Polisi Banten Ambil Alih Korupsi yang Dihentikan Kejaksaan

Kejaksaan tinggi beralasan tak ditemukan bukti.

Kepolisian Daerah Banten akan mengambil alih kasus-kasus korupsi yang dihentikan Kejaksaan Tinggi Banten. Selama ini ada beberapa kasus yang dihentikan dengan alasan tidak ada bukti. Bisa saja diambil alih asal ada bukti baru, kata Kepala Kepolisian Daerah Banten Komisaris Besar Timur Pradopo di Serang, Banten, kemarin.

Timur Pradopo mengatakan saat ini polisi mulia melakukan penyelidikan temuan Badan Pemeriksa Keuangan tentang penyimpangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Banten. Polisi, kata dia, akan terus mengusut ulang kasus korupsi yang dihentikan penegak hukum yang lain. Itu sudah biasa dan lumrah, katanya.

Salah satu kasus korupsi yang dihentikan Kejaksaan Tinggi Banten antara lain korupsi pengadaan pompa air tanpa mesin senilai Rp 3,5 miliar. Proyek ini didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Banten 2003. Kasus ini sempat mengendap di Kejaksaan Tinggi Banten selama satu tahun.

Pompa air tanpa mesin yang dibangun di Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak ini jebol tak lama setelah diresmikan. Kini proyek tersebut terbengkalai karena tidak ada upaya perbaikan. Kami kecewa kasus ini dihentikan karena kami menemukan sendiri adanya korupsi, kata anggota DPRD Banten, Yayat Hartono.

Tentang penghentian kasus ini, Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi Banten I Gede Sudiatmadja mengatakan, Setelah dipelajari, hasilnya tidak ditemukan bukti. Karena itu, tak ada pilihan lain kecuali dihentikan. Sudiatmadja tak membantah jika kasus ini mengendap cukup lama di kejaksaan tinggi.

Pompa air tanpa mesin ini rencananya akan mengairi 600 hektare sawah tadah hujan di Pandeglang dan Lebak. Namun, setelah jebol dan tak ada upaya perbaikan, proyek ini ditinggalkan pekerjanya sejak Februari 2005. Kini pompa air tanpa mesin senilai Rp 3,5 miliar itu terbengkalai.

Kasus lain adalah 125 kasus korupsi kredit usaha tani di Kabupaten Lebak yang tidak diproses hukum. Padahal, dari kasus penyelewengan ini, negara dirugikan sekitar Rp 89,95 miliar dari total pinjaman untuk petani senilai Rp 93,40 miliar yang dikucurkan pemerintah.

Kepala Kantor Koperasi dan Pengusaha Kecil dan Menengah Kabupaten Lebak Fachri Hidayat mengaku kecewa kasus itu tidak diproses secara hukum. Apalagi mereka yang terlibat kasus ini bebas berkeliaran. Mereka seperti tidak tersentuh hukum, kata Fachri Hidayat. Faidil Akbar

Sumber: Koran Tempo, 17 Juli 2006

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan