Polisi Buru Donatur Uang Miliaran Rupiah Milik Gayus

Polisi terus mencari penyetor uang miliaran rupiah milik Gayus Tambunan. "Sekarang sedang dicari asal usulnya. Masih diperlukan proses penyelidikan," ujar Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komjen Ito Sumardi di gedung DPR Jakarta kemarin (16/6).

Pada Jumat lalu (11/6) polisi menyita aset Gayus yang disimpan di safety box Bank Mandiri senilai Rp 74 miliar. Uang yang terdiri atas dolar AS dan dolar Singapura itu setara dengan Rp 60 miliar plus perhiasan berlian dan emas senilai Rp 14 miliar. Menurut Ito, jika nanti terbukti bahwa dana itu dari permufakatan jahat, pihak yang menyetor akan diproses. "Itu jelas. Ada aturannya," kata mantan Kapolwiltabes Surabaya itu.

Dari informasi yang dihimpun Jawa Pos, uang itu berasal dari kerja "gelap" Gayus saat masih menjadi pegawai di Direktorat Pajak. Selama menjalankan aksinya, suami Milana Anggraeni tersebut tak pernah menerima dana secara transfer, tapi tunai. (JP, 16/6).

Direktur III Pidana Korupsi Mabes Polri Brigjen Yovianus Mahar membenarkan informasi ini. "Memang cash (tunai). Dia menerima dari Alif (Alif Kuncoro, sudah menjadi tersangka). Tapi, Alif mengaku tidak pernah menerima dan menyerahkan apa-apa," katanya.

Mantan Kapolres Ngawi, Jawa Timur, itu menjelaskan, baik Gayus maupun Alif akan diperiksa berkenaan dengan dana di safety box tersebut. Sampai saat ini Gayus tak kooperatif dalam memberikan keterangan seputar harta kekayaan dan safety box yang dimiliki itu sehingga dirinya belum juga dibuatkan berkas acara pemeriksaan.

Namun, penyidik tidak akan menyerah untuk membuktikan adanya tindak pidana yang dilakukan Gayus, sekaligus membuktikan adanya aliran dana dari perusahaan-perusahaan wajib pajak. "Kami akan terus memeriksa dengan cara teknik kami. Kami cari pembuktian atau petunjuk lain," katanya.

Menurut jenderal bintang satu itu, Gayus mempunyai tujuh safety box. "Namun, yang empat sudah diambil. Sedangkan yang tiga kami cek. Ternyata dua kosong. Yang isi Rp 74 miliar itu," katanya.

Kabareskrim Ito Sumardi memastikan, meskipun dana ini dari perusahaan-perusahaan besar, polisi tetap akan memeriksanya. "Justru itu. Ini dilakukan penyelidikan agar pihak-pihak yang disebut-sebut jelas statusnya," katanya.

Sampai saat ini polisi baru memeriksa empat perusahaan. Tiga perusahaan yang disebut Gayus, yakni PT Arutmin, Kaltim Prima Coal, dan Bumi Resources, belum tersentuh sama sekali.

Secara terpisah, anggota Satgas Pemberantasan Mafia Hukum Yunus Husein menyebutkan, berdasar hasil pelacakan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan, Gayus memang sengaja menggunakan safety box untuk menyembunyikan hartanya. "Itu sudah ada datanya dari PPATK dan sudah kami serahkan ke polisi," kata Yunus yang juga ketua PPATK itu. PPATK bisa melacak data tersebut setelah berkoordinasi dengan pihak perbankan. "Kami kan punya akses. Jadi, bisa menelusuri," jelasnya.

Anggota satgas yang lain, Denny Indrayana, menilai langkah penyidik menyita uang Rp 85 miliar milik Gayus sudah tepat. Menurut dia, saat dijemput satgas di Singapura beberapa waktu lalu, Gayus mengaku memiliki uang miliaran rupiah. "Kata Gayus sekitar Rp 100 miliar," ucap alumnus Fakultas Hukum UGM tersebut.

Karena itu, Denny meminta penyidik tidak mengabaikan keterangan Gayus. Dan, jangan sampai Gayus dikorbankan dalam kasus mafia pajak tersebut. Sebab, Denny yakin bahwa Gayus memegang infromasi yang sangat penting.

Bagaimana keterkaitan Grup Bakrie seperti yang disampaikan Gayus? "Memang ada informasi seperti itu. Tapi, perlu diverifikasi dulu. Grup Bakrie juga berkepentingan untuk mengklarifiasi apa yang terjadi," urainya.

Di bagian lain, penyidik kemarin melakukan pelimpahan tahap kedua (tersangka dan barang bukti) terhadap salah satu tersangka kasus Gayus, yakni hakim Muhtadi Asnun. Pelimpahan dilakukan di Kejaksaan Negeri Tangerang. "Selanjutnya, tim jaksa menyusun surat dakwaan dan melimpahkan ke pengadilan," kata Kapuspenkum Kejagung Didiek Darmanto.

Meski telah dilimpahkan ke kejaksaan, Muhtadi Asnun tetap menjalani penahanan di Rutan Bareskrim Polri. Alasannya, Muhtadi masih diperlukan untuk memberikan keterangan bagi tersangka lain. "Jadi, dipandang perlu untuk dititipkan di Bareskrim," ujarnya.

Menyangkut jaksa Cirus Sinaga dan Poltak Manulang, Kejagung kembali menegaskan belum menerima pemberitahuan dari Mabes Polri, baik tentang jadwal pemeriksaan maupun penmberitahuan sebagai tersangka.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) M. Amari menceritakan, jaksa Cirus dan Poltak pernah menghadap dirinya. "Mereka berdua juga menanyakan ke saya soal status mereka," katanya.

Amari juga mengaku belum menerima pemberitahuan dalam bentuk SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) atas nama dua jaksa itu. (rdl/kuh/fal/c2/iro)
Sumber: Jawa Pos, 17 Juni 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan