untuk pasien gangguan jiwa. Tiga bulan sebelum kedaluwarsa, pihak RSKD wajib melaporkannya kepada dinas kesehatan serta Balai Pengawasan Obat dan Makanan.

Merekalah yang memeriksa dan kemudian membuat berita acara pemusnahan. Jadi mustahil kalau obat-obat kedaluwarsa sampai dikonsumsi pasien. Lagi pula sanksi kepada orang yang memberi obat kedaluwarsa yang termasuk dalam daftar G berat.

Menurut Joni, obat kedaluwarsa yang ada di RSKD Duren Sawit kurang dari 1 ton dan nilainya di bawah Rp 1 miliar. ”Mengapa masih kami simpan? Karena kami belum dapat SK pemusnahan dari instansi terkait,” tegasnya.

Menurut Joni, polisi telah memeriksa staf keuangan Tri Oktoranto, Panitia Pengadaan Barang Nelly Tanjung, Panitia Pemeriksa Barang Lieswaniah, Bendahara Barang dan Jasa Kamarulzaman, serta Kepala Instalasi Farmasi Linda Rosalina.

Menyelidiki kasus
Sementara itu, Asisten Sekretaris Daerah DKI Bidang Kesejahteraan Masyarakat Mara Oloan Siregar mengatakan, masuknya Polda Metro Jaya dalam kasus obat kedaluwarsa di RSKD Duren Sawit membuat Pemprov DKI juga berniat menyelidiki kasus ini dengan lebih saksama.

Jika jumlah obat yang kedaluwarsa terlalu banyak, DKI akan mengarahkan dua opsi penyelidikan pada kesalahan manajemen pengadaan obat atau kemungkinan penyalahgunaan wewenang dalam membeli obat jenis tertentu dalam jumlah besar.

”Kami harus menyelidiki secara detail jumlah, kapan mulai adanya obat-obatan kedaluwarsa, dan siapa yang bertanggung jawab. Hal itu untuk memberi penilaian yang obyektif,” kata Oloan. (ECA/TRI/WIN)
Sumber: Kompas, 10 Desember 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan