Police Watch: Harta Perwira Banyak dari Pertemanan

Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane mengatakan, kekayaan berlimpah sejumlah petinggi Kepolisian RI sebagian besar merupakan hasil pertemanan para perwira dengan pengusaha. “Termasuk dengan pengusaha bermasalah,” kata Neta kepada Tempo kemarin.

Neta menyebutnya sebagai pertemanan destruktif polisi dengan pengusaha.Pertemanan itu bertujuan melancarkan usaha atau menyelesaikan masalah yang dihadapi pengusaha.“Jadi, semacam beking,” ujarnya.

Namun, menurut pengamatan IPW, dana dari pengusaha ke polisi tidak mengalir lewat rekening seperti yang diributkan belakangan ini.“Biasanya secara cash dan melalui transaksi legal, seperti jual-beli mobil,”ujar Neta.

Anggota kepolisian yang menjadi beking pengusaha, menurut Neta, tidak menikmati sendiri hasilnya. Mereka juga menyetor sebagian uang itu kepada atasannya.“Ada kebiasaan atasan minta dilayani oleh bawahan supaya dianggap loyal.” Selain untuk menunjukkan loyalitas, kata Neta, upeti untuk atasan bertujuan memuluskan karier seorang anggota kepolisian.

Ihwal perlunya uang untuk promosi jabatan dibenarkan oleh seorang jenderal polisi. Bahkan, menurut sang jenderal, ada beberapa koleganya yang punya pekerjaan sampingan.“ Jasa mutasi dan balik nama jabatan,” kata jenderal bintang dua ini kepada Tempo, pekan lalu.

Tidak semua orang bisa menyediakan jasa bagi anggota kepolisian yang ingin meraih jabatan strategis. Selain harus punya bakat, si makelar harus memiliki akses langsung ke rapat Dewan Kebijakan Kepangkatan Tingkat Tinggi Polri. Rapat itu antara lain dihadiri Kepala Polri, Wakil Kepala Polri, serta Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri.

Tentu saja jasa mutasi dan balik nama jabatan bukan gratisan. Si pemohon mengeluarkan biaya tidak kecil. “Bisa sampai ratusan juta,” kata jenderal yang tak mau disebutkan namanya itu. Balas budi dari si pemohon pun seperti mata air yang terus mengalir. Dia akan menjadi donatur tetap bagi orang-orang yang berjasa mengerek pangkatnya itu. Bentuknya bisa hadiah ulang tahun, bantuan keuangan, atau renovasi ruang kerja si makelar.

Sang jenderal tak hanya mengungkap soal modus. Dia pun menunjuk beberapa perwira tinggi yang terlibat dalam jaringan bisnis ini. Dia menyebutkan nama-nama yang kariernya mulus karena memanfaatkan jaringan tersebut.

Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Ito Sumardi mengatakan, praktek makelar jabatan hanya mungkin terjadi sebelum kepolisian mereformasi diri. “Iya, tapi itu mungkin dulu,” kata Ito kepada Tempo. Namun, setelah 1998, praktek tersebut tidak lagi diterapkan.

Pada masa Orde Baru, menurut Ito, praktek serupa itu bukan rahasia lagi. Seorang anggota kepolisian bisa menduduki jabatan tertentu dengan cepat bila menjalin kedekatan dengan perwira atau pihak tertentu. “Itu yang dinamakan kroni, nepotisme, dan sejenisnya.”TIM TEMPO
 
Sumber: Koran Tempo, 1 Juli 2010

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan