Polisi Start Penyidikan; Ketegangan Antara Polri dan KPK Belum Mereda
Rapat koordinasi pemberantasan tindak pidana korupsi antarlembaga penegak hukum yang dipimpin Presiden SBY pada Senin (13/7) ternyata belum bisa meredakan ketegangan antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Bahkan, kemarin (14/7) Polri dilaporkan nekat mulai menyidik kasus yang melibatkan oknum KPK.
Informasi itu berawal dari rencana pihak kepolisian menggelar ekspose (gelar perkara) dengan Kejaksaan Agung. Gelar perkara itu ditengarai terkait dugaan aliran dana dalam kasus korupsi yang ditangani KPK. ''Iya, besok (hari ini, Red) ada rencana itu. Kepastiannya, lihat saja," kata sumber Jawa Pos dari kejaksaan tanpa menyebut detail kasus tersebut.
Namun, hingga tadi malam belum ada pernyataan resmi dari Polri dan Kejagung yang membenarkan rencana tersebut. Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri mengatakan, hingga saat ini penyidik Polri belum menentukan adanya pengembangan kasus yang menyangkut pimpinan KPK, selain ketua KPK nonaktif Antasari Azhar. "Lihat saja nanti," kilah Kapolri di Mabes Polri kemarin.
Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Jogjakarta Zainal Arifin Muchtar mengatakan, masih bergulirnya kabar rivalitas antara Polri dan KPK tidak terlepas dari hasil rakor Senin lalu. Menurut dia, ada kesalahan cara pandang presiden ketika mempertemukan para pimpinan lembaga penegak hukum.
"Seharusnya tidak hanya menghendaki harmonisasi antarpenegak hukum, tapi juga menegur mereka yang bekerja secara tidak sehat," katanya kemarin. Kompetisi antarpenegak hukum, kata Zainal, mungkin saja terjadi. "Tapi, kalau kompetisi dibuat-buat, itu yang harus ditegur," sambungnya.
Kabar penyelidikan kasus yang melibatkan petinggi KPK sangat mungkin berpotensi melemahkan lembaga superbody tersebut. Hal itu berarti mengikuti berbagai peristiwa yang bisa melemahkan lembaga antikorupsi tersebut. Di antaranya, belum rampungnya pembahasan RUU Pengadilan Tipikor dan rencana audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap KPK.
Zainal menilai, dari rapat koordinasi yang dipimpin Presiden SBY terlihat dua hal terkait pemberantasan korupsi. Pertama, menurunnya semangat pemberantasan korupsi dari presiden. "Presiden lebih memilih penyelesaian secara damai, tanpa menegur," katanya. Rakor juga dinilai hanya membahas hal-hal normatif tanpa menyentuh substansi permasalahan.
Kedua, makin tidak jelasnya arah yang diharapkan dari pemberantasan korupsi. Misalnya, penekanan pada proses pencegahan korupsi. Menurut Zainal, pencegahan dan penindakan korupsi harus berjalan secara simultan. "Pencegahan kan untuk mencegah calon-calon koruptor. Nah, bagaimana dengan koruptor yang sudah ada? Tetap harus ada penindakan," terangnya.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto enggan menanggapi isu yang terus melemahkan KPK. "Saya tidak mau menanggapi isu-isu. Kami no comment saja," jelas Bibit kemarin. Dia menegaskan, instruksi Presiden SBY sangat jelas. Di antaranya, menekankan kepada lembaga penegak hukum untuk tetap bekerja proporsional. Selain itu, para penegak hukum harus bersinergi dan berkomunikasi dengan baik.
"Kasihan sekali pimpinan negara (SBY) dan rakyat diombang-ambingkan kabar orang-orang yang nggak karuan," jelasnya. Meski diterpa berbagai isu tak sedap, KPK tetap menjalankan rutinitas sebagaimana biasa. Kemarin KPK memeriksa saksi dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran.
Staf khusus presiden bidang hukum Denny Indrayana mengungkapkan, Presiden SBY tetap dengan komitmennya dalam pertemuan Senin lalu. Dia minta lembaga penegak hukum saling bersinergi dan berkomunikasi. Denny mengatakan, presiden dalam berbagai kesempatan berkali-kali mengingatkan tidak boleh ada upaya melemahkan kinerja pemberantasan korupsi, melemahkan KPK ataupun Pengadilan Tipikor.
Dia juga menanggapi maraknya isu langkah polisi yang bakal menjerat pimpinan KPK dengan kasus hukum. "Kalau bicara pimpinan KPK, siapa pun dia memang harus hati-hati. Harus berlandaskan bukti-bukti yang sangat-sangat kuat. Kalau indikasi sangat lemah tak bisa dijadikan dasar," jelasnya.
Menurut dia, implikasi penegakan hukum terhadap pimpinan KPK sangat besar. Sebab, menjadi tersangka saja, seorang pimpinan KPK harus berhenti sementara. Kalau menjadi terdakwa, dia harus diberhentikan secara tetap. Apabila di persidangan tidak terbukti, dia tak bisa kembali lagi memimpin KPK.
Denny mengungkapkan, sinyalemen yang disangkakan kepada pimpinan KPK masih sangat lemah. "Sebaiknya tidak dijadikan dasar melakukan tindakan hukum," ujarnya. (rdl/fal/git/iro)
Sumber: Jawa Pos, 15 juli 2009